Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 15 Juni 2025
home edukasi & pesantren detail berita

Kolom Pakar: Kritik Ideologi Madzhab Frankfrut Jurgen Habermas

tim langit 7 Jum'at, 22 November 2024 - 13:48 WIB
Kolom Pakar: Kritik Ideologi Madzhab Frankfrut Jurgen Habermas
Dr. BENI AHMAD SAEBANI,M.Si

Dosen Filsafat Ilmu UIN Sunan Gunung Djati Bandung

LANGIT7.ID-Teori Kritis atau Kritische Theorie dibentuk di Universitas Frankfurt, yaitu Institut fur Socialforschung yang didirikan pada tahun 1923. Perintisnya seorang sarjana ilmu politik bernama Felix Weil. Adapun Frankfurt School merupakan komunitas social scientists yang memiliki basis kelembagaan berupa Institute of Sosial Reseach yang berada di Frankfurt sebagai pusat penelitian sosial independen. Sementara Felix Weil seorang political scientist pengagum Marxisme yang berpendapat bahwa lembaga penelitian sosial mayoritas tidak meneliti sejarah gerakan buruh dan asal usul antisemitisme.

Ilmuwan sosial lainnya yang bergabung dengan Frankfurt School adalah Friedrich Pollock (ekonom), Leo Lowenthal (sosiologi kesusastraan), Walter Benjamin (ilmu kesusastraan), Theodor W. Adorno (musikologi, filsafat, psikologi, sosiologi), Erich Fromm (psikoanalisa), dan Hebert Marcuse (filsafat). Mereka berhasil memengaruhi dunia pemikiran sosial hingga kemundurannya pada tahun 1970-an yang disebabkan kematian figur penting dan tidak adanya gebrakan pemikiran baru dalam Frankfurt School hingga kemunculan Juergen Habermas.

Frankfurt School terkenal dengan teori kritis yang mencoba mengkritisi positivisme dan empirisisme yang memengaruhi perkembangan ilmu-ilmu sosial yang memisahkan antara fakta-fakta dan fraksis yang bersifat parsial. Pemisahan ini yang ditolak oleh Frankfurt School dan berusaha untuk mengubah paradigma tersebut sehingga dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dapat bersifat interdisipliner. Secara fungsional teori kritis mengedemankan pemikiran emansipatoris yang dominan berorientasi pada pendekatan ekonomi dalam meneliti fenomena sosial, dikkarenakan kuatnya pengaruh Carl Grunberg sebagai ekonom dan sejarawan sosial. Selanjutnya Frankfurt School mereorientasi kajian teoritis melalui Horkheimer dari yang lebih bersifat ekonomis historis menjadi lebih bersifat filosofis. Hingga menjadi landasan teori kritis Frankfurt School yang dilanjutkan dengan teori kritis sebagai pengembangan dari teori sebelumnya oleh Jurgen Habermas.

Baca juga: Kolom Pakar: Paradigma Tentang Subyek dan Obyek Hukum Dalam Metodologi Hukum Islam

Mazhab Frankfurt berpegang pada tiga tesis tentang Ideologiekritik, yakni: (1) Bahwa kritik radikal atas masyarakat dan kritik atas ideologi yang dominan merupakan dua hal yang tak terpisahkan, dan dengan demikian kritik ideologi meski menjadi bagian integral dari riset sosial dari suatu teori kritis atas masyarakat. (2) Kritik ideologi tidak hanya merupakan sebentuk "kritisisme moral" yang tidak dapat dikritisi, namun merupakan suatu kiprah kognitif, suatu bentuk pengetahuan dan oleh karenanya dapat dikritisi. (3) Kritik ideologi (dan mestinya semua teori sosial yang menjadi bagiannya) memiliki struktur kognitif yang secara signifikan berbeda dari ilmu-ilmu alamiah (natural sciences), sehingga kritik ideologi perlu melakukan perubahan atas pandangan epistemologis yang diwarisi dari empirisme tradisional sebagaimana modelnya ditemukan dalam kajian-kajian ilmu kealaman.

