Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Selasa, 15 Oktober 2024
home edukasi & pesantren detail berita

Kenapa Nama Gus Dur Harus Dipulihkan?

tim langit 7 Rabu, 02 Oktober 2024 - 07:00 WIB
Kenapa Nama Gus Dur Harus Dipulihkan?
Pakar Hukum Tata Negara UNTAG Surabaya, Dr. Hufron, SH., MH
Dr. Hufron, SH., MH.,
Pakar Hukum Tata Negara UNTAG Surabaya,
Penulis Buku ‘Pemberhentian Presiden di Indonesia, antara Teori dan Praktek’.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru-baru ini mencabut Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pemberhentian Presiden Republik.Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ketetapan itu disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet dalam Sidang Paripurna MPR akhir masa jabatan Periode 2019-2024, Rabu (25/9).

Bamsoet mengatakan keputusan itu menindaklanjuti surat usulan dari Fraksi PKB, dan secara resmi diputuskan dalam Rapat Gabungan MPR pada dua hari sebelumnya pada Senin, 23 September 2024. Ketetapan ini bertujuan untuk memulihkan nama baik Gus Dur yang sempat tercoreng akibat proses politik yang menjatuhkannya dari kursi kepresidenan pada tahun 2001.

Baca juga:Nyai Sinta Nuriyah Minta Buku Pelajaran tentang Pelengseran Gus Dur Direvisi

Menurut saya, setidaknya ada 4 ( empat) alasan, mengapa nama baik Gus Dur perlu dipulihkan:

Pertama, karena Gus Dur diberhentikan/diturunkan dari jabatan presiden semata alasan politik, bukan alasan hukum. Setelah saya pelajari secara seksama, saya berani simpulkan bahwa pemberhantian Gus Dur tidak saja cacat substansi, tapi juga cacat prosedural.

Cacat substansi, berkaitan erat dengan alasan pemberhentian, yang melompat dari “Presiden patut diduga ikut berperan” dalam kasus bobolnya dana Yanatera, disamakan dengan “sungguh-sungguh melanggar haluan negara”.

Sedangkan cacat prosedural, yaitu menabrak Pasal 7 Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 jo. Pasal 33 ayat 3 Ketetapan MPR RI No. II/ MPR/2000, di mana waktu yang ditentukan dan diperlukan untuk memakzulkan Presiden KH Abdurrahman Wahid ada¬lah (6) enam bulan.

Akan tetapi praktiknya, MPR memberhentikan Presiden KH Abdurrahman Wahid hanya dalam waktu 4 (empat) bulan. Apakah negara sedang sedemikian darurat pada saat itu? Tidak! Jawabannya adalah karena semata¬-mata ambisi kekuasaan lawan-lawan politik Gus Dur. (vide buku Goro-goro Menjerat Gus Dur; 2020, 56 dan buku Pemberhentian Presiden di Indonesia; 2017, 259-267).

Dengan demikian pemberhentian presiden Gus Dur melalui Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pemberhentian Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid adalah inkonstitusional. Sehingga sangat beralasan hukum, apabila ketetapan MPR Nomor II Tahun 2001 tersebut dicabut.

Kedua, saya sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet bahwa Pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid melalui Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 6 secara sosiologis dan historis akan menjadi legacy besar bagi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2019-2024 dan keputusan MPR tersebut sebagai bagian dari penyadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional.

Ketiga, saya juga sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hitz , yang menilai MPR RI sudah sewajarnya memberikan apresiasi dan penghargaan kepada para presiden atau mantan presiden yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam berkontribusi untuk perjalanan bangsa.Terlepas adanya kekurangan dan kelebihan, mereka adalah seseorang yang patut kita hargai.

Keempat, pencabutan Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 dapat dijadikan dasar legalitas pengusulan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional. Meskipun secara sosiologis, kita tahu, sadar dan paham bahwa Gus Dur adalah Guru Bangsa, dan telah menjadi “pahlawan nasional “di hati masyarakat Indonesia.

Namun secara yuridis , rekognisi tersebut penting dan patut untuk diusulkan, karena Gus Dur adalah tokoh yang memiliki peran strategis dalam pembangunan demokrasi substantif di Indonesia.

