Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Senin, 17 Maret 2025
home masjid detail berita

Benarkah Akan Ada Balasan 10x Lipat setelah Sedekah?

haris budiman Senin, 30 Desember 2024 - 11:30 WIB
Benarkah Akan Ada Balasan 10x Lipat setelah Sedekah?
Ilustrasi berinfak atau bersedekah. (unsplash.com/@bayprayuda)
LANGIT7.ID-Ada pemahaman bahwa siapa saja yang bersedekah, terlebih umat Muslim, Allah swt akan menggantinya dengan balasan 10x lipat dari harta atau benda yang disedekahkan.

Logikanya dari pemahaman tersebut jika kita bersedekah Rp10.000 maka akan diganti Rp100.000. Kalau beramal Rp100.000 akan diganti Rp1.000.000, dan seterusnya.

Anggapan itu masih terus diyakini sampai hari ini. Keyakinan itu berdasarkan firmal Allah swt dalam QS Surah Al-Anam: 160.

Berikut petikan ayatnya:

مَن جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

Artinya: "Siapa yang melakukan suatu kebaikan, maka ia akan mendapatkan balasan 10 kali lipatnya." (QS. Al-An’am: 160).

Lantas, benarkah anggapan yang kadung diyakini oleh sebagian orang seperti ditulis di atas?

Dikutip dari uraian yang ditulis di media muslim.or.id, anggapan bahwa nantinya akan mendapat balasan 10x lipat dari sedekah atau harta yang disedekahkan adalah pemahaman yang kurang tepat.

Ada beberapa poin yang membuat anggapan tersebut keliru:

Pertama:
Hendaknya amalan-amalan saleh yang kita lakukan, termasuk sedekah, kita niatkan semata-mata untuk mencari wajah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعْبُدُواْ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ

“Dan tidaklah mereka diperintahkan, kecuali untuk menyembah kepada Allah semata dan mengikhlaskan semua amalan hanya untuk Allah.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Orang yang beribadah dengan niat murni untuk mencari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan pahala apa-apa. Dari ‘Umar bin Khathab radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إنَّما الأعْمالُ بالنِّيَّةِ، وإنَّما لِامْرِئٍ ما نَوَى، فمَن كانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللَّهِ ورَسولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلى اللَّهِ ورَسولِهِ، ومَن هاجَرَ إلى دُنْيا يُصِيبُها أوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُها، فَهِجْرَتُهُ إلى ما هاجَرَ إلَيْهِ

“Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan pahala sesuai niatnya. Barangsiapa yang hijrah untuk Allah dan rasul-Nya, maka amalan hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita, maka hijrahnya untuk apa yang ia niatkan tersebut.” (HR. Bukhari no. 6953)

Para ulama, da’i, atau ustaz, hendaknya mendakwahkan dan memotivasi umat untuk mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah Ta’ala semata, bukan untuk niat-niat lainnya. Inilah dakwahnya seluruh Nabi dan Rasul. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menyembah Allah semata dengan memurnikan semua ibadah hanya kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 11).

Kedua:
Orang yang beribadah untuk mencari kenikmatan dunia diancam dengan keras oleh Allah dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)

Allah Ta’ala juga berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam. Dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Isra’: 18)

Rincian mengenai hal ini dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, bahwa ada 3 golongan dalam hal ini:

Pertama, orang yang bersedekah karena mengharap pujian dari makhluk. Maka, ini adalah riya dan ia tidak mendapatkan pahala sama sekali, bahkan ia melakukan syirik ashghar.

Kedua, orang yang bersedekah 100% karena mencari balasan dunia semata seperti mengharapkan kekayaan, ketenaran, kedudukan, dan lainnya. Maka, ini juga tidak mendapatkan pahala apa-apa dan tidak mendekatkan kepada Allah sedikit pun.

Ketiga, Orang yang bersedekah karena mencari rida Allah Ta’ala sekaligus mencari balasan dunia. Maka ini dirinci lagi menjadi tiga kondisi (keadaan):

Kondisi pertama, jika niat mencari balasan dunia itu lebih dominan, maka ia tidak akan mendapatkan pahala apa-apa, bahkan ia berdosa. Karena menjadikan ibadah sebagai perantara untuk mencari dunia.

Kondisi kedua, jika niat mencari rida Allah Ta’ala lebih dominan, maka ini hukumnya boleh, namun mengurangi kesempurnaan pahala dan mengurangi keikhlasan.

