LANGIT7.ID, Jakarta - Isu kedaulatan pangan bukan lagi hal baru di Indonesia, melainkan sudah menjadi permasalahan klasik yang belum tuntas hingga saat ini. Hingga usia kemerdekaan Indonesia ke-76, tidak dapat dipungkiri cita-cita berdaulat dalam pangan masih jauh dari kenyataan.
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Asep Saefuddin mengatakan, pihaknya meyakini sektor pertanian bisa menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan. Sehingga perlu adanya peningkatan kedisiplinan dalam hal memanfaatkan sumber kekayaan dipadukan dengan perkembangan teknologi.
“Selain itu, pendidikan juga penting kaitannya sebagai peningkatan mutu SDM yang bisa mendongkrak SDA. Tidak hanya pemerintah, tapi juga termasuk lembaga pendidikan dan riset, koperasi dan pihak terkait lainnya, seperti mahasiswa yang merupakan generasi milenial,” ujarnya di Webinar Mewujudkan Kedaulatan Pangan dengan Optimalisasi Sumber Daya Alam, Nilai Luhurm Kearifan Lokal, dan Budaya untuk Meraih Cita-cita Kemerdekaan, Senin (16/8).
Baca juga: Emil Salim: Kedaulatan Pangan Bergantung dari Tingkat Kesejahteraan PetaniMenurutnya, segala kekayaan alam yang ada di Indonesia saat ini sudah mampu menyokong kekuatan di sektor pertanian. Permasalahan yang ada saat ini ialah soal optimalisasi potensi yang ada tanpa terganggu oleh kepentingan politik.
Dalam hal mendongkrak kemaslahatan petani tidak dapat terwujud jika mereka masih dimarginalkan. Apalagi, permasalahan pandemi Covid-19 saat ini yang sebetulnya pemerintah bersungguh-sungguh dalam mendorong sektor kesehatan dan ekonomi untuk tetap bisa bangkit.
“Untuk bisa mendukung sektor pertanian lebih modern lagi, kita perlu ada kelembagaan yang disebut Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) yang bertujuan untuk moderninasi dari sisi kelembagaan, dan menganggulangi masalah lahan yang dikatakan sempit,” jelasnya.
Baca juga: Koperasi BUMR Dorong Penggunaan Kacang Koro Stop Impor KedelaiIndonesia saat ini tidak memiliki masalah dalam urusan komponen komoditas, tapi terkait kelembagaan saat ini yang masih belum tentu arah menjadi permasalahan tersendiri.
Koperasi masih dianggap kurang baik dalam mendorong perekonomian rakyat, khususnya dalam sektor pertanian sehingga perlu adanya perbaikan dari sisi kelemabagaannya. Namun, koperasi sebagai soko guru ekonomi di Indonesia harusnya bisa menjadi kekayaan sosial yang bisa diterima masyarakat.
“Kita juga perlu memanfaatkan apa yang ada di kampus atau pun lembaga riset dan dukungan dari generasi muda. Mereka harus mulai memahami pentingnya agropreuneur atau enterpreuneur berbasis pertanian. Sehingga ketika membangun kelembagaan seperti BUMR, itu harus dijalankan oleh pemuda yang melek teknologi dan manajemennya,” ujarnya.
Ia berharap adanya kemandirian ekonomi dapat mendorong sektor pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. Diikuti dengan teknologi yang mampu menciptakan daya saing dan mendorong kesejahteraan mereka.
(zul)