Namun demikian, madzhab Frankfurt tetap mengambil semangat dan alur pemikiran filosofis idealisme Jerman, yang dimulai dari pemikiran kritisisme ideal Immanuel Kant sampai pada puncak pemikiran kritisisme historis dialektisnya Hegel. Dengan sangat cerdas, sebagian besar pemikir madzhab Frankfurt berdialog dengan Marx, Hegel dan Kant. Oleh karena itu mereka mengadopsi dari madzhab-madzhab pemikiran lain untuk mengisi apa yang dianggap kurang dari Marx. Max Weber, Sigmund Freud memberikan pengaruh yang besar terhadap aliran ini. Penekanan mereka terhadap komponen "Teori Kritis" banyak meminjam dari upaya mereka untuk mengatasi batas-batas dari positivisme materialisme yang kasar, dan fenomenologi dengan kembali kepada filsafat kritis Kant dan penerus-penerusnya dalam idealisme Jerman, khususnya filsafat Hegel, dengan penekanannya pada negasi dan kontradiksi sebagai bagian yang inheren dari realitas.

Menurut Madzhab Frankfurt, rasio instrumental telah menghasilkan budaya industri (culture industry) yang telah menghalangi perkembangan individu secara otonom. Penindasan yang dilakukan oleh budaya industri lebih dominan dari sekedar dominasi ekonomi. Adorno dan Hokheimer mengatakan dalam Dialectical Imagination, bahwa budaya industri telah membuat manusia terhipnotis sehingga tidak berdaya. Manusia menjadi seperti robot yang dideterminasi oleh iklan yang ditampilkan oleh media massa. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih lagi karena semuanya telah ditentukan, distandarkan oleh budaya industri. Kostumer tidak lagi menjadi raja, tidak lagi menjadi subjek, tapi menjadi budak dan objek.

Keadaan seperti itu menurut Franz Magnis Suseno, telah meresahkan masyarakat dan dikritik oleh Karl Marx, bahwa manusia itu perlu diemansipasi, sebab keadaan yang sesungguhnya terjadi di masyarakat adalah kenyataan kuasanya kelas kapitalis dalam banyak hal terhadap kelas para pekerja atau proletar. Buruh dijauhkan dari hak-haknya sebab kelas kapitalis selalu berupaya mengakumulasi modal dan memperbudak buruh demi kepentingan-kepentingannya tersebut. Oleh karena masyarakat kapitalis berdasarkan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, emansipasi menurut Marx hanyak akan tercapai kalau hak milik pribadi itu dihapus.

Dalam karyanya yang berpengaruh itu, Marx mengatakan bahwa kesadaran manusia dalam berbagai bentuknya mau tidak mau akan ditentukan oleh keadaan materil (sosio-ekonomis). Artinya bahwa sesuatu yang bersifat mendasar yang akan menentukan hidup masyarakat bukan pada kesadarannya, bukan pada yang dipikirkan masyarakat melainkan realitas yang sebenarnya. Karl Marx mengkritik para pemikir yang terlalu percaya kepada kekuatan ide manusia atau percaya kepada ideologi sejarah, sesungguhnya kekuatan berada pada realitasnya, bukan pada gagasan.

Baca juga: Kolom Pakar: Filosofi Hukum Islam Tentang Cita Hukum

KRITIK PENGERDILAN IDEOLOGI

Ideologi telah mengekang masyarakat dan memihak pada salah satu golongan dalam masyarakat. Menurut Franz Magnis (2002) Karl Marx telah membuat sebuah konsep relationality yang disebut dengan hubungan base (infrastruktur) dan superstruktur (supra-struktur). Karl Marx membagi lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian besar, yang satu adalah "dasar nyata" atau yang disebut basis (base) dan yang lain adalah "bangunan atas". Menurutnya relasi keduanya itu terjadi secra vertikal dari bawah ke atas, yaitu base atau infrastruktur tersebutlah yang nantinya akan berpengaruh membentuk bagian di atasnya yang disebut superstruktur atau suprastruktur.

