LANGIT7.ID-, Jakarta- - Penggunaan cadar di kalangan muslimah terus menjadi topik hangat di Indonesia. Baru-baru ini, dua tokoh agama terkemuka, Ustadz Adi Hidayat dan Gus Baha, memberikan pandangan mereka tentang hukum dan praktik bercadar yang menarik untuk disimak.
Ustadz Adi Hidayat dalam ceramahnya menegaskan bahwa cadar bukanlah sekedar budaya Arab. Beliau menyatakan:
"Tidak ada satupun dari kalangan ulama, ahli-ahli fiqih yang mengatakan bahwa itu budaya di kalangan Arab. Cadar itu budaya, tidak ada pernyataan dari kalangan ulama manapun, dari ahli fiqih, dari para imam besar,” ujar dia dikutip Kamis (1/8/2024).
Menurut Ustadz Adi, penggunaan cadar justru merupakan bagian dari ibadah dan upaya menutup aurat. Beliau menjelaskan bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Arab jahiliyah tidak mengenal penggunaan cadar atau bahkan kerudung.
Dalam penjelasannya, Ustadz Adi menguraikan pendapat empat mazhab utama dalam Islam mengenai hukum bercadar. Mazhab Hanafi dan Maliki memandang cadar sebagai sunnah, namun bisa menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Sementara itu, mazhab Syafi'i cenderung lebih ketat.
"Pendapat madhab al-syafi'i, setiap perempuan yang hadir di depan ajnabi. Ajnabi yang bukan mahramnya. Orang-orang asing. Yang tidak terkait, terkelinda dengan hubungan kekerabatan yang mahram dengannya. Maka hukumnya wajib menutup seluruh tubuhnya. Termasuk mengenakan cadar," ujar dia.
Mazhab Hanbali bahkan lebih ketat lagi, mewajibkan menutup seluruh tubuh termasuk kuku.
Di sisi lain, Gus Baha mengangkat fenomena menarik di kalangan ulama Indonesia. Meski mayoritas bermazhab Syafi'i yang cenderung mewajibkan cadar, dalam praktiknya banyak yang mengikuti mazhab Hanafi yang lebih longgar.
"Prakteknya semua ulama Indonesia prakteknya madzhab hanafi. Jadi istrinya, anak-anak nya, santrinya jilbaban biasa, wajahnya kelihatan. Itu pakai Madzhab Hanafi," ujar dia.
Gus Baha menyebut fenomena ini sebagai "intiqol" atau pindah mazhab dalam praktik, meski tetap mengaku bermazhab Syafi'i.
Terlepas dari perbedaan pendapat, Ustadz Adi Hidayat menekankan pentingnya saling menghormati pilihan masing-masing muslimah. Beliau mengingatkan agar tidak mengolok-olok mereka yang bercadar, karena itu sama dengan mengolok-olok ibadah sunnah lainnya. Di sisi lain, beliau juga menasihati para pemakai cadar untuk tidak merasa paling shalihah.
"Demikian perempuan yang bercadar, jangan merasa paling mulia. Jangan merasa ahli surga. Tapi ajaklah yang lainnya supaya sempurna dalam penilaian Allah subhanahu wa ta'ala," ujar dia.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan keragaman pemahaman dalam Islam. Yang terpenting adalah kembali pada esensi menutup aurat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, bukan sekedar formalitas atau merasa lebih baik dari yang lain. Baik yang bercadar maupun tidak, hendaknya saling menghormati dan fokus pada peningkatan kualitas keimanan masing-masing.
(lam)