Abdul Mu’ti: Generasi Muda Butuh Didengar, Bukan Sekadar Mendengar
Tim langit 7
Selasa, 30 September 2025 - 10:37 WIB
Abdul Muti: Generasi Muda Butuh Didengar, Bukan Sekadar Mendengar
LANGIT7.ID–Jakarta;Fenomena meningkatnya jumlah anak muda yang mulai menjauh dari agama mendapat perhatian serius dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu’ti. Ia menegaskan bahwa penyebabnya bukan terletak pada ajaran agama, melainkan pada cara dakwah yang kerap tidak memberi ruang generasi muda untuk bersuara.
Dilansir dari situs Muhammadiyah, Abdul Mu’ti yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengutip data PEW Research Center tahun 2015. Ia menjelaskan bahwa penganut agnostik dan ateis kini menempati peringkat ketiga dan keempat terbesar di dunia, sebuah kondisi yang menjadi tantangan serius bagi cara agama hadir di tengah masyarakat.
“Trendnya sekarang bukan agama, tetapi spiritualisme. Mereka mengakui spiritualisme, tetapi tidak harus terikat dengan agama,” ungkap Mu’ti dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).
Menurut Guru Besar Pendidikan Agama Islam ini, pola dakwah yang masih dominan cenderung bersifat instruktif. Pendakwah berbicara, sementara generasi muda hanya diposisikan sebagai pendengar. Padahal, kebutuhan utama anak muda saat ini adalah merasa didengar, bukan sekadar mendengar.
“Jadi bagaimana kita menanamkan keberagamaan kepada anak muda tetapi tidak menggurui. Kita seringkali mengajak anak-anak menjadi baik, kadang-kadang tidak nyambung dengan kehidupan mereka,” kata Mu’ti.
Ia menilai, agar dakwah dapat diterima, pendakwah perlu menyesuaikan gaya penyampaian dengan bahasa, tampilan, serta pengalaman hidup anak muda. Dengan begitu, pesan agama terasa dekat dan relevan. “Allah itu kan mengutus Rasul sesuai bahasa kaumnya. Agar degenerasi agama tidak terjadi, maka kita harus menjadi pendengar yang penuh empati, dekat dengan mereka,” imbuh Mu’ti.
Mu’ti juga menyinggung model dakwah Kiai Ahmad Dahlan sebagai teladan bagi warga Muhammadiyah. Menurutnya, pendekatan yang akrab dengan anak muda terbukti meningkatkan efektivitas dalam menyampaikan nilai agama.
Dilansir dari situs Muhammadiyah, Abdul Mu’ti yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengutip data PEW Research Center tahun 2015. Ia menjelaskan bahwa penganut agnostik dan ateis kini menempati peringkat ketiga dan keempat terbesar di dunia, sebuah kondisi yang menjadi tantangan serius bagi cara agama hadir di tengah masyarakat.
“Trendnya sekarang bukan agama, tetapi spiritualisme. Mereka mengakui spiritualisme, tetapi tidak harus terikat dengan agama,” ungkap Mu’ti dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).
Menurut Guru Besar Pendidikan Agama Islam ini, pola dakwah yang masih dominan cenderung bersifat instruktif. Pendakwah berbicara, sementara generasi muda hanya diposisikan sebagai pendengar. Padahal, kebutuhan utama anak muda saat ini adalah merasa didengar, bukan sekadar mendengar.
“Jadi bagaimana kita menanamkan keberagamaan kepada anak muda tetapi tidak menggurui. Kita seringkali mengajak anak-anak menjadi baik, kadang-kadang tidak nyambung dengan kehidupan mereka,” kata Mu’ti.
Ia menilai, agar dakwah dapat diterima, pendakwah perlu menyesuaikan gaya penyampaian dengan bahasa, tampilan, serta pengalaman hidup anak muda. Dengan begitu, pesan agama terasa dekat dan relevan. “Allah itu kan mengutus Rasul sesuai bahasa kaumnya. Agar degenerasi agama tidak terjadi, maka kita harus menjadi pendengar yang penuh empati, dekat dengan mereka,” imbuh Mu’ti.
Mu’ti juga menyinggung model dakwah Kiai Ahmad Dahlan sebagai teladan bagi warga Muhammadiyah. Menurutnya, pendekatan yang akrab dengan anak muda terbukti meningkatkan efektivitas dalam menyampaikan nilai agama.