home masjid

Ketika Al-Qur’an Menafsirkan Kemiskinan: Gerak, Bukan Diam

Ahad, 12 Oktober 2025 - 06:12 WIB
Prof Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Di gang-gang sempit perkotaan, di ladang-ladang kering pinggiran desa, wajah kemiskinan hadir tanpa perdebatan. Tapi Al-Qur’an, kata M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an(Mizan, 1996), tak pernah berbicara tentang kemiskinan dengan bahasa statistik atau program sosial. Ia berbicara dengan nilai.

“Al-Qur’an bukan buku operasional,” tulis Quraish Shihab. “Ia kitab petunjuk yang bersifat global.”

Ayat-ayatnya tidak merinci cara mengentaskan kemiskinan sebagaimana manual pembangunan modern. Ia memberi arah, bukan instruksi teknis.

Dalam kamus, miskin berarti tak berharta, fakir berarti sangat kekurangan. Tapi dalam bahasa Arab, makna keduanya lebih dalam. Faqrberasal dari kata faqr — tulang punggung. Fakir, kata Shihab, adalah orang yang “patah tulang punggungnya” oleh beratnya beban hidup.

Sedang miskin berasal dari sakana — diam, tidak bergerak.

Ada perbedaan tafsir di kalangan ulama: sebagian mengatakan fakir lebih parah dari miskin, sebagian sebaliknya. Tapi Al-Qur’an tidak menetapkan angka atau ukuran tertentu. “Yang pasti,” tulis Quraish Shihab, “setiap orang yang memerlukan sesuatu adalah fakir atau miskin yang harus dibantu.”

Yusuf al-Qardhawi, dalam Fiqh az-Zakah, menegaskan:“Tidak dapat dibenarkan dalam masyarakat Islam ada seseorang — bahkan non-Muslim — yang lapar, tak berpakaian, dan tidak memiliki tempat tinggal.”
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya