LANGIT7-Jakarta,- - Sebanyak 20 kiai muda Indonesia telah menyelesaikan pelatihan Makhtutath (Kepengarangan Turats) di Mesir. Program ini diselenggarakan Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Institute of Arabic Manuscripts Mesir.
Pelatihan ini berlangsung sejak 1 sampai 26 November 2024, setara 22 pertemuan dan 42 jam pelatihan. Kegiatan ini dibiayau Dana Abadi Pesantren pada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren berkolaborasi dengan LPDP 2024.
Acara penutupan berlangsung pada Selasa (26/11/2024) di Mesir. Hadir, Prof. Dr. Abdul Sattar Al-Halluji, Dr. Ahmed Abdul Basith (dewan pengajar di Institute of Arabic Manuscripts Mesir), Dr. Abdul Muta’ali (Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo), serta 20 ulama’ muda yang berasal dari Ma’had Aly Pesantren se-Indonesia.
Prof. Dr. Abdul Sattar Al-Halluji menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memilih Institute of Arabic Manuscripts Mesir sebagai tempat pelatihan.
Baca juga:
780 Dai Standar MUI Diwisuda: Dr KH Cholil Nafis Terjunkan Para Da'i Untuk Ikut Memberantas Judi OnlineDia menjelaskan bahwa meskipun Indonesia bukanlah negara yang berbahasa Arab, tapi dengan mayoritas penduduknya yang bergama Islam tentu juga bertanggung jawab dalam mengkaji makhtutoth ini.
Karena peran umat Islam di mana pun akan memiliki dampak yang perlu diperhitungkan dalam menjaga peradaban ilmu keislaman.
“Ilmu makhtutath ini sebuah pengetahuan tambahan yang penting. Tidak hanya dipelajari oleh orang berbahasa Arab saja tapi mereka yang serius mengkaji tentang Islam. Lihatlah Ibnu Sina sebagai pelopor ilmu medis, dan mayoritas ulama hadits seperti Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud bukanlah orang Arab. Ulama tafsir seperti Zamakhsyari, al-Razi, dan ilmuwan seperti al-Biruni, mereka-mereka inilah meskipun bukan orang Arab adalah contoh tokoh-tokoh yang memberikan kontribusi besar bagi peradaban Islam,” ujarnya.
Prof. Abdul Sattar berharap pelatihan ini dapat memotivasi peserta untuk terus menjaga dan melestarikan bahasa Arab, bahasa yang menjadi wahyu Al-Qur’an. Ia menekankan pentingnya mempelajari turats (warisan ilmiah) agar bermanfaat bagi umat Islam.
“Saya berharap setelah mengikuti daurah ini, kalian akan menyadari tanggung jawab besar untuk menjaga bahasa ini. Usahakan untuk terus mempelajari turats agar ilmu ini berguna bagi umat. Semoga itu menjadi amal jariyah bagi kita di akhirat nanti,” pesan Prof Abdul Sattar.
Hal senada disampaikan Dr. Abdul Muta’ali selaku Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo. Menurutnya, Ilmu Makhtutath ini merupakan ilmu yang penting untuk dipelajari. Bahkan kemajuan Eropa yaitu renaissance berawal dari ilmu makhtutath.
"Sewaktu saya menulis tesis, saya membahas perbandingan pemikiran Niccolo Machiavelli dan Ibnu Khaldun. Dari perjalanan saya membaca dan mencari buku Niccolo Machiavelli sampai ke Perpustakaan di Sorbonne, saya menemukan ternyata Niccolo Machiavelli membaca buku Muqaddimah Ibnu Khaldun. Dari sini disimpulkan bahwa renaissance di Eropa sangat terpengaruh dengan ilmu makhtutath. Maka sungguh luar biasa, anda-anda ini mempelajari ilmu makhtutath. Saya berharap semoga anda-anda ini bisa membawa masa depan bagi Indonesia dan peradaban Islam," kata Abdul Muta'ali.
Dr. Ahmed Abdul Basith, selaku penanggung jawab pelatihan, menyampaikan permohonan maaf jika sering mengingatkan tentang pentingnya belajar. Menurutnya, belajar adalah kewajiban setiap muslim di setiap waktu.
'Siapa yang tidak merasakan kehinaan dalam menuntut ilmu, ia akan merasakan kehinaan dalam kebodohan sepanjang hidupnya.'
"Saya berharap kalian akan terus belajar dan memperhatikan apa yang kami sampaikan,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan harapannya agar program ini dapat dilanjutkan dan semakin banyak peserta yang dapat mengikutinya di masa depan.
(ori)