Kader Aisyiyah di Serang Bawa Perubahan Besar Lewat Bank Sampah Digital

LANGIT7.ID-Jakarta; Pada Sabtu (13/9), Gerakan Subuh Mengaji menghadirkan cerita penuh inspirasi dari seorang kader ‘Aisyiyah, Desty Eka Putri Sari. Ia dikenal sebagai sosok di balik lahirnya Bank Sampah Digital di Serang, Banten—gerakan yang tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga menghidupkan ekonomi keluarga, khususnya bagi kaum perempuan.

Melansir dari situs Muhammadiyah, sepulang dari Belanda pada 2020, Desty bersama suaminya menetap di Kabupaten Serang. Ia terkejut melihat kondisi kampungnya dipenuhi tumpukan sampah menggunung di area gapura. “Kondisinya sangat kotor dan kumuh. Kami bahkan malu mengundang teman ke rumah,” ujar dia dalam keterangannya, Kamis (18/9/2025).

Dari rasa risih itu lahirlah semangat untuk mencari jalan keluar.

Dengan restu ketua RT, ia menyurvei 100 rumah warga. Mayoritas warga mengaku tidak nyaman dengan kondisi lingkungan, tetapi tidak memiliki pilihan lain selain menimbun sampah di lahan kosong atau membakarnya. Dari hasil itulah, Desty mulai mengusulkan sistem jemput sampah dengan iuran Rp20.000 per bulan.

Meski awalnya dianggap mahal, ia menekankan bahwa biaya itu setara dengan kebiasaan merokok harian. “Kalau nabung Rp500 per hari, sebulan sudah cukup untuk retribusi,” katanya.

Perlahan, warga menerima gagasan tersebut dan layanan jemput sampah resmi berjalan.

Keberanian Desty menggerakkan warga membuatnya dipercaya menjadi sekretaris RT. Dari posisi itu, ia melangkah lebih jauh dengan merintis Bank Sampah Digital di tengah pandemi COVID-19, ketika banyak kepala keluarga kehilangan pekerjaan. Bank Sampah ini kemudian berkembang pesat: dari satu komunitas kecil menjadi 265 unit di wilayah Serang Raya, melibatkan hampir 5.000 nasabah individu dan lebih dari 10.000 partisipan—98 persen di antaranya perempuan.

Sejak berdiri, lebih dari 715 ton sampah berhasil dialihkan dari TPA. Tabungan warga yang terkumpul pun mencapai Rp800–900 juta, dipakai untuk biaya sekolah, tabungan kurban, hingga Tunjangan Hari Raya. Operasional Bank Sampah Digital memanfaatkan pencatatan berbasis aplikasi dan promosi media sosial, meski sistem manual tetap dipakai untuk warga yang belum terbiasa dengan teknologi.

Gerakan ini juga dibangun dengan sentuhan religius: warga diajak memandang menjaga lingkungan sebagai amanah, sekaligus menghindari perilaku tabzir dan israf. Dari sana lahir berbagai program sosial seperti sedekah sampah, lumbung pangan, hingga perputaran modal usaha yang telah membantu seratusan penerima manfaat, mulai dari pedagang kecil hingga keluarga rentan. Ribuan paket sembako, ratusan beasiswa yatim, dan puluhan ribu liter air bersih juga telah disalurkan.

Bank Sampah Digital turut berkontribusi pada agenda Sustainable Development Goals (SDGs), dari kesetaraan gender hingga kota berkelanjutan. “Pemilahan dari rumah adalah kunci. Kalau hanya mengandalkan TPA, cepat atau lambat akan penuh,” tegas Desty.

Meski tidak bergantung pada dana pemerintah, lembaga ini berdiri di bawah Yayasan Nurpurnama Mas Sidki dan CV Bank Sampah Indonesia, dengan legalitas dari Kemenkumham. Dana operasional didukung CSR dan jasa konsultasi. “Kami bukan profit-oriented, tapi profit dibutuhkan untuk menggerakkan roda lembaga,” jelasnya.

Pada 2023, Bank Sampah Digital pernah menyabet penghargaan bank sampah terbaik nasional ke-4. Namun, bagi Desty, apresiasi itu bukan tujuan akhir. “Kami hanya ingin bergerak menyelesaikan persoalan sosial dan lingkungan. Semoga ini menjadi jariah,” tutupnya.

Kisah Desty membuktikan bahwa perubahan lingkungan dan ekonomi bisa dimulai dari langkah kecil. Dari satu desa di Serang, kini lahir sebuah gerakan yang menginspirasi ribuan orang untuk hidup lebih bersih sekaligus berdaya secara ekonomi.