LANGIT7.ID-, Jakarta- - Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dalam arena ekspor, sebagaimana terungkap dalam laporan terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Data Agustus 2024 menunjukkan penurunan signifikan di berbagai segmen ekspor, menandakan potensi pergeseran dalam lanskap industri otomotif nasional.
Ekspor kendaraan bermotor roda empat atau lebih dalam bentuk completely built-up (CBU) mencatat penurunan 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya, dengan total 39.801 unit. Angka ini kontras tajam dengan kinerja Juli 2024 yang menunjukkan peningkatan 4,7% menjadi 40.401 unit dari 38.596 unit di Juni. Beberapa produsen utama mengalami penurunan signifikan, dengan Toyota dan Daihatsu turun 19,7%, Hino mengalami penurunan drastis sebesar 78%, dan Honda menurun 9,5%.
Meskipun menghadapi tren penurunan, beberapa merek masih menunjukkan performa yang relatif kuat. Toyota memimpin ekspor CBU dengan 12.884 unit, diikuti oleh Mitsubishi Motors dengan 8.400 unit, dan Daihatsu dengan 8.261 unit. Hyundai berhasil mengirimkan 6.688 unit, sementara Suzuki, Honda, dan Isuzu masing-masing mencatat pengiriman 1.476 unit, 1.168 unit, dan 706 unit. Wuling dan Hino mengikuti dengan 208 unit dan 10 unit.
Sektor completely knocked down (CKD) juga tidak luput dari tren penurunan. Ekspor CKD mengalami kontraksi tajam sebesar 26,4%, dari 5.796 set unit pada Juli menjadi 4.268 set unit di Agustus. Dari tiga merek pengekspor utama, Mitsubishi Motors memimpin dengan 3.056 set unit, diikuti oleh Hyundai dengan 720 set unit yang berhasil mempertahankan kinerja stabilnya, dan Suzuki dengan 492 set unit.
Ekspor komponen otomotif turut terkena dampak, mengalami penurunan 5% dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 16.697.401 pis. Toyota mendominasi dengan 15.582.981 pis, diikuti oleh Honda dengan 1.045.810 pis. Hino, Hyundai, dan Suzuki masing-masing menyumbang 59.259 pis, 6.951 pis, dan 2.400 pis.
Melihat kinerja selama periode Januari-Agustus 2024, tren penurunan menjadi semakin jelas. Total ekspor CBU turun 11,5% dibandingkan tahun lalu, mencapai 298.691 unit. Sementara itu, ekspor CKD mengalami kontraksi hingga 22,2%, dari 38.979 set unit menjadi 30.331 set unit. Ekspor komponen juga tidak luput dari perlambatan, mencatat penurunan 4,8% year-on-year.
Penurunan multi-sektor ini menimbulkan pertanyaan serius tentang daya tahan industri otomotif Indonesia di tengah ketidakpastian global. Faktor-faktor seperti fluktuasi permintaan pasar internasional, gangguan rantai pasokan, dan perubahan kebijakan perdagangan mungkin berkontribusi pada tren ini. Meskipun menghadapi tantangan, beberapa merek seperti Hyundai menunjukkan ketahanan, menandakan adanya peluang di tengah kesulitan.
Kemampuan industri untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kondisi pasar akan menjadi kunci dalam mempertahankan posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir otomotif utama di kawasan. Para pemangku kepentingan industri dan pembuat kebijakan perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan mungkin mempertimbangkan strategi baru untuk merevitalisasi sektor ekspor otomotif. Ini mungkin termasuk diversifikasi pasar, inovasi produk, dan peningkatan efisiensi produksi untuk mempertahankan daya saing di pasar global yang semakin menantang.
(lam)