Ustaz Adi Hidayat: Halal Bihalal, Mengurai Kekusutan Hidup Menuju Fitrah
Tim langit 7
Ahad, 27 April 2025 - 20:59 WIB
Ustaz Khalid Basalamah
Halal bihalal bukan sekadar tradisi, melainkan proses mengurai kekusutan hidup untuk mengembalikan manusia pada fitrah yang jernih. Hal ini selaras dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan Idulfitri.
Wakil Ketua Majelis Tablīgh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustaz Adi Hidayat, menyampaikan ini saat menghadiri halal bihalal Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida)
Ustaz Adi menjelaskan asal-usul kata “ḥalāl” dari perspektif bahasa Arab, merujuk pada kitab Mughnī al-Labīb ‘an Kutub al-A‘ārīb karya Ibn Hisyam al-Anshari.
Ia mengurai bahwa kata “halal” berasal dari akar kata ḥalla-yaḥillu, yang bermakna mengurai sesuatu yang kusut hingga menjadi lurus dan jernih.
“Dalam bahasa Arab, ketika benang kusut diurai hingga lurus, disebut ḥill al-aḥbāl ḥalālan. Air keruh yang disaring hingga jernih disebut ḥill al-mā’ ḥalālan. Begitu pula, ketika hubungan sosial yang keruh diurai hingga nyaman dan bening, disebut ḥill al-musykilah ḥalālan,” paparnya.
Menurut Ustaz Adi, konsep Halal Bihalal erat kaitannya dengan tiga dimensi kehidupan manusia: fisikal, intelektual, dan spiritual, sebagaimana kata “ḥalāl” yang muncul 55 kali dalam Al-Qur’an, merujuk pada 10 kegiatan yang terangkum dalam tiga dimensi tersebut.
“Halal Bihalal adalah implementasi nilai Al-Qur’an untuk mengurai kekusutan hubungan sosial, intelektual, dan spiritual, sehingga kita kembali pada fitrah yang lurus, sebagaimana tujuan Idulfitri,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Tablīgh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustaz Adi Hidayat, menyampaikan ini saat menghadiri halal bihalal Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida)
Ustaz Adi menjelaskan asal-usul kata “ḥalāl” dari perspektif bahasa Arab, merujuk pada kitab Mughnī al-Labīb ‘an Kutub al-A‘ārīb karya Ibn Hisyam al-Anshari.
Ia mengurai bahwa kata “halal” berasal dari akar kata ḥalla-yaḥillu, yang bermakna mengurai sesuatu yang kusut hingga menjadi lurus dan jernih.
“Dalam bahasa Arab, ketika benang kusut diurai hingga lurus, disebut ḥill al-aḥbāl ḥalālan. Air keruh yang disaring hingga jernih disebut ḥill al-mā’ ḥalālan. Begitu pula, ketika hubungan sosial yang keruh diurai hingga nyaman dan bening, disebut ḥill al-musykilah ḥalālan,” paparnya.
Menurut Ustaz Adi, konsep Halal Bihalal erat kaitannya dengan tiga dimensi kehidupan manusia: fisikal, intelektual, dan spiritual, sebagaimana kata “ḥalāl” yang muncul 55 kali dalam Al-Qur’an, merujuk pada 10 kegiatan yang terangkum dalam tiga dimensi tersebut.
“Halal Bihalal adalah implementasi nilai Al-Qur’an untuk mengurai kekusutan hubungan sosial, intelektual, dan spiritual, sehingga kita kembali pada fitrah yang lurus, sebagaimana tujuan Idulfitri,” ujarnya.