home masjid

Perjumpaan di Jawa: Snouck, Hasan Mustafa, dan Jejaring Islam Kolonial

Senin, 27 Oktober 2025 - 04:14 WIB
Di balik riset Snouck Hurgronje tentang Islam Jawa, tersembunyi kisah kolaborasi, pengawasan, dan persinggungan iman. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Batavia, Mei 1889. Seorang lelaki Belanda berwajah tirus turun dari kapal di pelabuhan Sunda Kelapa. Namanya: Christiaan Snouck Hurgronje. Di kepalanya dua topi—secara harfiah dan metaforis. Di satu sisi, dia seorang orientalis yang baru pulang dari Mekkah, diakui kalangan akademis Eropa sebagai ahli Islam. Di sisi lain, bagi sebagian orang pribumi yang menyambutnya, ia datang sebagai seorang haji, bahkan “mufti”—seorang ulama Eropa yang menyamar.

Bintang Barat, surat kabar masa itu, memberitakan dengan nada heran dan antusias: “Mr. Dr. C. Snouck Hurgronje alias Moefti Hadji Abdoel Gafar telah tiba. Seorang yang sangat terpelajar dalam bahasa Arab dan agama.”

Kehadirannya menimbulkan kehebohan. Akankah sang doktor Belanda ini menyelidiki kehidupan Islam di Solo? Atau menyusup ke pesantren-pesantren di Priangan?

Dalam tiga tahun berikutnya, antara 1889 hingga 1892, Snouck melakukan perjalanan panjang melintasi Jawa—Batavia, Priangan, hingga Ponorogo. Ia bukan turis, melainkan penyelidik yang menulis rapi di dua lusin buku catatan.

Di dalamnya tercatat nama-nama ulama, jaringan tarekat, hingga hubungan perkawinan antarkiai. Ia mencatat dengan tekun, memetakan Islam Jawa layaknya seorang ahli biologi yang sedang membedah jaringan sosial.

Tugas utamanya bukan akademik murni. Snouck sedang menyiapkan landasan bagi pemerintah kolonial untuk *mengelola Islam*—menetapkan siapa ulama yang patuh dan siapa yang perlu diawasi.

Dalam suratnya kepada teolog Herman Bavinck, ia menulis: “Pengetahuan tentang situasi Mohammedan di sini sama pentingnya bagi pemerintah seperti roti yang kita makan setiap hari.”
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya