Jelang Wafat, Umar bin Khattab Sebut Hebatnya Suasana Hari Kiamat
Miftah yusufpati
            Sabtu, 18 Januari 2025 - 05:50 WIB
            Dia menahan rasa sakitnya, dan agar rasa sakit itu terlupakan mereka yang hadir berusaha memujinya. Ilustrasi: Ist
            LANGIT7.ID--Saat Khalifah Umar bin Khattab mengimami salat subuh, Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak al-Mugirah menikamnya. Tikaman itu mengenai bawah pusarnya memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu tanggal 4 Zulhijah tahun ke-23 Hijri. 
Pada saat menjelang ajal, Umar mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya sendiri mengenai segala yang sudah dikerjakannya itu.
Tak lama lagi ia sudah akan menghadapi suasana yang paling pelik dan sulit, yaitu keberadaannya di hadapan Tuhannya. Yang akan menanyainya apa yang telah dikerjakan dan apa yang diabaikannya. Apa yang diniatkan dan apa yang diperbuat. Apa yang tersimpan di hati dan apa yang diungkapkan.
Salah seorang sahabat berkata kepadanya: "Sungguh saya mengharapkan sekali mudah-mudahan api neraka tidak akan pernah menyentuh kulitmu!"
Orang itu ditatapnya, dengan air mata yang sudah berlinangan, sehingga orang-orang di sekitarnya merasa iba melihatnya. Kemudian katanya kepada orang itu: "Perbuatan Anda dalam hal itu sedikit sekali. Kalaupun semua yang di muka bumi ini milik saya niscaya saya gunakan sebagai tebusan, mengingat hebatnya suasana hari kiamat!"
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa ketika ia mengucapkan kata-kata yang terakhir itu Abdullah bin Abbas hadir, yang kemudian berkata kepadanya: "Sungguh saya tidak mengharapkan Anda akan melihatnya melebihi apa yang difirmankan Allah: 'Tidak seorang pun di antara kamu yang tidak akan melaluinya.' Yang kami ketahui Anda pemimpin orang-orang beriman, kepercayaan orang-orang beriman dan pemuka orang-orang beriman. Anda menjalankan hukum berdasarkan Kitabullah dan melaksanakan pembagian sama rata."
Baca juga: Kisah Tabi'in Salim bin Abdillah Cucu Umar bin Khattab yang Zuhud
            
            Pada saat menjelang ajal, Umar mengadakan perhitungan dengan hati nuraninya sendiri mengenai segala yang sudah dikerjakannya itu.
Tak lama lagi ia sudah akan menghadapi suasana yang paling pelik dan sulit, yaitu keberadaannya di hadapan Tuhannya. Yang akan menanyainya apa yang telah dikerjakan dan apa yang diabaikannya. Apa yang diniatkan dan apa yang diperbuat. Apa yang tersimpan di hati dan apa yang diungkapkan.
Salah seorang sahabat berkata kepadanya: "Sungguh saya mengharapkan sekali mudah-mudahan api neraka tidak akan pernah menyentuh kulitmu!"
Orang itu ditatapnya, dengan air mata yang sudah berlinangan, sehingga orang-orang di sekitarnya merasa iba melihatnya. Kemudian katanya kepada orang itu: "Perbuatan Anda dalam hal itu sedikit sekali. Kalaupun semua yang di muka bumi ini milik saya niscaya saya gunakan sebagai tebusan, mengingat hebatnya suasana hari kiamat!"
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa ketika ia mengucapkan kata-kata yang terakhir itu Abdullah bin Abbas hadir, yang kemudian berkata kepadanya: "Sungguh saya tidak mengharapkan Anda akan melihatnya melebihi apa yang difirmankan Allah: 'Tidak seorang pun di antara kamu yang tidak akan melaluinya.' Yang kami ketahui Anda pemimpin orang-orang beriman, kepercayaan orang-orang beriman dan pemuka orang-orang beriman. Anda menjalankan hukum berdasarkan Kitabullah dan melaksanakan pembagian sama rata."
Baca juga: Kisah Tabi'in Salim bin Abdillah Cucu Umar bin Khattab yang Zuhud