LANGIT7.ID-DR.Aswandi, Dosen FKIP UNTAN sudah lama menulis artikel ini, namun, tulisan yang sangat inspiring ini layak untuk di publis kembali agar makin banyak dibaca dan mampu memotivasi masyarakat agar tetap memiliki sikap optimisme dalam menatap masa depannya. Berikut
tulisan yang inspiring ini:
LANSIA (Lanjut Usia) adalah sebuah istilah yang digunakan bagi seseorang ketika ia telah berusia 60 tahun ke atas. Jika ia berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka ia telah memasuki masa pensiun.
Sering kita temui, sebelum memasuki masa pensiun (lansia), seseorang sangat aktif, produktif dan berprestasi. Namun sayangnya, di saat pensiun mereka menjadi lemah dan kurang produktif, bahkan ada di masa menjelang pensiun semangat kerjanya menurun drastis sehingga yang tadinya banyak orang menghormati dan menghargainya berubah menjadi mengabaikannya seakan-akan sudah tidak berguna lagi. Seorang kepala Dinas di provinsi ini mengatakan kepada penulis, banyak SDM (personalia) menjelang lansia yang bekerja di instansi yang dipimpinnya sudah kehilangan semangat kerja. Ketika ditanya, mengapa mereka terlihat kurang bersemangat dalam bekerja?. Mereka menjawab, “ Untuk apa bekerja keras, tidak lama lagi saya memasuki usia pensiun (lansia). Ada yang mengatakan, di usia pensiun atau usia lanjut ini, mereka ingin menikmati masa tuanya, antara lain lebih banyak waktu untuk bermain bersama cucu-cucunya dan memperbanyak ibadah sebelum ajal menjemputnya. Kekelumit kisah di atas menggambarkan sikap pesimis para lanjut usia, semestinya di usia lanjut tersebut semangat untuk berkarya tidak menurun, di usia lanjut inilah justru kita temukan makna kehidupan yang sesungguhnya.
Myron J. Taylor mengatakan, “Muda atau tua tidak tergantung pada tanggal dalam satu masa, tetapi tergantung pada keadaan jiwa. Tugas kita bukan menambah usia pada kehidupan, melainkan menambah kehidupan pada usia”. Perhatikan, banyak anak muda (millenial) tanpa karya dan prestasi, demikian sebaliknya tidak sedikit anak muda (startup) sudah mencapai prestasi luar biasa jauh mendahului usianya. Dan tidak sedikit pula mereka yang sudah dewasa dan berpendidikan tinggi, namun tidak memiliki prestasi, tidak menapik bahwa banyak orang dewasa dan berpendidikan tinggi memiliki prestasi. Sekali lagi, fakta berkata bahwa untuk berprestasi tidak memandang usia. Janganlah usiamu menjadi ayat pembenar untuk memberi pembelaan kepadamu yang tidak mau dan malas bekerja.
Berikut ini penulis kemukakan beberapa contoh mereka para lanjut usia mencapai prestasi puncak: Copernicus ketika berusia 70 tahun (lansia) berhasil menerbitkan sebuah analisis tentang gerakan planet yang kemudian menjadi landasan bagi ilmu pengetahuan modern. Christopher Wren merampungkan Katedral St Paulnya di usia 79 tahun (lansia). Louis Pasteur memberikan suntikan pertamanya yang sukses melawan penyakit anjing gila di usia 62 tahun (lansia). Pablo Picasso terus melukis karya besarnya hingga wafat di usia 93 tahun (lansia). Negarawan Inggris Winston Churchill menjadi perdana menteri di usia 66 tahun (lansia). Mahatma Gandhi memenangkan kemerdekaan bagi India saat ia berusia 77 tahun (lansia). Sun Yat Sen 6demikian pula, belakangan ini Mahatir Muhammad mantan Perdana Menteri Malaysia ingin membuktikannya. Kolonel Sanders, pemilik Kentucky Fried Chicken yang terkenal di seantero dunia hingga saat ini mengawali bisnis ayam gorengnya justru setelah memasuki usia pensiun dari pekerjaannya. Para ulama dengan segala keterbatasan fasilitas literatur dan alat tulis yang dimilikinya, hingga di usia lanjutnya mampu menghasilkan kitab-kitab klasik yang masih menjadi referensi atau rujukan hingga saat ini. Para akademisi seperti Prof. Morris dan Profesor Stephen Howking, seorang fisikawan, Prof. Fazlurrahman (cacat dan sakit-sakitan di usia lanjutnya), namun mereka mampu menghasilkan karya ilmiah bereputasi dunia, dan masih banyak para ilmuan lansia lainnya mampu menghasilkan karya besarnya pada saat menjelang wafatnya, sementara kita para akademisi yang masih muda dan berpendidikan tinggi juga mencapai prestasi sekalipun tidak mencapai prestasi besar seperti mereka. Hebatnya kita, meskipun hidup tanpa karya dan prestasi, namun tenang-tenang saja. Masih berani berdiri di depan kelas dan duduk manis di depan laptop (computer) menasehati peserta didiknya. Apa mungkin para akademisi yang telah terpenjara pada “Zona Kenyamanan” ini mampu mewariskan karyanya untuk generasi berikutnya?.
Rahmi Dianty puteri penulis yang saat ini sedang studi PhD riset di Osaka University membagi pengalamannya, di negara matahari terbit ia sering menemui para lansia menjadi relawan mengajar anak-anak di rumah/ruang baca yang ada dimana-mana, dan banyak dosen berusia 70 tahun ke atas masih aktif melakukan penelitian dan publikasi serta mengajar, jarang melihat para lanjut usia (lansia) itu menganggur membuang-buang waktunya.
Hal yang sama penulis saksikan sendiri saat berada di Jepang, penulis seringkali melihat para lansia secara berkelompok (lima orang) melakukan patroli keamanan dan kebersihan di lingkungan sekitarnya sebanyak dua kali setiap harinya, yakni pada jam 10.00 dan jam 15.00. Hal yang sama penulis lihat sendiri di Beging, para lansia menjadi relawan membantu polisi lalu lintas menyeberangkan orang tua dan anak di jalan raya.
Lim (1998) dalam bukunya “Dare to Fail” mengemukakan bahwa terdapat 66% prestasi puncak dicapai oleh para lanjut usia (lansia), sementara hanya 34% prestasi puncak diperoleh oleh mereka berusia kurang dari 60 tahun.
Pertanyaannya, apa sesungguhnya kunci sukses mencapai prestasi di usia lansia?
Prof. Malik Fajar, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Dirjen Kelembagaan Kementerian Agama, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudaraan RI menasehati penulis, “Agar adinda Aswandi tidak mengalami masa pensiun, maka berusahalah menjadi penulis dan peneliti”.
Sekarang sedikit terungkap, misteri apa dibalik seorang penulis dan peneliti tersebut sehingga untuk berprestasi dua profesi ini tidak dibantasi oleh ruang dan waktu sekalipun telah berusia lanjut.
Rose dan Nicholl (2000) dalam bukunya “Accelerated Learning” mengutip hasil riset para ahli neurosains, patologi dan psikologi dimana menyimpulkan bahwa sejak usia 50 tahun sebagian orang mengalami penurunan yang cukup besar dalam kinerja mentalnya, sementara yang lain tetap atau bahkan meningkat. Terbukti yang mengakibatkan mereka berbeda adalah ransangan pada otaknya. Dengan kata lain, jika otak tua tetap diransang (memikirkan kembali realitas melalui membaca, menulis, mengamati dan mencoba), maka ia terus menciptakan hubungan dan sambungan penting antar sel di otaknya. Hubungan antar sel jauh lebih penting dari pada jumlah sel dalam otak”. Para penulis dan peneliti dalam kerjanya tidak bisa dilepaskan dari sambungan-sambungan sel-sel tersebut. Inilah jawaban misteri yang dimaksud.
Selain itu, kiat sukses di usia lansia, karena kehidupan di usia lanjut (lansia) itu direncanakan atau dipersiapkan dengan baik. Apa yang telah disediakan atau dipersiapkan pada usia mudanya tidak semata-mata untuk dinikmati sebagai barang konsumsif, melainkan fasiltas yang dipersiapkan itu berguna untuk memudahkan mereka agar terus bekerja.
Semua aktivitas di usia lanjut (lansia) sangat ditopang oleh kondisi fisik yang prima, yakni bugar dan sehat. Tanpa fisik yang sehat tidak mungkin dapat beraktivitas dengan efektif. Penulis lihat sendiri, dibanyak negara maju, seperti Jepang, China, Prancis, Spanyol, sekalipun jalan raya sempit, namun di kiri-kanan jalan pada umumnya tersedia jalur bagi pejalan kaki, tidak sedikit rakyatnya menggunakan jalur jalan tersebut, baik di siang maupun di malam hari.
Mari tetap bersemangat, sekalipun sudah berusia lanjut, kita bisa!( Dr Aswandi Dosen FKIP UNTAN)
(lam)