Base didefinisikan sebagai bagian yang sangat menentukan dalam hubungan keduanya, yaitu yang disebut dengan lingkungan materiil manusia pada umumnya, sesuatu yang ada dan terjadi di sekitarnya, serta semua keadaan sosio-ekonomi di dalam masyarakat tersebut. Kondisi yang telah dijabarkan pada kalimat terakhir inilah yang membentuk kesadaran dan gagasan-gagasan manusia dalam masyarakat atau disebut dengan suprastruktur. Di dalam suprastruktur terdapat hukum, politik, kesadaran, dan gagasan. Dengan demikian, basis itu adalah bidang "produksi kehidupan material", sedangkan bagian atasnya adalah "proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual. Kehidupan bangunan atas ditentukan oleh kehidupan dalam basis.

Marx juga melihat bahwa pada kenyataannya kehidupan itu seperti sebuah cerminan yang terbalik layaknya sebuah lensa obscura, dalam sebuah realitas yang terbalik inilah kemudian Marx menilai terdapat kepalsuan dalam sebuah ideologi. Sesungguhnya realitas yang terjadi pada masyarakat kapitalis secara hierarki berada di atas atau lebih tinggi dari kelas para pekerja (proletar), gagasannya bersifat kuasa dan menentukan. Kekuasaan yang dimiliki kelas kapitalis dan tercipta dari hubungan ekonomi dan kerja itulah yang kemudian melatabelakangi kelas ini untuk berupaya mencari pembelaan dan penjagaan atas kepentingannya. Karl Marx berpendapat bahwa kelas kapitalis akhirnya menciptakan teori yang bisa membenarkan kepentingan itu. Inilah yang disebut Marx dengan ideologi.

Orang-orang borjuis kapitalis hanya mementingkan dirinya sendiri, ideologi tak ubahnya seperti sebuah kesadaran palsu yang diciptakan. Ideologi melakukan penipuan guna menjaga eksistensi dan kepentingan para kapitalis, sebab para penganutnya selalu menilai pandangan dan cara dari sebuah ideologi adalah yang paling benar, harus diikuti oleh semua orang, dan pada tahap-tahap tertentu mereka dapat dengan mudah bisa mengatakan amoralis pada orang-orang yang secara jelas bertentangan dengan ideologi. Dasar pemikiran itulah bagi Frankfurt School dengan menggunakan kritik ideologi Marx, ditambahkannya metode psikoanalisis Freud sebagai pisau bedah analisis untuk mendekonstruksi kesadaran kelas buruh melalui kritik ideologi. Melalui karyanya The Development of Dogma of Christ, Erich Fromm, psikoanalis-marxis Jerman, berhasil mensintesakan ajaran Marx dan Freud. Fromm menilai, analisis Marx terhadap kesadaran material dinilai tidak mencukupi untuk menjelaskan pengaruh berdasarkan teori basis-infrakstruktur, analisis Freud terhadap kesadaran dinilai sangat efektif untuk menjelaskan selubung ideologis. Fromm berusaha mencari missing link yang mungkin dari pengaruh antara basis-suprastruktur, Marx dinilai terlalu deterministik dalam menentukan bahwa hubungan produksi selalu menentukan politik, budaya dan sebagainya.

Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik masyarakat atau eine Kritische Theorie der Gesselschaft. Maksud teori ini adalah membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Sejak semula, Sekolah Frankfurt menjadikan pemikiran Marx sebagai titik tolak pemikiran sosialnya, namun sekolah Frankfurt tetap mengambil semangat dan alur dasar pemikiran idealisme Jerman, yang dimulai dari pemikiran kritisisme ideal Immanuel Kant hingga pemikiran kritisisme historis dialektisnya Georg William Friederich Hegel. Sebagian besar pemikir dalam sekolah Franfurt berdialog dengan Karl Marx, Hegel dan Kant.

Oleh karena itu, analisis pemikir mazhab Frankfurt terhadap fenomena sejarah yang berisikan dominasi tidak hanya berbasis pada hubungan produksi semata-mata. Melainkan dikembalikan pada dorongan psikologis manusia, yakni "kehendak untuk berkuasa". Sehingga kritik atas masyarakat tidak lagi terbatas pada kritik atas hak milik sebagaimana yang dibuat Marx. Melainkan jauh melampaui hal tersebut, sampai pada kritik atas pemikiran atau kesadaran yang ada dalam masyarakat atas rasio itu sendiri.

