home masjid

Menakar Waktu dalam Pandangan Al-Qur’an

Selasa, 04 November 2025 - 18:17 WIB
Waktu, tulisnya, adalah ujian kesabaran dan ketekunan ia menilai bukan seberapa lama manusia hidup, tetapi seberapa dalam ia hidup. Ilustrasi: Istock
LANGIT7.ID-Tidak ada hari yang datang tanpa membawa pesan. Begitulah ungkapan yang dikutip Malik bin Nabi dalam Syuruth an-Nahdhah—sebuah karya yang dibuka dengan kalimat menohok: “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru: ‘Putra-putri Adam, aku waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.’”

Kalimat itu, tulis Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an, memantulkan kesadaran spiritual yang mendalam tentang waktu—sebuah kesadaran yang kini nyaris hilang dalam peradaban yang menuhankan kecepatan tapi melupakan makna.

Malik bin Nabi menyebut waktu sebagai “sungai yang mengalir ke seluruh penjuru,” membangkitkan atau meninabobokan manusia. Airnya tidak pernah berhenti, meski manusia kerap lupa tengah hanyut di dalamnya.

Quraish Shihab mengingatkan, Al-Qur’an memberi posisi sakral bagi waktu. Tak terhitung ayat yang diawali dengan sumpah: Wa al-Lail(Demi malam), Wa an-Nahar(Demi siang), Wa al-Fajr(Demi fajar), Wa al-‘Ashr(Demi masa).

“Bersumpah dengan waktu,” tulisnya, “menunjukkan betapa pentingnya ia dalam pandangan Ilahi—karena di dalamnya seluruh amal manusia berlangsung.”

Waktu, dalam tafsir Quraish Shihab, bukan ruang kosong yang bisa diisi sesuka hati. Ia adalah amanah, wadah moral, dan batas eksistensi. Setiap detik adalah saksi, bukan sekadar lewat.

Empat Nama, Empat Makna
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya