LANGIT7.ID–Jakarta; Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menekankan pentingnya pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat. Pernyataan ini disampaikan saat menerima audiensi dari International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia di Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta.
Pertemuan tersebut membahas pendekatan baru dalam konservasi warisan budaya melalui skema
Heritage Impact Assessment (HIA). HIA merupakan metode penilaian dampak terhadap
Outstanding Universal Value (OUV) dari suatu situs warisan budaya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, menghindari, dan memitigasi dampak lingkungan, sosial, serta budaya dari rencana pembangunan sebelum proyek dijalankan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Fadli Zon menekankan pentingnya pendekatan yang berorientasi pada manfaat masyarakat.
“Saya berharap ekonomi budaya di sekitar warisan budaya itu semakin maju dan jangan dimatikan. Situsnya perlu kita lindungi, tapi jangan sampai mematikan ekonomi masyarakatnya. Di banyak tempat seperti Macau, ada banyak gedung atau toko di sekitar situs budaya, dan itu tidak masalah,” ujar Menteri Fadli dalam keterangannya, dikutip Jumat (9/5/2025).
Dirinya menambahkan bahwa
heritage memang sangat perlu untuk dilindungi. Namun, Menbud berharap upaya pelestarian ini jangan menjadi
barrier atau pembatas, khususnya bagi investasi. Undang-undang justru menyebutkan bahwa
heritage harus dikembangkan dan dimanfaatkan.
“Kita juga harus terus evaluasi. Contohnya seperti di Sangiran, setelah ditetapkan sebagai warisan budaya, masyarakat di sana tidak bisa memanfaatkan tanahnya. Kemudian untuk di Borobudur misalnya, pengunjungnya hanya 1.200 orang dan ini bisa kita tingkatkan lagi kedepannya. Kemarin kita juga mendengar dari para pedagang di pasar sekitar yang mengeluh karena tidak mendapatkan manfaat. Ini berarti ada sesuatu yang salah. Kita harus kembalikan agar masyarakat sekitarnya bisa hidup dan merasakan manfaat dari
heritage yang ada.” ungkap Menbud.
Lebih lanjut, Menteri Fadli menekankan pentingnya menjadikan HIA sebagai instrumen hukum yang mengikat, bukan sekadar rekomendasi atau wacana.
“Mari kita bahas HIA dalam semangat menjaga, tapi juga memberikan keseimbangan manfaat dari
heritage bagi masyarakat sekitar. Kita perlu diskusikan bagaimana HIA ini bisa menjadi bagian dari regulasi, bukan hanya imbauan atau wacana,” pungkasnya.
Dari pihak ICOMOS Indonesia, Punto Wijayanto menjelaskan bahwa HIA dirancang untuk memberikan kejelasan dalam pembangunan di kawasan warisan budaya, serta memberi rasa aman bagi investor. HIA akan memberikan rekomendasi berbasis keseimbangan antara konservasi dan pembangunan.
“Tentu HIA akan memberikan input kepada Kementerian/Lembaga terkait dalam memberikan perizinan di sekitar warisan budaya yang ada,” ucapnya.
Pertemuan ini turut dihadiri oleh Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kebijakan Kebudayaan, Masyitoh Annisa Ramadhani; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis; Direktur Warisan Budaya I Made Dharma Suteja, serta anggota ICOMOS Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, Menteri Kebudayaan mendorong agar HIA ini dikaji kembali secara lebih mendalam bersama Direktorat Warisan Budaya Kementerian Kebudayaan untuk dirumuskan menjadi regulasi berbentuk Peraturan Menteri sebagai acuan resmi pelaksanaan ke depan.
(lam)