Teori Kritis berpijak pada suatu pandangan umum tentang hakikat realitas sosial, baik dalam dimensi faktual maupun dimensi normatif. Belajar dan mengamati realitas-realitas sosial masa lalu dan realitas sosial masa kini merupakan pijakan penting dalam membangun proyeksi masyarakat yang diharapkan. Habermas memahami kepentingan manusiawi sebagai sesuatu yang ada dalam ketegangan antara aspek empiris dan transcendental. Kepentingan ini mengarahkan pengetahuan kita, maka disebutnya "interest-kognitif" atau "kepentingan konstitutif-pengetahuan". Karena kepentingan ini konstitutif bagi pengetahuan, dan bersifat empiris dan transcendental, tidak terpisah dari konteks objektif proses kehidupan biasa tetapi sekaligus melampauinya.

Kepentingan teknis ini merupakan orientasi mendasar dari ilmu-ilmu alam. Karena itu, ilmu-ilmu alam sebenarnya berakar pada konteks kehidupan objektif manusia sebagai spesies yang melangsungkan hidupnya melalui tindakan instrumental. Dalam hal itu, Habermas menunjukkan implikasinya dalam tiga disiplin ilmu pengetahuan. Interests yang berkaitan dengan kebutuhan reproduksi dan kelestarian diri, lahirlah ilmu pengetahuan yang bersifat empiris-analitis (analitis-empiris). Interests yang kedua berhubungan dengan kebutuhan manusia untuk melakukan komunikasi dengan sesamanya di dalam praktik sosial yang menimbulkan ilmu pengetahuan yang bersifat histories-hermeneutis (hermeneutis-historis). Dan interests yang ketiga berhubungan dengan kepentingan yang mendorong diri untuk mengembangkan otonomi dan tanggung jawab sebagai manusia, dan tercermin dalam ilmu pengetahuan yang bersifat social-kritis (emansipatoris-kritis). Melalui tiga kepentingan tersebut, Habermas mewaspadai terhadap klaim bahwa pengetahuan diidentifikasikan melalui kepentingan yang tunggal, Habermas menekankan bahwa pengetahuan ilmiah bukanlah satu-satunya pengetahuan yang harus diperhitungkan di dunia.

Baca juga: Kolom Pakar: Filosofi Hukum Islam Tentang Teori Maslahat

KRITIK KESEMUA STATISME SOSIAL

Teori Kritis ini dikembangkan semenjak tahun 30-an oleh tokoh yang semula bekerja di Institut fur Sozialforschung pada Universitas Frankfurt. Mereka itu adalah Marx Horkheimer, Theodor W. Adorno dan Herbert Marcuse serta anggota-anggota lainnya. Kelompok ini kemudian dikenal dengan sebutan "Mazhab Frankfurt". Jurgen Habermas adalah pewaris dan pembaharu Teori Kritis. Meskipun ia sendiri tidak lagi dapat dikatakan termasuk Mazhab Frankfurt, arah penelitian Habermas justru membuat subur gaya pemikiran "Frankfurt" itu bagi filsafat dan ilmu-ilmu sosial pada umumnya.

Teori Kritis adalah kritik terhadap segala bentuk statisme, baik yang digerakkan oleh rasionalitas individu maupun ideologi masyarakat. Dalam persoalan ideologi, Teori Kritis memiliki tiga pandangan. Pertama, kritik secara radikal terhadap masyarakat dan ideologi dominan. Kedua, kritik ideologi tidak dilakukan untuk memberikan semacam justifikasi dalam bentuk 'kritik moral'. Dan yang ketiga, Kritik sebagai jiwa dari ilmu pengetahuan social kritis. Dengan ketiga pandangan ini, Habermas mengungkap ide yang secara terselubung dipakai untuk menjelaskan dan membenarkan tindakan sebagai pengganti motif yang sebenarnya dari tindakan itu. Dan selanjutnya dengan teorinya Habermas mengungkap semua interests manipulative dan menindas yang bersembunyi dibalik realitas.

