LANGIT7.ID, Jakarta -  Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan berhaji dengan metaverse hukumnya tidak sah. Namun demikian, platform realitas virtual tersebut dapat berguna sebagai sarana manasik haji.
MUI menilai, inisiatif yang dicetuskan Kerajaan Arab Saudi dengan menghadirkan platform metaverse untuk melihat maupun mengelilingi Kabah melalui virtual reality (VR) dapat diperlukan sebagai sarana simulasi ibadah haji. Sehingga sebelum berziarah langsung ke Mekkah, jamaah dapat mengenal seluk-beluk perjalanan haji.
"Platform itu harus dimaknai secara positif untuk memudahkan calon jamaah haji dan calon jamaah umrah untuk meng-‘eksplore’ lokasi-lokasi di mana nanti akan dilaksanakan aktivitas ibadah dengan mengetahui secara presisi di mana lokasi Kabahnya,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam di Jakarta, dikutip MUI digital, Selasa (15/2/2022).
Baca Juga: Arab Saudi Hadirkan Kabah Virtual, Tapi Bukan untuk Haji atau UmrahAsrorun mengatakan upaya digitalisasi dalam platform metaverse merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang bersifat muamalah. Artinya, teknologi itu dapat memudahkan para calon jamaah untuk mengenal lebih dalam lokasi-lokasi ibadah sebelum nantinya mereka pergi langsung ke Tanah Suci untuk berhaji.
“Mulai dari mana nanti tawafnya, kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat mustajab, di mana Maqam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad, kemudian di mana Rukun Yamani, dan di mana Mas’a. Maka dengan teknologi itu bisa lebih mudah dikenali sehingga tergambar oleh calon jamaah,” kata dia.
Baca Juga: Peristiwa Penting 14 Februari: Kelahiran KH Hasyim AsyariDengan demikian, kata Asrorun, melihat atau mengelilingi Kabah dengan menggunakan teknologi secara metaverse merupakan hal yang baik, tetapi tidak dapat dikatakan sedang berhaji karena tak memenuhi syarat-syarat haji.
Baca Juga: Kemenag: Masjid Tempat Strategis Perkuat Literasi Keagamaan(zhd)