Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Kamis, 06 Februari 2025
home global news detail berita

Banyak Muncul Ormas Islam di Indonesia, Ini Penyebabnya

arif purniawan Selasa, 03 Januari 2023 - 04:00 WIB
Banyak Muncul Ormas Islam di Indonesia, Ini Penyebabnya
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng Dr KH Tafsir (foto: PWM Jateng)
LANGIT7.ID, Semarang - Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng Dr KH Tafsir mengatakan, pascawafatnya Nabi Muhammad SAW tidak ada pemimpin tunggal yang disepakati oleh seluruh umat Islam hingga saat ini.

Setelah masa kenabian dan kekhalifah usai, ada ulama-ulama besar seperti Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Hanafi, dan Imam Malik yang masing-masing diikuti oleh umat. Hal itu terjadi karena sebelum adanya Shahih Bukhari, dan lainnya, belum ada kodifikasi dan formalisasi hadist.

“Sejak dahulu hingga sekarang, umat Islam tidak pernah menyepakati tafsir resmi (tunggal) yang dipedomani umat Islam. Maka, hal ini menjadi legitimasi mengapa kemudian hari ini di tubuh umat Islam ada berbagai macam paham agama,” ujar KH Tafsir dikutip dari PWM Jateng.

Baca juga: MUI Umumkan Adanya 2 Aliran Sesat di Sulawesi Selatan

Karena tidak ada pemimpin tunggal yang disepakati oleh seluruh umat Islam, sehingga munculnya organisasi masyarakat, organisasi keagaamaan, menjadi alternatif untuk mengkoordinir umat meskipun dengan keragaman fikih dalam banyak hal.

“Sehingga kalau tidak ada NU dan Muhammadiyah, bisa jadi umat Islam di Indonesia hanya akan diurusi oleh takmir masjid. Jika hanya diurusi oleh takmir masjid, maka tidak akan muncul Universitas Muhammadiyah, Rumah Sakit Muhammadiyah, dsb,” kata Kiai Tafsir.

Meski demikian, menurutnya adanya ijtihad Muhammadiyah tidak boleh dipergunakan untuk menyalahkan ijtihad NU, begitupun sebaliknya.

Apakah dengan adanya ijtihad yang dilakukan Muhammadiyah, jamaah Muhammadiyah bisa seragam? Jawabannya adalah tidak!. KH Tafsir mengatakan jemaah menerapkan ijtihad pada kondisi sosio-kulturnya masing-masing.

Dia mencontohkan bahwa implementasi paham agama di daerah Pantai Utara (Pantura) dengan di daerah Pantai Selatan (Pansel) akan cukup berbeda. Hal ini disebabkan sosio-historis dari masing-masing daerah.

“Pantura sebagai jalur kiai dan wali, paham agamanya sangat mapan dengan kulturnya. Berbeda dengan Pansel yang merupakan jalur priyayi, yang aman tidak terlalu kuat paham agamanya, sehingga kadang mudah goyah,” ungkap Kiai Tafsir.

Hal tersebut yang menjadikan mengapa paham fikih Muhamamadiyah pada tataran implementatif tidak seragam.

Salah satu contohnya, ia diminta oleh salah satu ranting Muhammadiyah. Di sana ia dibisiki oleh salah seorang tokoh bahwa di sana ketika melaksanakan salat Idul Fitri, ketika takbir tidak mengangkat tangan.

Lantas dia bertanya mengapa demikian, kemudian tokoh tersebut menjawab bahwa mereka meyakini jika dalil takbir ketika pelaksanaan salat Idul Fitri tidak disertai dengan mengangat tangan.

Kemudian selepas salat Ied tersebut, ia melihat bahwa para jamaah saling bersalaman sambil bersalawat, kemudian ia menananyakan kenapa bersalaman sambil salawatan, lantas tokoh setempat menjawab, “Dari pada sepi pak Kiai.”

Baca juga: Makna Ayat Terakhir Surat Al Baqarah, Doa saat Hadapi Masalah

“Inilah beragama, awalnya seperti “yak-yako” sesuai Qur’an Hadis, namun di akhir menjadi kultural sekali,” kata Kiai Tafsir menanggapi fenomena tersebut.

Kemudian, dia mencontohkan lagi, jika ada seorang Muslim di Semarang yang meninggal, maka akan diselenggarakan yasin tahlil selama tiga hari pascakematiannya. Namun berbeda di sebuah ranting Muhammadiyah di Magelang, bahwa pascakematian akan diselenggarakan semaan Qur’an selama 7 hari berturut-turut.

Menurut KH Tafsir hal tersebut merupakan kreativitas fikih kultur keagamaan. Karena beragama tidak bisa lepas dari syariah, fikih dan budaya keagamaan. Pada level syariah tidak ada perdebatan, tapi sampai di level fikih dan budaya keagamaan perdebatannya luar biasa, dan itu tidak akan selesai. Hal ini terjadi pada semua agama tidak hanya Islam.

“Muhammadiyah menetapkan paham agama yang puritan. Tetapi puritan sepenuhnya juga tidak bisa. Sehingga tidak ada puritan yang pure (murni) kembali pada Qur’an dan hadis, tidak ada,” ucapnya.
Muhammadiyah memahami Qur’an dan Sunah sudah ditetapkan pada Muktamar di Jakarta, yakni pendekatan bayani burhani dan irfani.

“Kembali pada Qur’an dan hadis dengan pendekatan bayani (tekstual), Al-Qur’an dan Hadis dimaknai dari sisi penjelasan (dalil), burhani (rasional, ilmu, kontekstual). Al-Qur’an dan Hadis dipahami secara ilmiah menggunakan IPTEK, dan irfani (ruhani) yakni dipahami dengan pendekatan hati nurani, kepantasan, sehingga agama tidak hanya dipahami secara zahir (ayat) namun juga sisi spiritualitas (ruhaniyah),” jelas Kiai Tafsir.

(sof)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Kamis 06 Februari 2025
Imsak
04:28
Shubuh
04:38
Dhuhur
12:10
Ashar
15:27
Maghrib
18:20
Isya
19:32
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan