home masjid

Hari-hari Terakhir Yazdigird: Dikejar Pasukan Arab, Dikhianati Bangsawannya Sendiri

Rabu, 03 Desember 2025 - 05:15 WIB
Dinasti yang pernah menjadi saingan besar Romawi Timur pun lenyap bukan hanya oleh pedang, tetapi oleh perpecahan. Ilustrasi: AI
LANGIT7.ID- Pada pertengahan abad ketujuh, raja terakhir Sasanid, Yazdigird III, tidak lagi tampil sebagai simbol keagungan Kisra. Ia berubah menjadi bayang-bayang kekuasaan yang malang: seorang pengembara yang bergerak dari kota ke kota, dari Asfahan hingga Merv, di antara penguasa lokal yang lebih takut pada kekacauan internal dibandingkan pada gelombang perluasan kekuatan Arab.

Muhammad Husain Haekal, dalam Usman bin Affan: Antara Kekhalifahan dan Kerajaan, menggambarkan betapa simpang-siurnya sumber-sumber tentang kematian Yazdigird justru menandai satu kesimpulan yang tak terbantahkan: raja itu tidak gugur dalam pertempuran, melainkan dalam pengkhianatan—korban perebutan kuasa di internal bangsawan Persia. Kisah-kisah yang dikumpulkan al-Baladzuri dan al-Tabari nyaris tak pernah sepakat pada detail, tetapi seluruhnya berhenti di titik yang sama: sebuah rumah penggiling tepung di Mirgab.

Menurut versi Tabari, setelah kekalahan dalam pertempuran Nahawand, Yazdigird melarikan diri ke Asfahan. Penguasanya ketika itu, Mityar, dihormati penduduk karena pernah memukul mundur pasukan Arab. Namun hubungan itu runtuh hanya karena satu insiden: Mityar diterkam pengawal Yazdigird ketika dicegah menemui sang raja. Mityar merasa dipermalukan. Dalam dunia politik Persia yang rapuh, satu penghinaan saja bisa mengubah kawan menjadi musuh. Yazdigird, membaca tanda-tandanya, lari ke Sijistan, lalu Merv, ditemani seribu perwira.

Di Merv, Mahuwe—marzaban berpengalaman yang pandai mencium arah angin kekuasaan—melihat bahaya bila terus melindungi raja yang sedang terpojok. Ia menulis surat kepada Naizak Turkhan, penguasa Turkistan, mengajaknya sepakat membunuh Yazdigird demi membuka pintu perdamaian dengan kaum Muslimin.

Naizak menjawab dengan tipu daya: ia mengirim kabar bahwa ia akan datang membantu. Para pengiring Yazdigird, yakin dengan janji itu, menemuinya tanpa senjata. Begitu Naizak tiba bersama pasukannya, ia melamar putri sang raja. Surat balasan Yazdigird—yang menyebut Naizak sebagai budak dari budak-budaknya—memantik penghinaan balasan. Naizak mengayunkan alat pemukulnya. Yazdigird melarikan diri, luka dan ketakutan, hingga rumah penggiling Mirgab.

Riwayat lain yang dibawa Ibn Ishaq melalui Tabari menunjukkan pola yang sama: Yazdigird meminta dana ke penguasa Merv untuk menghidupi pasukannya, tetapi ditolak. Warga Merv takut ia akan menimbulkan perang baru, sehingga mereka meminta bantuan orang-orang Turki. Yazdigird dijebak dengan undangan bermalam, lalu pengikutnya dibantai. Ia lari lagi ke rumah penggilingan tepung yang menjadi titik akhir hidupnya.

Dalam banyak sumber, pembunuhan itu digambarkan dengan nuansa tragis yang sama getirnya dengan jatuhnya Sasanid. Ada yang mengatakan tukang giling membunuhnya saat ia tidur, karena tergiur pakaian dan perhiasan raja. Ada yang menyebut Yazdigird mabuk setelah diberi minuman, mengenakan mahkota, lalu dihantam karena penggiling itu mengetahui identitasnya. Variasi lain menyebut bahwa pasukan Mahuwe membunuhnya di tepi sungai, setelah ia menawarkan diri untuk berdamai dengan kaum Arab, yang ditolak mentah-mentah.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya