LANGIT7.ID-, Jakarta- - Buku "
Guyon Maton: Lucu Bermutu ala Muhammadiyin" karya Sekum Muhammadiyah Abdul Mu'ti dilaunching di Aula Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Sydney.
Peluncuran buku ini dilakukan saat Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersilaturahmi bersama Diaspora Indonesia yang berada di New South Wales, Australia.
Buku ini mendapat apresiasi dari Vedi Kurnia Buana, Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk New South Wales, Queensland, dan South Australia berkedudukan di Sydney.
Menurutnya, humor merupakan sesuatu yang sangat perlu. Jika menyampaikan sesuatu dengan nada yang baik bahkan dengan nada yang bercanda itu dapat diterima tanpa rasa sakit hati walaupun mungkin yang disampaikan itu sesuatu hal serius.
“Saya kira hal-hal yang bersifat menurunkan tensi juga sangat perlu, jadi pas sekali ini peluncuran buku Prof Mu’ti ini untuk menurunkan tensi, jadi kalau mau berdebat guyon ala maton aja lah, jadi nggak ada ribut-ribut,” ujarnya.
Baca juga:
Definisikan Ulang Peran Agama Hadapi Krisis Global, Ratusan Akademisi Internasional KumpulVedi tidak menampik adanya perbedaan-perbedaan yang sangatlah wajar, dinamika pasti ada, tapi Vedi melihat di Sydney semua masih dalam batas-batas toleransi, dialog kebangsaan masih sangat baik.
Diaspora merupakan modal yang sangat penting untuk menampilkan wajah Indonesia yang baik dengan berperilaku baik. Saling ingat mengingatkan itu penting namun dengan gaya bercanda akan dapat diterima dengan baik.
Mu’ti setuju dengan Konjen. "Bahwa kita bisa menyampaikan hal yang berat dengan cara yang ringan. Banyak persoalan yang bisa kita selesaikan dengan cara yang ringan," ucapnya.
Mu’ti juga mengakui, bangsa Indonesia itu selalu bisa menampilkan sesuatu yang berat itu menjadi sangat cair.
“Kelebihan Indonesia adalah memiliki social cohesion yang sangat kuat. Sepanjang menyampaikan paparan tentang bukunya dan ceramahnya, hadirin tidak jarang menyambut dengan gelak tawa yang meriuhkan seisi ruangan,” tuturnya.
Buku yang menjadi best seller dan sudah cetak ulang sebanyak lima kali itu berisi kumpulan 54 humor yang disampaikan Abdul Mu’ti di berbagai kesempatan ceramah ilmiah, pengajian dan media sosial.
“Kita ingin mengisi sela-sela yang memang agak kosong di publik ini. Meskipun sebetulnya bangsa kita ini bangsa yang lucu, lucu secara kultural memang bangsa kita terkenal dengan bangsa yang rileks, menyikapi masalah tanpa masalah,” tuturnya.
Sementara Muhammad Najib, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI di Canberra, mengatakan kehadiran buku ini sangat relevan untuk hari-hari ini.
Mengutip buku “
The Silent Language” karya Edward T Hall, Najib menyampaikan bahwa ada dua kultur dalam konteks komunikasi. Pertama, high context culture yaitu masyarakat yang berbicara secara simbolik dan tersirat. Kedua, yang sebaliknya, low context culture adalah masyarakat yang terbuka, apa adanya, dan blak-blakan. Contoh di Indonesia, masyarakat Jawa mewakili yang pertama yang mana melucu menjadi sulit.
Sedangkan yang kedua diwakili oleh masyarakat Betawi. Najib menduga bahwa Abdul Mu’ti yang notabene adalah orang Jawa menjadi lucu sejak pindah ke Jakarta yang mana mayoritasnya masyarakat Betawi.
Sebelum kegiatan tersebut, Abdul Mu’ti dan Muhammad Sayuti juga sempat bersilaturahim dengan warga Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales di Masjid Al-Hijrah, Tempe. Acara yang bertajuk ”Rembug Bersama Amal Usaha Muhammadiyah Sydney dan Peluncuran Buku Cerah Mentari di Ufuk Sydney”.
(ori)