Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Selasa, 17 Juni 2025
home masjid detail berita

Idul Fitri Hari Kemenangan, Bukan Ajang Pamer

Muhajirin Jum'at, 21 April 2023 - 16:00 WIB
Idul Fitri Hari Kemenangan, Bukan Ajang Pamer
Hari raya Idul Fitri merupakan hari kemenangan, bukan ajang pamer.Foto/ilustrasi
LANGIT7.ID-, Jakarta- - Idul Fitri merupakan hari raya kemenangan umat Islam, bukan ajang pamer (narsisme) atau riya. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi Infokom MUI, Dr Thobib Al-Asyhar.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW secara implisit menegaskan puasa merupakan ibadah paling rahasia yang hanya diketahui pengamalnya dan Allah Ta’ala.

“Seluruh amalan kebaikan manusia akan dilipatgandakan menjadi 10 sampai 700 kali lipat. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa, sebab puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Ia (orang yang berpuasa) telah meninggalkan syahwat dan makannya karena-Ku’.” (HR Bukhari-Muslim)

Artinya, puasa mendidik manusia agar tidak riya (pamer) kepada orang lain. Apapun bentuknya. Baik harta, kemewahan, amal sosial, ibadah, liburan di tempat-tempat mahal, maupun perilaku lain. Ada hal-hal yang harus dan tidak perlu ada orang lain tahu. Tidak semua hal harus diketahui orang lain, bahkan pasangan sekalipun.

“Contoh sederhana, ibadah shalat malam (tahajud) yang kita lakukan, apakah perlu diberitahukan kepada orang lain? Jika niatnya beribadah kepada Allah, buat apa orang lain tahu?” kata Thobib di laman MUI, dikutip Jumat (21/4/2023).

Pada titik ini, selain hal-hal yang tampak dan perlu ditampakkan, dalam diri manusia ada hal tersembunyi dan harus disembunyikan. Itu untuk kebaikan manusia itu sendiri dan ibadah puasa dengan terang-benderang mengajarkan hal tersebut.

Sesuatu yang tampak dari diri manusia adalah perbuatan fisik yang tidak semuanya harus ‘ditampakkan’. Sementara, perilaku yang tak tampak adalah kerja-kerja pikiran dan hati. Apalagi menyangkut kerja-kerja spiritual, seperti beribadah dan berdoa.

“Bisa dibayangkan jika setiap orang ‘memperlihatkan’ atau memamerkan semua hal tentangnya. Apa jadinya jika setiap orang dapat ‘melihat’ isi pikiran dan hati orang lain? Dipastikan hal tersebut bisa menimbulkan perpecahan,” ujar Thobib.

Perilaku pamer (riya) sering dilakukan dengan menunjukkan foto narsistik di media sosial agar orang lain tahu. Fenomena ini biasa disebut flexing atau pamer kekayaan dan kemewahan gaya hidup dengan harapan mendapat pujian dari orang lain.

“Tahukan kita, perilaku pamer dan narsistik itu dikecam semua agama, apapun agamanya. Selain menodai nilai-nilai ketawaduan atau kerendahan hati, juga melukai hati mereka yang tidak mampu. Rasulullah SAW pernah mengingatkan agar kita tidak riya atas nikmat yang kita terima,” ungkap Thobib.

Mempeorleh nikmat saja bisa menimbulkan iri, apalagi pamer kemewahan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap nikmat (yang kita peroleh) ‘mengundang’ kecemburuan atau hasad dari orang lain.” (HR Thabrani)

Dosen Pascasarjana Psikologi Islam SKSG Universitas Indonesia (UI) itu menjelaskan, secara psikologis, orang yang suka memamerkan harta, kemewahan, dan semacamnya dikategorikan memiliki gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian narsistik merupakan penyimpangan dalam fungsi pribadi.

Narsistik disebut sebagai bagian dari mental disorder. Hal ini ditandai dengan beberapa ciri, di antaranya referensi bagi identitas diri berlebih terhadap orang lain. Artinya, orang lain selalu menjadi ukuran bagi dirinya, khususnya yang bersifat material.

“Selain itu munculnya penghargaan berlebihan terhadap diri sendiri. Tujuan hidupnya pun didasarkan pada ekspektasi orang lain dengan standar pribadi yang terlalu tinggi, agar bisa melebihi orang lain. Orang narsis juga kurang mampu untuk mengenali dan mengidentifikasi perasaan dan kebutuhan orang lain, serta hubungan yang dibangun dengan orang lain hanya diorientasikan pada diri sendiri,” ujar Thobib.

Lalu, bagaimana cara mengobati orang yang memiliki kepribadian narsistik? Selain terapi kognitif terkait pengayaan wawasan tentang kerendahan hati, perlu juga internalisasi nilai-nilai puasa. Itu agar tumbuh kesadaran bahwa bumi tidak dihuni seorang diri, tapi masih banyak orang yang membutuhkan empati dan kasih sayang.

Selain itu, upaya-upaya pengekangan seperti tidak boleh makan, minum, dan aktivitas seksual yang diajarkan puasa, seyogyanya unsur kendali jiwa rendah agar seseorang tidak terperosok ke jurang kehinaan.

“Manusia adalah mahluk ruhani, yang tidak sepantasnya memamerkan kemewahan apapun di hadapan manusia lain dengan niat mencari pengakuan atau pujian. Karena pujian hakiki hanya untuk Allah,” ungkap Thobib.

(ori)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Selasa 17 Juni 2025
Imsak
04:29
Shubuh
04:39
Dhuhur
11:57
Ashar
15:18
Maghrib
17:50
Isya
19:04
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
QS. Al-Jumu'ah:8 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan