LANGIT7.ID-
Imam Al-Ghazali mengatakan adanya nikmat surgawi dan siksaan-siksaan neraka yang akan mengikuti kehidupan ini, semua orang yang percaya pada
al-Qur'an dan Sunnah sudah cukup mengetahuinya.
"Akan tapi ada suatu hal yang sering terlewatkan oleh mereka, yaitu bahwa ada juga suatu surga rohaniah dan neraka rohaniah," dalam bukunya berjudul "
The Alchemy of Happiness" yang diterjemahkan Haidar Bagir menjadi "
Kimia Kebahagiaan" (Mizan, 1979).
Mengenai surga rohaniah, Allah berfirman kepada Nabi-Nya, "Mata tidak melihat, tidak pula telinga mendengarnya, tak pernah pula terlintas dalam hati manusia apa-apa yang disiapkan bagi orang-orang yang takwa."
Dalam hati manusia yang tercerahkan, ada jendela yang terbuka ke dunia rohaniah. Melalui jendela ini, ia memahami hakikat kehidupan batin. Ia tidak mengetahuinya dari kabar angin atau tradisi semata. Pengetahuannya lahir dari pengalaman nyata.
Ia mengenali apa yang merusak dan membahagiakan jiwa. Sebagaimana dokter memahami penyebab sakit dan sehatnya tubuh. Ia tahu, pengetahuan tentang Allah dan ibadah itu menyembuhkan. Sebaliknya, kejahilan dan dosa adalah racun mematikan bagi jiwa.
Baca juga: Imam Al-Ghazali: Dunia Bak Seorang Wanita Tua yang Buruk Muka Banyak orang, bahkan juga yang disebut sebagai ulama, karena mengikuti secara membuta pendapat orang lain, tidak mempunyai keyakinan yang sesungguhnya dalam iman mereka berkenaan dengan kebahagiaan atau penderitaan jiwa di akhirat. Tetapi orang yang mau mempelajari masalah ini dengan pikiran yang tak terkotori oleh prasangka akan sampai pada keyakinan yang jelas tentang masalah ini.
Sifat Gabungan ManusiaAkibat kematian atas sifat gabungan (komposit) manusia adalah sebagai berikut.
Manusia punya dua jiwa: jiwa hewani dan jiwa rohani. Jiwa rohani ini bersifat malaikat. Tempat jiwa hewaniah adalah dalam hati, tempat dari mana jiwa ini menyebar seperti uap halus dan menyelusupi semua anggota tubuh, memberikan tenaga atau kemampuan melihat pada mata, mendengar pada telinga, serta kepada semua anggota tubuh memberikan kemampuan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsinya.
Hal ini bisa dibandingkan dengan sebuah lampu yang ditempatkan di dalam suatu pondok yang cahayanya jatuh pada dinding-dinding ke mana pun ia pergi.
Hati adalah sumbu lampu ini, dan jika penyaluran minyaknya diputus karena suatu alasan, maka matilah lampu itu. Seperti itulah kematian jiwa hewani.
Tidak demikian halnya dengan jiwa rohani atau jiwa manusiawi. Ia tak terpilahkan dan dengannya manusia mengenali Allah. Boleh dikatakan dialah pengendara jwa hewani. Dan ketika jiwa hewani musnah, ia tetap tinggal, tetapi laksana seorang penunggang kuda yang telah turun atau seperti seorang pemburu yang telah kehilangan senjatanya.
Kuda dan senjata-senjata itu dianugerahkan pada jiwa manusia agar dengan itu semua ia bisa mengejar dan menangkap keabadian cinta dan pengetahuan tantang Allah.
Baca juga: Imam Al-Ghazali: Dunia Ini Adalah Pasar yang Disinggahi Para Musafir Jika ia telah berhasil melakukan penangkapan itu, maka bukannya berkeluh kesah, ia pun merasa lega ketika bisa menyingkirkan senjata-senjata itu.
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, "Kematian adalah suatu hadiah Tuhan yang diharap-harapkan oleh para mukminin." Tapi celakalah kalau jiwa itu kehilangan kuda dan senjata-senjata pemburuannya sebelum berhasil memperoleh hadiah tersebut. Kesedihan dan penyesalannya akan tak terperikan.
(mif)