BREAKING NEWS: Konflik Internal Memanas, Otoritas Palestina Gagal Kendalikan Militan di Kamp Pengungsi Jenin

LANGIT7.ID-Jakarta; Kamp pengungsi Jenin di wilayah Tepi Barat berguncang dalam sepekan terakhir. Suara tembakan dan dentuman senjata berat terus terdengar, diikuti ledakan-ledakan di lorong-lorong sempit pemukiman padat.

Serangan kali ini tak datang dari militer Israel yang biasa melakukan operasi anti-terorisme di wilayah tersebut. Pertempuran justru terjadi antara sesama Palestina - pasukan keamanan Otoritas Palestina melawan kelompok militan pro-Hamas yang menganggap pemerintahan Palestina telah "menjual diri" kepada Israel.

Otoritas Palestina yang didukung negara-negara Barat melancarkan operasi keamanan terbesar mereka dalam beberapa tahun terakhir. Operasi ini bertujuan membuktikan kemampuan mereka mengendalikan keamanan di Tepi Barat, sekaligus mencari legitimasi untuk mengambil alih kendali Gaza pasca perang.

Namun upaya tersebut justru memicu perlawanan lebih keras. Ribuan warga sipil terjebak dalam konflik berdarah ini. Militan masih menguasai sebagian besar wilayah kamp yang dihuni sekitar 25.000 pengungsi Palestina sejak 1948.

"Kami menolak Otoritas Palestina menumpahkan darah rakyatnya sendiri. Mereka hanya jadi boneka pendudukan Israel," ujar Nour Abdel Hadi (29) dalam aksi protes kecil menentang operasi tersebut.

Kelompok militan yang tergabung dalam Batalyon Jenin - termasuk Brigade Syuhada Al-Aqsa, Jihad Islam Palestina, dan Brigade Qassem - mengklaim mendapat dukungan Iran. Meski begitu, mereka menegaskan tidak berafiliasi dengan pihak luar.

"Iran memang membantu kami, tapi kami berjuang untuk Palestina," kata komandan militan Qais al Saa'di dalam wawancara eksklusif di markas mereka.

Seorang anggota Pengawal Kepresidenan Palestina tewas dalam baku tembak. Satu pemimpin militan dan tiga remaja, termuda berusia 14 tahun, juga menjadi korban. Kedua pihak saling menyalahkan atas jatuhnya korban jiwa.

Krisis kemanusiaan semakin parah. Air dan listrik terputus di sebagian besar kamp. Sampah menumpuk dan anak-anak tidak bisa bersekolah. UNRWA terpaksa menghentikan layanan kesehatan dan pendidikan.

"Kami tidak berani keluar rumah. Tembakan membabi buta ke segala arah," kata Umm Hani (74), pemilik toko sayur yang terjebak konflik bersama keluarganya.

Ahmad Tubasi, warga lainnya mengaku anak-anaknya trauma terkurung di rumah selama dua pekan. "Ibu saya yang sakit bahkan tidak bisa mendapat obat," ungkapnya.

Otoritas Palestina mengklaim telah berupaya bernegosiasi namun diabaikan. Warga mendesak dialog damai segera dilakukan sebelum konflik memakan lebih banyak korban.

Pertempuran di Jenin menambah daftar panjang korban jiwa tahun ini. Sebelumnya pada September lalu, serangan Israel di kawasan yang sama menewaskan 39 orang, termasuk sembilan militan berdasarkan data PBB.

"Perang kota adalah keahlian kami," tegas Al-Sa'adi memperingatkan pasukan keamanan Palestina. "Jika kalian masuk wilayah kami, kalian akan menghadapi nasib yang sama seperti Israel."