Analisisi-analisis epistemologis Habermas merupakan kritik yang tajam terhadap scientism dan positivisme yang memberhalakan sains dan teknologi modern sebagai kebenaran universal yang bebas kepentingan. Jurgen Habermas adalah sosok filsuf pewaris pemikiran Madzhab Frankfrut. Menurut Habermas, positivisme itu sebagai saintisme karena mengadopsi metode ilmu-ilmu alam untuk menggagas unified science. Dikatakan bahwa positivisme hanya berpura-pura bertindak objektif dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, padahal ia menyembunyikan kekuasaan dengan memertahankan status quo masyarakat dan tidak mendorong perubahan. Habermas menyatakan bahwa rasio, kebebasan, dan keadilan bukan hanya merupakan isu yang diekplorasi secara teoritis, namun merupakan tugas praktis yang meski dicapai. Sebuah tugas praktis yang menuntut komitmen yang penuh gairah.

Baca juga: Kolom Ekonomi Syariah: Trust di Dunia Islam

Teori kritis Habermas, sebagaimana pemikiran mazhab Frankfurt pada umumnya, tetap berakar pada tradisi idealisme Jerman, khususnya transendentalisme Kant, Idealisme Fichte, Hegel dan Materialisme Marx. Ia juga mengintegrasikan psikoanalisis Freud kedalam Teori Kritisisnya. Habermas membangun teorinya atas dasar keprihatinannya pada problematika ilmu-ilmu sosial dan keterlibatannya dalam teori kritis mazhab Frankfurt.

Habermas merumuskan bahwa Teori Kritis bukanlah suatu teori "ilmiah", sebagaimana secara luas dikenal dikalangan publik akademis dalam masyarakat kita. Habermas melukiskan Teori Kritis sebagai metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara Filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Dalam ketegangan itulah dimaksudkan bahwa Teori Kritis tidak berhenti pada fakta objektif, sebagaimana dianut teori-teori positivistik.

Habermas mencoba merumuskan dua arti Kritik yang disebutnya Refleksi-Diri. Arti Kritik yang pertama diambil dari transendentalisme Kant. Kritik dalam arti ini adalah suatu refleksi atas syarat kemungkinan pengetahuan, perkataan dan tindakan kita sebagai subjek yang mengetahui, berbicara dan bertindak. Kritik dalam arti ini disebut Habermas sebagai rekonstruksi rasional. Habermas melakukannya atas kegiatan mengetahui, bertindak dan berbicara yang kesemuanya bertautan (dan ia menemukan kategori tindakan dan kepentingan kognitif).

Arti Kritik yang kedua diambil dari idealisme Hegel dan materialisme Marx. Kritik dalam arti ini adalah suatu refleksi di atas hambatan yang dihasilkan secara tak sadar yang menyebabkan subjek (pribadi maupun kelompok social tertentu) menundukkan diri kepadanya dalam proses pembentukan-dirinya. Dan dalam arti ini, Habermas melakukannya terhadap filsafat ilmu pengetahuan yang berkembang dalam masa awal sejarah positivism modern. Dengan kata lain, kritik adalah refleksi diri atas kesadaran palsu.

Teori kritis Habermas dibangun atas dasar keprihatinannya, terutama tentang problematika ilmu sosial dan keterlibatannya dalam teori kritis madzab Frankfurt. Dengan sedikit simplifikasi, keprihatinan Habermas mengerucut dalam dua persoalan, pertama problem ilmu pengetahuan positivisme dengan segala argumen atau logika yang dibawa, terutama ilmu bebas nilai dan penyingkiran peran subjek dari proses penemuan atau aspek materialnya. Kedua menyangkut keterlibatan ilmuwan dalam praktik sosial masyarakat. (Muhammad Muslih : 2002)(*)

(lam)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 15 Juni 2025
Imsak
04:29
Shubuh
04:39
Dhuhur
11:57
Ashar
15:18
Maghrib
17:49
Isya
19:04
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan