LANGIT7.ID-, Surabaya- - KH Ahmad Sahal merupakan salah satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo bersama 2 orang lainnya KH Zainuddin Fananie dan KH Imam Zarkasyi.
Ia adalah putera kelima dari Kyai Santoso Anom Besari. Ahmad Sahal lahir di Desa Gontor Ponorogo, Jawa Timur pada 22 mei 1901.
Ahmad Sahal sudah berkelana ke berbagai pondok pesantren sejak usia 17 tahun. Ia banyak mengenyam pendidikan pesantren di Ponorogo dan Pacitan.
Trimurti Pendiri Ponpes Gontor: KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fananie, KH Imam Zarkasyi (ist)Ahmad Sahal menghabiskan pendidikan dasarnya di Sekolah Rendah (Vervolk School) atau Sekolah Ongko Loro. Setelah tamat, dia melanjutkan ke sejumlah pesantren antara lain pondok pesantren Kauman Ponorogo; pondok Joresan Ponorogo; pondok Josari Ponorogo; Pondok Durisawo Ponorogo; Siwalan Panji Sidoarjo; Pondok Termas Pacitan.
Setelah menjelajah berbagai kitab di berbagai Pondok pesantren, Ahmad Sahal masuk ke sekolah Belanda Algemeene Nederlandsch Verbon (sekolah pegawai di Zaman penjajahan Belanda) pada 1919-1921.
Hidup sebagai orang dengan banyak ilmu agama, Sahal dipercaya untuk menghadiri Kongres Ummat Islam di Surabaya. Ia berangkat sebagai utusan Madiun.
Baca juga:
Ijazah Kiai Gontor ke Santrinya: Lanjutkan Main Bola!Setelah pulang dari kongres, pada 20 September 1926, Sahal membulatkan tekad untuk membuka kembali pesantren dengan nama Pondok Gontor.
Sahal bersama dua saudaranya KH. Zainudin Fananie, dan KH. Imam Zarkasyi menghidupkan kembali Gontor. Mereka bertiga kemudian dikenal dengan tiga bersaudara trimurti pendiri Pondok Modern Gontor
Dan pada tahun yang sama membuka kembali Pondok Gontor dengan program pendidikan yang dinamakan 'Tarbiyatu-l-Athfal.
Tarbiyatu-l-Athfal merupakan pendidikan untuk anak-anak. Tak butuh waktu lama, program tersebut langsung populer dan menyedot banyak perhatian masyarakat luar Gontor.
Baca juga:
Kisah KH Miftachul Akhyar Jadi Ulama Besar, Pernah Didiamkan Abah karena Berhenti Mondok"Setahun kemudian mendirikan Pandu Bintang Islam dan klub olah raga dan kesenian yang diberi nama “RIBATA” (Riyadhatu-l-Badaniyah Tarbiyatu-l-Athfal)," tulis laman Gontor.
Kemudian pada 1929, Sahal mendirikan kursus Kader dan Barisan Muballigihin yang berakhir hingga tahun 1932.
Tahun 1932, Sahal membuka Sullamul Muta’allimin, sebagai jenjang pendidikan di atas Tarbiyatul Atfal. Lewat jalan itu, Sahal ingin mencetak lulusan-lulusan berbobot yang mampu mengambil peran di tengah masyarakat.
Sullamul Muta’allimin dibuat karena Sahal menyaksikan betapa banyak lulusan Tarbiyatul Atfal yang bersemangat melanjutkan belajar ke tahap yang lebih tinggi.
Pembelajaran di tingkat Sullamul Muta’allimin lebih kompleks. Mulai dari fikih, hadis, tafsir, terjemah Al-Qur’an, pidato, diskusi, ilmu jiwa, sampai ilmu pendidikan. Tak hanya itu, para santri juga dibekali dengan keterampilan terapan berbagai bidang. Seperti seni, olahraga, gerakan kepanduan, dan lain-lain.
Pada tahun 1935 beliau mengetahui Ikatan Taman Perguruan Islam (TPI), yaitu suatu ikatan sekokolah-sekolah yang didirikan oleh alumni-alumni Tarbiyatul Atfal di desa-desa sekitar gontor.
Pada tahun 1937 mendirikan organisasi pelajar Islam yang di beri nama “Raudlatu-l-Muta’allimin”. Selain itu beliau juga mendirikan dan memimpin Tarbiyatu-l-Ikhwan (Barisan Pemuda) dan Tabiyatu-l-Mar’ah (Barisan Wanita).
Dalam kurun waktu tiga tahun, pondok yang didirikan Sahal memiliki kurang lebih 300 santri yang berasal dari berbagai wilayah. Bahkan menjadi lebih dari 500 santri pada tahun ketujuh.
Pada tahun 1977 tanggal 9 April tepat jam 19.00 WIB beliau wafat menghadap Allah. (
diolah dari berbagai sumber)
(ori)