LANGIT7.ID-Jakarta; Peran strategis Arab Saudi dalam diplomasi internasional kembali mencuri perhatian dunia. Kerajaan ini berhasil memediasi berbagai konflik sensitif antara Amerika Serikat dan Rusia, mulai dari pembebasan tahanan perang hingga negosiasi tingkat tinggi. Meski berkontribusi signifikan dalam diplomasi global, upaya mediasi Arab Saudi sering kurang mendapat pengakuan dari sekutu lamanya di Barat.
Kesuksesan diplomasi Arab Saudi terlihat sejak 2022, saat Kerajaan berhasil memediasi pembebasan sepuluh tawanan perang dari wilayah konflik Ukraina. Dua warga Amerika termasuk dalam pembebasan ini, membuktikan kepiawaian Riyadh dalam negosiasi internasional tingkat tinggi.
Prestasi mediasi Arab Saudi berlanjut ketika Putra Mahkota Mohammed bin Salman berhasil menengahi pembebasan atlet WNBA Brittney Griner dari tahanan Rusia. Meski proses serah terima dilakukan di Abu Dhabi, peran Riyadh sangat sentral dalam kesepakatan ini. Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menggarisbawahi peran langsung Putra Mahkota dalam pembebasan ini.
Riyadh bersama Abu Dhabi kemudian mengeluarkan pernyataan resmi yang menyoroti kontribusi penting MBS dan Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed dalam kesuksesan pertukaran tahanan tersebut.
Prestasi mediasi Arab Saudi kembali terlihat saat berhasil membebaskan jurnalis Wall Street Journal Evan Gershkovich dari penahanan Rusia. Meski Amerika Serikat lebih memilih berterima kasih kepada negara-negara Eropa, Arab Saudi tetap konsisten menawarkan bantuan diplomatiknya.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan 2024 membuat berbagai pihak internasional menggandeng Arab Saudi untuk mengakhiri perang Ukraina. Menyadari dinamika kebijakan luar negeri AS yang bisa berubah drastis, Arab Saudi dengan cerdas mengambil posisi netral untuk menjaga hubungan dengan semua pihak.
Meski sempat dikritik AS dan dituduh pro-Rusia, Riyadh tetap konsisten dengan diplomasi seimbangnya. Tekanan AS agar Saudi mengubah kebijakan energi menjelang pemilu paruh waktu akhirnya berubah menjadi kerjasama. AS bahkan mencari dukungan Saudi untuk normalisasi hubungan dengan Israel, mengakui peran pentingnya sebagai stabilisator kawasan.
Sikap AS terhadap Arab Saudi berubah setelah pencabutan status teror Houthi dan penghentian penjualan senjata ke negara-negara Teluk terbukti merugikan. Menjelang akhir masa jabatannya, Biden justru mengajak Saudi memimpin koalisi melawan Houthi untuk mengamankan Laut Merah, meski saat itu serangan ke Arab Saudi sudah berhenti karena gencatan senjata.
Kini Arab Saudi tampil sebagai pemain kunci diplomasi global dengan pendekatan baru dalam hubungan internasional. Kerajaan ini dipercaya menjadi tuan rumah dialog penting antara pejabat AS-Rusia untuk memperbaiki hubungan yang rusak akibat perang Ukraina. Meski Singapura, Swiss, dan UEA menawarkan diri, kedua negara adidaya ini memilih Arab Saudi sebagai lokasi netral.
Prospek diplomasi Arab Saudi semakin menjanjikan dengan rencana KTT antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin di Riyadh, jika pembicaraan awal berjalan lancar.
Peran Arab Saudi sebagai mediator terus berkembang, memantapkan posisinya sebagai aktor penting dalam kompleksitas hubungan internasional.
Duta Besar Saudi untuk Amerika Serikat, Putri Reema bint Bandar, menegaskan komitmen negaranya dalam perdamaian global. Sepanjang sejarahnya, Kerajaan Arab Saudi konsisten menjadi jembatan dialog dan fasilitator perdamaian dunia, terutama dalam konflik Amerika-Rusia dan krisis Ukraina.
(lam)