LANGIT7.ID-, Surabaya- - Sebanyak 28 mahasiswa dari Jepang, Filipna, Thailand, Laos, Amerika, Swedia, Kanada, Mesir, Uzbekistan studi banding tentang kerukunan umat beragama di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS).
Mereka yang merupakan peserta program “CommTECH (Community and Technological Camp)” ITS Surabaya itu berkunjung ke MAS dengan didampingi M Haris Gigih Pratama MA dari Tim “International Office” ITS dan diterima langsung Ketua BPP MAS DR KHM Sudjak MAg di Ruang Perpustakaan MAS, Selasa.
“Tahun ini, program Commtech memang bertema kerukunan umat beragama dan mereka belajar tentang hal itu ke beberapa komunitas agama di Indonesia selama dua minggu, termasuk ke Masjid Al-Akbar,” kata M Haris Gigih Pratama MA, ketua rombongan.
Menurut Gigih, Masjid Al-Akbar dianggap komunitas penting, karena Indonesia adalah negara mayoritas Muslim. “Jadi, mereka ingin tahu bagaimana upaya Masjid Al-Akbar merawat kerukunan umat beragama,” katanya.
Baca juga:
Gus Baha: Mukjizat Nabi Muhammad Tak Seperti Nabi SebelumnyaSelain ingin tahu bagaimana kelompok mayoritas Muslim merangkul minoritas di Masjid Al-Akbar, puluhan mahasiswa asing itu juga ingin tahu kontribusi Masjid Al-Akbar untuk masyarakat sekitar, terutama masalah lingkungan (green) dan ekonomi (festival ekonomi).
Menjawab keingintahuan itu, Ketua Badan Pelaksana Pengelola (BPP) MAS DR KHM Sudjak MAg menjelaskan MAS yang dibangun tahun 1995 dan diresmikan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun 2000 itu
memiliki “tagline” yakni “Masjid Ramah untuk Semua” atau Islam Rahmatan lil alamin.
“Jadi, Masjid Al-Akbar itu Ramah untuk Semua, karena itu masjid ini memiliki komunitas lansia, komunitas ibu-ibu atau emak-emak, komunitas GenZI (Generasi Z Islami), dan komunitas semua usia, termasuk ramah untuk non-muslim,” katanya.
Tentang Ramah untuk Non-Muslim itu, ia menjelaskan kelompok non-muslim bisa bertamu secara bebas ke Masjid Al-Akbar, asalkan mengenakan pakaian yang pakaian menyesuaikan dengan peraturan dalam Islam. Selain itu, Masjid Al-Akbar yang bertetangga dengan Gereja Katholik Mahakudus juga sering menjalin kerja sama.
“Kerja sama dengan pihak gereja itu, antara lain kerja sama dalam hal parkir, misalnya kalau Idulfitri, maka parkir di Masjid Al-Akbar tidak cukup, sehingga perlu lokasi parkir cadangan dengan meminjam halaman gereja. Sebaliknya kalau gereja punya acara besar juga bisa pinjam parkir di Masjid Al-Akbar,” katanya.
Ia menambahkan Masjid Al-Akbar sebagai masjid nasional juga tidak membedakan golongan dalam Islam, apakah NU, Muhammadiyah, dan lainnya, bahkan khotib (juru khutbah) dari semua kalangan juga bisa, asalkan inti ceramah adalah rahmatan lil alamin dan fokus pada materi ukhuwah (persaudaraan), termasuk ukhuwah wathoniyah (cinta NKRI/nasionalisme)
(ori)