Pemerintah Dinilai Tak Serius Besarkan Perbankan Syariah
Muhajirin
Jum'at, 05 Agustus 2022 - 16:30 WIB
Bank Syariah Indonesia (foto: Antara)
Industri Perbankan Syariah memiliki harapan baru sejak lahirnya PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) pada 1 Februari 2021. BSI merupakan bank hasil merger antara PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah. Namun lebih dari setahun sejak kelahiran BSI, Pemerintah dinilai masih belum serius membesarkan perbankan syariah.
Direktur Lembaga RisetInstitute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono melihat kebijakan pemerintah secara umum sangat lemah dalam membesarkan perbankan syariah. Dalam 3 tahun terakhir, berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah minim visi membesarkan industri, bahkan berpotensi menggembosi.
Menurut Yusuf, Kebijakan konsolidasi dan merger 3 bank BUMN syariah pada 1 Februari 2021, meski signifikan meningkatkan aset BSI, namun dengan ketiadaan injeksi modal baru, aksi korporasi tersebut tidak memberi dampak langsung apapun pada upaya memperbesar pangsa pasar perbankan syariah.
Baca Juga:RUU Omnibus Law Sektor Keuangan Berpotensi Lemahkan Perbankan Syariah
“Pangsa BSI sendiri terhadap induk-nya, yaitu Mandiri, BNI dan BRI, juga rendah, hanya 6,1 persen per Desember 2021. Rencana akuisisi Unit Usaha Syariah (UUS) BTN oleh BSI juga terlihat minim visi membesarkan industri dimana opsi penggabungan dipilih semata untuk menghindari kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023,” ucap Yusuf Wibisono dalam diskusi publik IDEASTalk di Jakarta, Kamis (04/08/2022).
Yusuf menambahkan jika pemerintah serius mendorong kemajuan perbankan syariah, alih-alih secara sederhana hanya sekedar mengalihkan hak dan kewajiban UUS BTN kepada BSI, pemerintah seharusnya mendorong inisiatif konversi bank BUMN konvensional menjadi bank syariah, dalam hal ini yaitu Bank BTN.
“Dengan kata lain, menghadapi kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023, opsi progresif yang seharusnya dipilih pemerintah adalah mengalihkan hak dan kewajiban UUS BTN kepada BTN yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah,” beber Yusuf.
Direktur Lembaga RisetInstitute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono melihat kebijakan pemerintah secara umum sangat lemah dalam membesarkan perbankan syariah. Dalam 3 tahun terakhir, berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah minim visi membesarkan industri, bahkan berpotensi menggembosi.
Menurut Yusuf, Kebijakan konsolidasi dan merger 3 bank BUMN syariah pada 1 Februari 2021, meski signifikan meningkatkan aset BSI, namun dengan ketiadaan injeksi modal baru, aksi korporasi tersebut tidak memberi dampak langsung apapun pada upaya memperbesar pangsa pasar perbankan syariah.
Baca Juga:RUU Omnibus Law Sektor Keuangan Berpotensi Lemahkan Perbankan Syariah
“Pangsa BSI sendiri terhadap induk-nya, yaitu Mandiri, BNI dan BRI, juga rendah, hanya 6,1 persen per Desember 2021. Rencana akuisisi Unit Usaha Syariah (UUS) BTN oleh BSI juga terlihat minim visi membesarkan industri dimana opsi penggabungan dipilih semata untuk menghindari kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023,” ucap Yusuf Wibisono dalam diskusi publik IDEASTalk di Jakarta, Kamis (04/08/2022).
Yusuf menambahkan jika pemerintah serius mendorong kemajuan perbankan syariah, alih-alih secara sederhana hanya sekedar mengalihkan hak dan kewajiban UUS BTN kepada BSI, pemerintah seharusnya mendorong inisiatif konversi bank BUMN konvensional menjadi bank syariah, dalam hal ini yaitu Bank BTN.
“Dengan kata lain, menghadapi kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023, opsi progresif yang seharusnya dipilih pemerintah adalah mengalihkan hak dan kewajiban UUS BTN kepada BTN yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah,” beber Yusuf.