Baca juga:Tanggapan Kemenag Terkait Lima Rekomendasi Pansus Angket Haji

Jasa-jasa berikut ini menunjukkan kontribusi signifikan Gus Dur terhadap Pembangunan demokrasi, hubungan negara dan agama, HAM, pluralisme dan toleransi. Berikut antara lain peran penting dimaksud:
a. Memperjuangkan Hak Kelompok Minoritas. Gus Dur dikenal sebagai pembela HAM yang gigih, memperjuangkan kebebasan
beragama dan hak-hak minoritas di Indonesia.
b. Mengubah Pemahaman Agama yang Eksklusif ke Inklusif. Gus Dur berusaha mengubah persepsi dari pemahaman agama yang
eksklusif menjadi inklusif. Ia menekankan bahwa pluralisme bukan masalah agama, melainkan masalah sosiologis dan
kemasyarakatan. Masing-masing agama bebas menjalankan ajarannya, namun tetap harus menjalin hubungan baik dengan
pemeluk agama lain. Gus Dur selalu membela hak-hak kelompok minoritas dan memperlakukan mereka sebagai warga negara
yang setara di mata hukum. Ia menentang keras segala bentuk diskriminasi dan berusaha menciptakan keharmonisan di tengah
kemajemukan masyarakat Indonesia.
c. Mencabut Inpres Diskriminatif terhadap Etnis Tionghoa. Ketika menjabat sebagai Presiden, Gus Dur tanpa ragu mencabut Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 yang diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Tindakan ini membuka pintu kemerdekaan/
kebebasan bagi etnis Tionghoa untuk merayakan tradisi dan budayanya termasuk Imlek yang kemudian ditetapkan sebagai hari
libur nasional.
d. Aktif dalam Dialog Antarumat Beragama. Gus Dur aktif terlibat dalam berbagai dialog dan forum yang mempromosikan demokrasi,
HAM, dan kerukunan antarumat beragama. Sikapnya yang terbuka dan bersahabat terhadap pemeluk berbagai agama menjadi
contoh nyata dari toleransi beragama dan penghargaan terhadap pluralitas. Meskipun menghadapi banyak tantangan dan hujatan,
khususnya dari kelompok Muslim konservatif, Gus Dur tetap konsisten memperjuangkan Islam yang damai, toleran, egaliter dan
demokratis. Pemikirannya yang progresif dan tindakannya yang berani menjadikannya sosok penting dalam menjaga pluralisme
dan hubungan yang harmonis antara agama dan negara di Indonesia.

Di samping itu, sudah jamak diketahui publik, bahwa Gus Dur juga mendapatkan atau menerima berbagai penghargaan internasional yang mengakui kontribusinya dalam bidang kemanusiaan dan hak asasi manusia. Berikut adalah beberapa penghargaan tersebut:

Ramon Magsaysay Award (1993) – Diberikan untuk kategori Community Leadership, penghargaan ini mengakui dedikasinya dalam memimpin dan melayani masyarakat.
Islamic Missionary Award (1991) – Diberikan oleh pemerintah Mesir sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam dakwah dan penyebaran Islam.
Bintang Mahaputera Utama (1998) – Penghargaan dari pemerintah Indonesia yang juga diakui di tingkat internasional.
Penghargaan dari Simon Wiesenthal Center (2009) – Diberikan atas upayanya dalam penegakan hak asasi manusia dan toleransi antarumat beragama.
Global Leadership Award dari Columbia University (2009) – Mengakui kepemimpinan Gus Dur di tingkat global.
Penghargaan-penghargaan ini mencerminkan dan membuktikan pengaruh Gus Dur dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan baik di tingkat nasional maupun level dunia.

Sebagai penutup saya kutipkan pendapat Foucault seperti di awal tulisan ini, “Each society has a regime of truth; a general politics of truth.” Setiap masyarakat memiliki rezim kebenaran sendiri, politik kebenaran umum”.

Pada rezim tertentu peristiwa tersebut dianggap sebagai kebenaran, akan tetapi pada rezim yang lain/berikutnya bukan dianggap sebagai kebenaran, adalah sangat tergantung pada tafsir politik rezim yang sedang berkuasa.(*)

(ori)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
right-1 (Desktop - langit7.id)
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Selasa 15 Oktober 2024
Imsak
04:06
Shubuh
04:16
Dhuhur
11:42
Ashar
14:47
Maghrib
17:49
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan