Dari Seruling Padang hingga Pop Islami: Tafsir Panjang tentang Musik dalam Islam
Miftah yusufpati
Kamis, 13 November 2025 - 16:00 WIB
Dalam pandangan Islam, musik bukan sekadar hiburan. Ia adalah cermin rasa keindahan yang diakui Al-Quran. Ilustrasi: Ist
LANGIT.ID-Di sebuah ruangan sunyi di Al-Azhar, Kairo, pada awal 1990-an,Syaikh Yusuf al-Qardhawi menulis kalimat yang kini menjadi salah satu refleksi paling terkenal dalam dunia Islam modern: “Keindahan itu ada yang bisa dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan ditangkap oleh indra lainnya.”
Dalam bukunya Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah(Citra Islami Press, 1997), Qardhawi menegaskan bahwa seni—termasuk musik—adalah bagian dari fitrah manusia untuk merasakan keindahan. Namun, seperti semua hal dalam Islam, ia tidak lepas dari bingkai etika. “Pertanyaannya bukan apakah musik itu haram atau halal,” tulis Qardhawi, “tetapi bagaimana manusia menempatkannya agar tidak melanggar nilai-nilai moral.”
Pandangan Qardhawi bukan muncul di ruang hampa. Dalam sejarah Islam, musik menempati posisi yang kompleks. Di satu sisi, banyak ulama yang mengakui keindahan suara sebagai bagian dari nikmat Allah. Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW pernah membiarkan dua gadis bernyanyi dengan rebana pada hari raya. Ketika Umar bin Khattab hendak menegur, Nabi berkata, “Biarkan mereka, wahai Umar. Ini hari raya.”
Namun, di sisi lain, muncul pula peringatan keras terhadap musik yang melalaikan. Imam Ibn Taymiyyah dalam Majmu’ al-Fatawa(jilid 11) menyebut musik dapat menjadi “pintu syahwat” jika tidak dikendalikan oleh akal dan iman. Senada, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddinmengambil posisi tengah: musik dibolehkan jika membawa ketenangan dan menguatkan spiritualitas, tetapi terlarang jika menimbulkan kelalaian.
“Musik adalah cermin hati,” tulis Al-Ghazali. “Jika hatimu bersih, maka musik menambah kebeningannya. Jika hatimu kotor, maka musik menambah kegelapannya.”
Dari Seruling Padang ke Pop Islami
Dalam sejarah peradaban Islam, musik tidak pernah benar-benar absen. Di Andalusia, Ziryab—seorang musisi keturunan Persia abad ke-9—memadukan seni, ilmu, dan adab, mendirikan sekolah musik yang menjadi fondasi bagi teori musik Barat modern. Di dunia Timur, tradisi qasidah, nasyid, dan samā’ sufi berkembang sebagai ekspresi cinta kepada Tuhan.
Dalam bukunya Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah(Citra Islami Press, 1997), Qardhawi menegaskan bahwa seni—termasuk musik—adalah bagian dari fitrah manusia untuk merasakan keindahan. Namun, seperti semua hal dalam Islam, ia tidak lepas dari bingkai etika. “Pertanyaannya bukan apakah musik itu haram atau halal,” tulis Qardhawi, “tetapi bagaimana manusia menempatkannya agar tidak melanggar nilai-nilai moral.”
Pandangan Qardhawi bukan muncul di ruang hampa. Dalam sejarah Islam, musik menempati posisi yang kompleks. Di satu sisi, banyak ulama yang mengakui keindahan suara sebagai bagian dari nikmat Allah. Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW pernah membiarkan dua gadis bernyanyi dengan rebana pada hari raya. Ketika Umar bin Khattab hendak menegur, Nabi berkata, “Biarkan mereka, wahai Umar. Ini hari raya.”
Namun, di sisi lain, muncul pula peringatan keras terhadap musik yang melalaikan. Imam Ibn Taymiyyah dalam Majmu’ al-Fatawa(jilid 11) menyebut musik dapat menjadi “pintu syahwat” jika tidak dikendalikan oleh akal dan iman. Senada, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddinmengambil posisi tengah: musik dibolehkan jika membawa ketenangan dan menguatkan spiritualitas, tetapi terlarang jika menimbulkan kelalaian.
“Musik adalah cermin hati,” tulis Al-Ghazali. “Jika hatimu bersih, maka musik menambah kebeningannya. Jika hatimu kotor, maka musik menambah kegelapannya.”
Dari Seruling Padang ke Pop Islami
Dalam sejarah peradaban Islam, musik tidak pernah benar-benar absen. Di Andalusia, Ziryab—seorang musisi keturunan Persia abad ke-9—memadukan seni, ilmu, dan adab, mendirikan sekolah musik yang menjadi fondasi bagi teori musik Barat modern. Di dunia Timur, tradisi qasidah, nasyid, dan samā’ sufi berkembang sebagai ekspresi cinta kepada Tuhan.