LANGIT7.ID-Dubai; Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, tradisi ziarah ke tempat-tempat suci Islam di Arab Saudi mengalami perubahan signifikan. Bagi jutaan Muslim, mengunjungi Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah merupakan pengalaman spiritual sekali seumur hidup yang sangat berharga. Namun, fenomena baru telah muncul dalam beberapa tahun terakhir.
Kehadiran smartphone dan layanan internet berkecepatan tinggi yang disediakan kerajaan Arab Saudi telah mengubah cara peziarah mendokumentasikan momen sakral mereka. Apa yang dulu hanya tersimpan dalam ingatan pribadi, kini dapat direkam, dibagikan, dan menjadi konsumsi publik secara instan melalui berbagai platform media sosial.
Pergeseran budaya ini menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara teknologi modern dan kesucian ibadah. Sementara sebagian melihatnya sebagai cara alami untuk mengabadikan momen spiritual penting, pihak lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap esensi ibadah itu sendiri.
Selfie dan Dampaknya pada Ritual IbadahFenomena selfie telah meningkat drastis seiring dengan penggunaan smartphone yang semakin luas. Para peziarah kini kerap terlihat merekam diri mereka saat berjalan mengelilingi Kabah, berdiri di dekat Bukit Safa atau Marwa di Mekah, dan berpose dengan latar belakang kubah hijau Masjid Nabi di Madinah.
Namun, perilaku ini tidak tanpa konsekuensi. Banyak peziarah yang mengambil selfie dan merekam video selama Tawaf—ritual mengelilingi Kabah tujuh kali di Masjidil Haram Mekah—justru menciptakan hambatan bagi jemaah lain yang sedang melaksanakan Umrah. Hal ini mendorong kritik dari para ulama dan sebagian peziarah yang menganggap tren selfie tersebut sebagai perilaku yang lebih mencerminkan turis daripada pelaksana ibadah.
Kebijakan Otoritas dan Aturan PrivasiPihak berwenang Arab Saudi telah berulang kali menghimbau para peziarah untuk tidak terdistraksi dengan pengambilan foto, melainkan fokus pada ibadah mereka. Mereka juga meminta pengunjung masjid suci untuk menghormati kesucian tempat ibadah Islam dan mematuhi nilai-nilai moral saat mengambil foto.
Kementerian Haji dan Umrah juga telah mengeluarkan peringatan kepada pengunjung agar tidak merekam orang lain dalam bingkai foto mereka tanpa izin. Peringatan ini memiliki dasar hukum yang kuat, mengingat Undang-Undang Kejahatan Dunia Maya Arab Saudi sangat menjunjung tinggi hak privasi individu.
Pasal 3 Undang-Undang tersebut menetapkan hukuman penjara selama satu tahun atau denda hingga 500.000 Riyal Saudi bagi siapa saja yang menggunakan ponsel untuk mengambil gambar yang melanggar hak privasi orang lain dan kemudian memposting gambar tersebut di domain publik. Sanksi ini bukan sekadar ancaman kosong, seperti yang dialami beberapa peziarah India yang pernah ditangkap karena mengambil foto di dalam kawasan haram dengan bendera tricolor India serta poster Bharat Jodo Yatra dari Rahul Gandhi.
Keseimbangan antara kebebasan mendokumentasikan pengalaman pribadi dan menghormati kesucian tempat ibadah menjadi tantangan nyata di era digital ini. Sementara teknologi memungkinkan peziarah untuk berbagi pengalaman spiritual mereka dengan keluarga dan teman di seluruh dunia, penting untuk tidak melupakan tujuan utama ziarah itu sendiri—penghambaan kepada Allah dan pelaksanaan ibadah dengan khusyuk.
Fenomena ini mencerminkan dilema yang lebih luas dalam masyarakat modern: bagaimana mengintegrasikan teknologi ke dalam praktik-praktik tradisional tanpa mengurangi nilai sakralnya. Bagi para peziarah, mungkin diperlukan kesadaran lebih tinggi untuk menetapkan batasan pribadi tentang kapan menggunakan teknologi dan kapan sepenuhnya hadir dalam momen spiritual.
Dengan demikian, penggunaan smartphone di tempat-tempat suci Islam mungkin akan terus berlanjut, tetapi dengan kesadaran yang lebih besar tentang implikasi hukum, sosial, dan spiritual dari tindakan tersebut. Keseimbangan antara mendokumentasikan momen berharga dan menghormati kesucian ibadah menjadi kunci dalam menjalani ziarah di era digital ini. (*/saf/telanganatoday)
(lam)