LANGIT7.ID- Surakarta; Perdebatan tentang definisi ahli sunnah waljamah hingga sekarang masih terus menarik. Meskipun masing masing kelompok, termasuk para ulama ada yang berbeda pandangan, namun persoalan istilah ahlu sunnah waljamaah terus menggelinding.
Bagaimana pandangan Muhammadiyah? Kali ini
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar kajian tarjih yang rutin dilaksanakan secara daring oleh Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMS. Pada Selasa, 26 November 2024, kajian kali ini mengangkat tema “Ahlusunnah Wal Jamaah”. Kajian disampaikan oleh Dr.Syamsul Hidayat, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) UMS.
Dalam kajian tersebut, Syamsul Hidayat memaparkan bahwa Ahlusunnah Wal Jamaah merupakan sebuah prinsip dalam ajaran Islam yang berpegang teguh pada sumber utama, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ia menjelaskan, Ahlusunnah Wal Jamaah tidak hanya merujuk pada satu kelompok tertentu, tetapi lebih pada prinsip-prinsip keyakinan yang membedakan kelompok ini dengan kelompok yang menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
“Ahlusunnah Wal Jamaah pada dasarnya adalah prinsip keyakinan yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menghindari ajaran yang menyimpang atau sesat seperti yang digolongkan dalam ahlul bid’ah dan ahlul dhalal,” terang Syamsul Hidayat, menambahkan bahwa kelompok yang tidak mengikuti ajaran pokok ini bisa dianggap sesat.
Lebih lanjut, Syamsul mengungkapkan bahwa dalam kajian tarjih Muhammadiyah, aqidah yang benar adalah aqidah yang berpegang pada pokok-pokok ajaran Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di samping itu, ia menekankan pentingnya fatwa dan pendapat para sahabat serta tabi’in dalam memperkuat keyakinan tersebut, yang dikenal sebagai Al-Qasr dan Al-Mutawatirah.
Syamsul menegaskan bahwa mereka yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan keyakinan yang kuat, serta didukung oleh pendapat para ulama besar, termasuk dalam kategori Ahlulhaq Wal Sunnah. Ini, menurutnya, tidak jauh berbeda dengan Ahlusunnah Wal Jamaah yang menjadi pegangan utama bagi Muhammadiyah.
“Istilah Ahlulhaq Wal Sunnah sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam kitabnya, yang mengajarkan bahwa prinsip-prinsip kebenaran harus dipegang dengan penuh keyakinan,” tambah Syamsul Hidayat.
Syamsul juga menjelaskan bahwa dalam konteks ini, “Jama’ah” merujuk pada kelompok orang yang bersama-sama mengikuti prinsip kebenaran, meskipun jumlahnya sedikit. Bahkan, meski hanya satu orang, jika ia tetap berpegang pada prinsip kebenaran, maka dia tetap disebut sebagai bagian dari Al-Jama’ah. Sebaliknya, Al-Firqah atau perpecahan merujuk pada mereka yang berpegang pada ajaran yang batil, meskipun jumlah mereka banyak.
Dalam kajian tersebut, Syamsul mengutip pandangan Profesor Harun Nasution, tokoh intelektual Muslim Indonesia, yang membagi Ahlusunnah Wal Jamaah menjadi tiga kelompok besar, yaitu Asy’ariyah, Maturidiyah, dan Salafiah. Namun, Syamsul menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak hanya merujuk pada paham Asy’ariyah atau Maturidiyah, melainkan juga mengikuti Manhaj Salaf, yang diajarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal.
“Muhammadiyah memahami Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah dengan merujuk pada Manhaj Salaf, yang mengajarkan kita untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal,” ujar Syamsul.(*/saf/muhammadiyah)
(lam)