Kondisi ketiga, jika niat mencari rida Allah Ta’ala sama besar dengan niat mencari dunia, maka tidak ada pahala baginya. (Diringkas dari Fatawa Arkanil Islam no. 21)

Ketiga:
Yang dimaksud oleh surah Al-An’am ayat 160 adalah pahalanya yang dilipat-gandakan. Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan salah satu tafsir dari ayat ini,

قيل: إن معنى ذلك غير الذي ذهبتَ إليه, وإنما معناه: من جاء بالحسنة فوافَى الله بها له مطيعًا, فإن له من الثواب ثواب عشر حسنات أمثالها

“Sebagian ulama mengatakan, ‘Sesungguhnya maknanya tidaklah sebagaimana yang Anda pahami. Sesungguhnya maknanya adalah barangsiapa yang melakukan kebaikan dalam rangka berbuat ketaatan kepada Allah, maka ia akan mendapatkan tsawab (pahala) sebanyak pahala dari 10 kebaikan yang semisal.'” (Tafsir Ath-Thabari)

Jadi, bukan berarti benda yang disedekahkan itu akan dilipat-gandakan 10x lipat oleh Allah sebagai balasan. Namun, yang dilipat-gandakan adalah pahalanya.

Makna ini jelas sekali termaktub dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْها، كُتِبَتْ له حَسَنَةً، ومَن هَمَّ بحَسَنَةٍ فَعَمِلَها، كُتِبَتْ له عَشْرًا إلى سَبْعِ مِئَةِ ضِعْفٍ، ومَن هَمَّ بسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْها، لَمْ تُكْتَبْ، وإنْ عَمِلَها كُتِبَتْ

“Barangsiapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, namun tidak jadi dilakukan, maka ditulis baginya 1 kebaikan. Barangsiapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, dan jadi dilakukan, maka ditulis baginya 10x sampai 700x kebaikan. Siapa yang berniat melakukan suatu keburukan, namun tidak jadi dilakukan, maka tidak ditulis keburukan tersebut. Dan jika dilakukan, ditulis 1 keburukan.” (HR. Muslim no. 130)

Jelas dalam hadis ini menggunakan kata كُتِبَتْ (ditulis), sehingga yang 10x sampai 700x lipat adalah pahalanya, bukan benda yang disedekahkan. Karena yang ditulis itu pahala.

Selain itu, jumhur ulama mufassirin menafsirkan surat Al-An’am ayat 160 bahwa makna al-hasanah adalah kalimat laa ilaaha illallah. Sehingga orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah dan menjalankan konsekuensinya akan diganjar 10x lipat berupa keimanan.

Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan,

والتقدير : فله عشر حسنات أمثالها ، أي له من الجزاء عشرة أضعاف مما يجب له . ويجوز أن يكون له مثل ويضاعف المثل فيصير عشرة . والحسنة هنا : الإيمان

“Maknanya adalah ia mendapatkan 10 hasanah yang semisalnya. Maksudnya, ia mendapatkan ganjaran 10x lipat dari apa yang berhak ia dapatkan, atau mungkin ia mendapatkan yang semisalnya, namun yang semisalnya ini dilipat-gandakan 10x. Dan al-hasanah di sini maksudnya adalah iman.” (Tafsir Al-Qurthubi)

Tafsir ini semakin menguatkan bahwa yang dilipat-gandakan bukanlah barangnya.

Keempat:
Andaikan seseorang bersedekah niatnya yang dominan adalah untuk mencari wajah Allah Ta’ala, namun juga ia berharap diberikan dunia atas sebab sedekahnya tersebut, maka ini telah kita bahas bahwa hukumnya boleh, namun mengurangi pahalanya.

Namun, pengabulan permintaan tersebut tidak mesti berupa diberikan 10x barang yang semisal atau senilai. Karena pengabulan permintaan itu ada 3 kemungkinan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah yang tidak mengandung dosa dan memutus silaturahmi, melainkan Allah akan beri padanya salah satu dari tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan sesuai dengan doanya, [2] Allah akan menyimpan pengabulannya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan dirinya dari kejelekan yang semisal (dengan permintaannya).” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.” (HR. Ahmad no. 11133, disahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no.1633)

Sehingga, kita tidak berhak memastikan bahwa pengabulan permintaan kita kepada Allah Ta’ala akan dibalas sesuai keinginan sebanyak 10x lipat.

Terkadang Allah Ta’ala akan balas di dunia, terkadang tidak. Bukankah ada dua kemungkinan lainnya?? Allah Ta’ala yang lebih tahu mana pengabulan yang terbaik untuk seorang hamba yang meminta kepada Allah.

Wallahu a’lam.(*)

(hbd)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Senin 17 Maret 2025
Imsak
04:32
Shubuh
04:42
Dhuhur
12:04
Ashar
15:12
Maghrib
18:08
Isya
19:16
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan