Negara Timur Tengah Bangkit, Indonesia Tergeser di Wisata Halal Global 2025

LANGIT7.ID-Jakarta; Dominasi negara-negara Asia Tenggara dalam sektor wisata halal global mulai mendapat tantangan serius dari kawasan Timur Tengah. Dalam laporan terbaru Global Muslim Travel Index (GMTI) 2025, Turki, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab mencatat lonjakan signifikan, menandai transformasi besar dalam ekosistem pariwisata halal internasional.

“Turunnya Indonesia dari posisi pertama menjadi kelima dalam GMTI 2025 menunjukkan meningkatnya persaingan global yang kian kompleks. Negara-negara seperti Turki, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab melakukan lompatan signifikan, mencerminkan investasi besar dalam infrastruktur, promosi digital, dan ekosistem halal yang terintegrasi,” ujar pengamat pariwisata Taufan Rahmadi dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).

Sebagai indeks tahunan yang disusun oleh Mastercard dan CrescentRating, GMTI mengevaluasi performa destinasi global dalam menarik wisatawan Muslim melalui indikator seperti aksesibilitas, layanan, lingkungan ramah Muslim, hingga strategi komunikasi pemasaran. Setiap tahunnya, indeks ini menjadi tolok ukur penting dalam memetakan arah industri pariwisata halal dunia.

Perubahan peta kekuatan wisata halal terlihat dari kembalinya Malaysia ke posisi puncak sebagai pemimpin tunggal, mengakhiri periode berbagi tempat dengan Indonesia yang terjadi pada 2019, 2023, dan 2024. Sementara itu, Indonesia yang sempat mencapai prestasi tertinggi pada 2019 dan bertahan hingga 2024, harus menerima kenyataan tergeser ke peringkat kelima pada tahun ini.

Pertumbuhan pariwisata halal global diprediksi terus berlanjut. Tahun 2025 diperkirakan akan mencatat 186 juta kunjungan wisatawan Muslim internasional, naik dari tahun sebelumnya. Bahkan, proyeksi jangka panjang menunjukkan angka ini bisa mencapai 245 juta pada 2030, dengan nilai ekonomi sebesar USD 235 miliar.

“Kesimpulannya, dengan potensi ekonomi yang besar, sektor ini menjadi pasar strategis yang yang patut diperhitungkan dalam lanskap industri pariwisata dunia,” tambah Taufan.

Tidak hanya negara-negara Islam, tren ini juga menarik perhatian destinasi non-Muslim yang mulai mengadaptasi layanan dan fasilitas ramah Muslim, memperluas cakupan wisata halal ke wilayah yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara seperti Indonesia agar tidak lengah dalam mempertahankan daya saingnya.

Tahun ini menjadi sinyal kuat bahwa tanpa inovasi dan konsistensi pelayanan, keunggulan dalam industri wisata halal sangat mudah digeser oleh pesaing yang lebih agresif secara strategi maupun eksekusi.