Langit7, Jakarta - Bank Syariah Indonesia (BSI) menghadapi tantangan mengedepankan pengetahuan akan pentingnya membayar zakat. Selain itu, mengajak dan menimbulkan rasa keinginan orang, khususnya ummat Islam untuk membayar kewajiban zakat.
Direktur Sales dan Distribution BSI, Anton Sukarna mengatakan, membayar zakat tidak hanya soal karena mampu, tapi juga bisa dan mau karena muzaki tahu kewajibannya untuk menunaikan zakat.
“Ini terlihat dari tipologi demografi masyarakat Indonesia terkait dengan kesadaran menunaikan zakat,” ujarnya secara daring, di acara Road to Pekan Kedermawanan ISEF: Penguatan Keuangan Syariah di Masa Pandemi, Rabu (6/10).
Baca juga: Pemerintah Minta Perbankan Identifikasi Dunia Usaha untuk Salurkan BantuanMenurutnya, dengan populasi penduduk beragama Islam terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi dari zakat yang cukup besar. Sehingga BSI berupaya untuk menghadirkan kemudahan bagi para muzaki untuk bisa menunaikan zakat mereka.
Terlebih, dengan tengah berkembangnya ekonomi dan keuangan syariah di tanah air juga menjadi momentum untuk mendorong kemauan atau pun kesadaran diri bagi muzaki untuk menunaikan zakat.
“Jadi kita mendorong bagaimana kita membangun ekosistem ekonomi syariah. Kemudian hub-nya masuk ke dalam sektor utama, yaitu industri halal, keuangan syariah, keuangan sosial islam, dan sektor religi,” ujarnya.
Ia meyakini, jika ekosistem ini telah bekerja di kalangan ummat muslim, akan memberikan dampak besar yang signifikan terhadap perekonomian. Menurutnya dengan menguatkan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, juga akan mempengaruhi penguatan dari zakat, infak, dan sedekah (ziswaf).
Ia berharap, apa yang diupayakan BSI bisa terus dikembangkan. Sehingga nantinya orang sudah tidak ada lagi yang layak menerima zakat.
“Artinya kita harapkan setiap orang itu sudah makmur. Mudah-mudahan kita adalah orang yang turut mendukung cita-cita itu,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan yang saat ini masih menjadi kendala untuk perkembangan ekonomi dan keuangan syariah ada pada literasi. Ia menuturkan, saat ini memang perbankan syariah masih kalah jumlah dengan perbankan konvensional yang telah lebih dulu ada.
“Porsi perbankan syariah masih kecil, sekitar 6,59 persen. Di mana Arab Saudi telah mencapai 63 persen, Kuwait 49 persen, Brunei 57 persen. Bahkan, angka ini menunjukkan bahwa perbankan syariah juga bisa memberikan kemakmuran kepada masyarakat,” jelasnya.
Baca juga: Punya Kontribusi Besar, Pemerintah Komit Bantu UMKM untuk Pemulihan Ekonomi NasionalDengan lemahnya literasi dan inkulis keuangan syariah, lanjut Anton, menyebabkan lemahnya daya saing dan jaringan yang masih terbatas. Literasi ini berarti masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap produk atau pun perbankan syariah.
Sedangkan inklusi merupakan ketertarikan masyarakat untuk terlibat tanpa adanya literasi. Sehingga hal ini menunjukkan, ketika berbicara syariah orang lebih berhati-hati.
“Tapi ini menunjukkan cara Allah untuk melindungi agamanya. Di mana pandangan orang terhadap syariah masih mengalami perbedaan, di sinilah pentingnya kita mengedepankan fatwa yang berlaku di negeri ini,” ujarnya.
(zul)