LANGIT7.ID-Makassar; Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), marah besar dan geram karena merasa tanahnya dirampok. Ia turun langsung meninjau sebidang tanah yang menjadi pusat sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, pada Rabu, 5 November 2025. Sengketa hukum ini melibatkan dua perusahaan besar, PT Hadji Kalla milik keluarga JK dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, yang saling mengklaim kepemilikan atas lahan seluas 164.151 meter persegi atau 16,4 hektare.
Dalam kunjungannya, JK yang juga merupakan pendiri PT Hadji Kalla, terlihat mengenakan kemeja putih dan memantau langsung lahan sambil beberapa kali bertolak pinggang. Ekspresinya menunjukkan kekesalan atas persoalan hukum yang muncul terkait tanah yang diakuinya telah dibeli secara sah puluhan tahun lalu. Ia didampingi oleh CEO PT Hadji Kalla, Solihin Jusuf Kalla, dan Direktur Finance & Legal Kalla Group, Imelda Jusuf Kalla.
Di lokasi, JK secara tegas menuding PT GMTD telah merekayasa kasus sengketa tanah ini. Ia menyebut tindakan GMTD sebagai bentuk "perampokan" terhadap hak kepemilikan yang sah. "Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang (masuk) Makassar," ujar JK.
JK menegaskan bahwa lahan tersebut telah dimiliki PT Hadji Kalla secara sah dengan sertifikat resmi dan dikuasai selama 30 tahun. "Sertifikat, dibeli, tiba-tiba ada yang datang, merekayasa, segala macam. Sok-sokan, pendatang lagi, tiba-tiba merampok. Mereka omong kosong semua," katanya dengan nada kesal.
Ia juga menyoroti klaim GMTD yang menyatakan telah melakukan eksekusi atas lahan tersebut. Menurut JK, proses eksekusi itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum, seperti tidak adanya proses constatering atau pengukuran resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Dia bilang eksekusi. Di mana eksekusi? Kalau eksekusi mesti di sini. Syarat eksekusi itu ada namanya constatering, diukur oleh BPN yang mana. Yang tunjuk justru GMTD. Panitera tidak tahu, tidak ada hadir siapa, tidak ada lurah, tidak ada BPN. Itu pasti tidak sah," paparnya. JK menilai langkah GMTD tersebut sebagai kebohongan dan rekayasa hukum.
Lebih dari sekadar persoalan kepemilikan, JK menekankan bahwa kasus ini juga menyangkut harga diri masyarakat. "Ini kehormatan untuk orang Makassar, kehormatan untuk orang Bugis-Makassar. Yang punya tanah selama 30 tahun tiba-tiba ada yang datang merampok. Kehormatan kita semua," ucapnya.
Menanggapi persoalan ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan penjelasan terpisah. Ia mengonfirmasi bahwa proses eksekusi yang dilakukan memang belum melalui tahap constatering sehingga memerlukan pengukuran ulang. "Itu kan ada eksekusi pengadilan, konflik antara GMTD dengan orang lain, tiba-tiba dieksekusi dan proses eksekusinya itu belum melalui proses konstatering," ujar Nusron di Jakarta Selatan, Kamis (6/11).
Nusron mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Kota Makassar untuk mempertanyakan proses eksekusi tersebut. Ia juga menjelaskan kompleksitas sengketa ini, yang melibatkan dua masalah utama. "Pertama, ada gugatan PTUN dari saudara Mulyono. Nomor dua, di atas tanah tersebut ada sertifikat tanah HGB atas nama PT Hadji Kalla," tambahnya.
Dengan peninjauan langsung dan pernyataan kerasnya, JK menyampaikan pesan yang gamblang. "Saya mau lihat, saya punya tanah. Itu kesimpulannya," tandasnya kepada wartawan. Sengketa tanah yang melibatkan nama besar dan klaim sejarah ini kini menunggu penyelesaian hukum yang lebih lanjut.(*/saf)
(lam)