Politik Merah Putih Presiden Prabowo Yang Tak Berimbang dan Peran Didit Memainkan Politik Selfie Selfie

LANGIT7.ID-Jakarta; Putra tunggal Presiden Prabowo Subiyanto, Didit Hediprasetyo menjadi salah satu ujung tombak diplomasi politik ayahnya dalam mengharmonikan hubungan politik dengan kelompok kelompok di luar jalur kekuasaan.

Peran itu sangat strategis karena bisa melengkapi "kekurangan" dalam pribadi Presiden yang saat ini seperti tidak leluasa bergerak dalam mengakselarasi berbagai kebijakan untuk menuju Indonesia emas.

Banyak contoh yang bisa didiskripsikapan, seperti tersandera oleh kelompok koruptor karena para koruptor juga memiliki bargaining yang kuat untuk tidak bisa disandra karena mereka memiliki akses dan jaringan yang kuat.

Terhadap upaya kristalisasi kekuasaan politik, Presiden juga bisa dinilai tidak bisa melakukan sepenuhnya karena masih banyak hambatan karena terjebak pada politik "balas budi" yang harus membawa konsukensi berat sebelah kepada kelompok A dan lemah kepada kelompok B.

Keberpihakan akibat politik balas budi ini memang cenderung tidak bisa memainkan "politik merah putih" karena formasi merah putih menjadi tidak berimbang, bahkan bisa disebut disparitasnya terlalu lebar.



Presiden faktanya tetap sebagai nahkoda dalam memimpin bangsa Indonesia. Tetapi politik merah putih yang tidak berimbang ini, bisa menjadi snowball fight dikemudian hari. Presiden sendiri tentu sangat bisa merasakan dampak dari politik merah putih yang tidak berimbang ini, paling tidak Presiden dihantui rasa tidak tenang dan tidak nyaman.

Di sinilah keberadaan Didit, satu satunya putra Presiden ini berperan untuk menyeimbangkan formasi politik merah putih. Didit menjadi figur yang fleksibel dan sangat luwes untuk memainkan peran ini meskipun hasilnya tidak bisa sempurna, namun peran Didit sangat membawa magnet yang bisa merekatkan elemen elemen bangsa yang memiliki pengaruh besar dalam fragmentasi politik nasional.

Seperti ketika Didit mengumpulkan para putra Presiden di ulang tahunnya yang kemudian selfie selfie menjadi sebuah wujud simbolisasi keseimbangan yang sangat berwarna karena semua putra Presiden hadir. Ada Yenny Wahid (putri Gus Dur), AHY (putra SBY), Puan Mahari ( putri Mega) ada Gibran (putra Jokowi), Ilham Habibie (putra Habibie) dan Titik Soharto yang tidak lain Ibunya Didit sendiri yang putri dari Presiden Soeharto.

Yang sangat menarik, pada momen lebaran, Didit secara khusus bersilaturahmi ke kediaman Ibu Megawati yang kemudian disambut hangat oleh Ibu Mega beserta Puan Maharani dan putrinya. Dalam silaturahmi lebaran ini lagi lagi Didit juga melakukan foto selfi selfie yang sebebarnya apa yang dilakukan ini merupakan perilaku sosial biasa, tetapi dampaknya sangat besar. Selfie selfie itu telah memberikan tafsir politik yang sangat menyegarkan karena ada makna kedekatan, kebersamaan, kekompakan dan tentunya keindahan keindahan dari sebuah foto selfie selfie tersebut.

Didit memang cukup kapabel dan lincah dalam memainkan politik keseimbangan. Mungkin karena ia seorang desainer yang membuat dirinya mudah bergerak dengan kebebasannya. Tetapi ketika bicara flash back, Didit memiliki kemampuan seni berpolitik karena cukup lama berada dalam keluarga yang sangat kental dengan politik kekuasaan. Bahkan suatu hari ketika masih berada di bangku SMP saat menghadiri ulang tahun Kopassus di Cijantung saat ayahnya masih menjadi Danjen Kopassus, dikerubuti wartawan dan ditanya cita citanya menjadi apa? Didit dengan tegas bilang: menjadi presiden. Beberapa wartawan yang mengerubuti Didit pun dibuat tertawa sementara Prabowo yang mendampingi Didit langsung bereaksi,"Husss kuawalat!" Para wartawan tetap melanjutkan tertawa karena memahami teguran Prabowo ke putranya karena Pak Harto masih Presiden(*)