LANGIT7.ID–Jakarta; Sebagai bagian dari rangkaian program Santri Film Festival (SANFFEST) 2025, Kementerian Kebudayaan menyelenggarakan acara “Taaruf Film”, sebuah talkshow inspiratif bertajuk “Santri Memandang Dunia Melalui Lensa Budaya”. Bertempat di Gedung A, Kompleks Kementerian Kebudayaan, acara ini menghadirkan sejumlah pembicara kawakan yang membahas peran santri dalam membentuk narasi kebudayaan melalui medium film.
Hadir sebagai pembicara kunci, Menbud Fadli Zon menegaskan pentingnya peran santri dalam membangun narasi budaya Indonesia di era modern. Program SANFFEST 2025 yang mengusung tema ‘Dari Jendela Santri, Memandang Dunia’, menurut Menbud Fadli, bukan hanya sebuah slogan, melainkan visi besar bahwa santri tidak hanya pewaris tradisi pesantren, tetapi juga aktor penting dalam diplomasi kebudayaan Indonesia.
Menbud Fadli menyoroti posisi strategis pesantren dalam sejarah dan budaya Indonesia, serta relevansinya dalam menjawab tantangan global masa kini.
“Pesantren telah menjelma menjadi institusi bersejarah yang turut membentuk wajah kebudayaan Indonesia dan peradaban Islam di Nusantara yang terhubung dan terintegrasi dengan peradaban Islam di dunia. Itulah sebabnya pesantren mampu menjadi ruang perjumpaan harmonis antara nilai-nilai Islam dan kebudayaan Nusantara,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (21/10/2025).
Dalam kesempatan ini, Menbud Fadli juga menjelaskan bahwa SANFFEST 2025 tidak hanya sebagai ajang kompetisi film, melainkan bagian dari gerakan budaya yang menjadikan pesantren sebagai pusat inspirasi peradaban dunia.
“SANFFEST 2025 harus menjadi medium dakwah dan kekuatan soft power Indonesia. Namun demikian, SANFFEST 2025 bukan sekadar ajang perfilman, melainkan gerakan budaya yang menjadikan pesantren sebagai pusat inspirasi peradaban dunia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Menbud Fadli menggarisbawahi potensi besar film sebagai alat transformasi sosial, pendidikan, bahkan diplomasi internasional. Menteri Kebudayaan juga menyinggung isu-isu kemanusiaan global.
“Film memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia dapat menyentuh hati, membangun empati, dan menggerakkan aksi nyata. Film bisa memperlihatkan kondisi yang dialami saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia, termasuk masyarakat Gaza yang sedang menderita. Film mampu membuka mata global, mendorong diskusi tentang perdamaian, dan memperkuat solidaritas kemanusiaan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menbud Fadli juga menyampaikan bahwa SANFFEST merupakan festival film santri pertama di Indonesia. Ia menekankan bahwa sejak awal digagas, festival ini membawa misi untuk memperkenalkan nilai, tradisi, dan cara pandang santri kepada masyarakat luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia meyakini bahwa melalui jendela santri, dunia akan mampu melihat wajah Indonesia yang ramah, penuh kearifan, dan berdaya saing.
Selaras dengan Menbud Fadli, Ketua Tim SANFFEST 2025, Neno Warisman, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Santri Film Festival 2025 bukan sekadar selebrasi karya, melainkan juga jalan perjuangan.
“Kami ingin memperkuat narasi kebaikan, membangun ekosistem kebudayaan yang menyemai nilai-nilai luhur dan memperluas ruang ekspresi para santri di bidang film,” ujar Neno.
Neno menegaskan bahwa festival ini berangkat dari keprihatinan atas kondisi budaya global yang menurutnya perlahan mulai merusak akal budi generasi muda. Ia percaya, pesantren sebagai pusat peradaban spiritual memiliki peran strategis dalam membalik arus ini.
“Hari ini adalah langkah awal. Kita membutuhkan narasi baru. Narasi peradaban yang lahir dari pesantren, dan SANFFEST akan menjadi salah satu jalannya,” imbuh Neno.
Berangkat dari pengalaman pribadinya sebagai seniman yang juga pernah merasakan kehidupan pesantren, Neno mengungkapkan optimismenya terhadap potensi besar yang dimiliki para santri dalam dunia perfilman. Ia mencontohkan sosok seperti Gus Danial Rifki, sineas muda yang berasal dari pesantren dan kini menorehkan prestasi di dunia film.
Berlangsung secara hibrida, Taaruf Film SANFFEST 2025 menghadirkan dua sosok ternama di dunia perfilman nasional. Penulis sekaligus dai, Habiburrahman El Shirazy, membuka sesi dengan materi berjudul “Pedoman Syariat dalam Seni dan Perfilman”. Selanjutnya, aktor dan sutradara senior, Deddy Mizwar, membagikan pengalamannya melalui paparan bertajuk “Berbagai Praktik Baik Produksi Film Berbasis Nilai dan Kearifan Lokal”.
Taaruf Film SANFFEST 2025 juga dilengkapi dengan sesi diskusi panel yang dipandu oleh Dedy “Mi’ing” Gumelar, menghadirkan sejumlah narasumber inspiratif, seperti Christine Hakim, Asma Nadia, Ustaz Erick Yusuf, Gus Danial Rifki, dan Hanief Jerry. Acara ini dihadiri oleh perwakilan santri dari berbagai wilayah di Indonesia dan mancanegara. Beberapa santri dari Australia dan Qatar bergabung secara daring, menandai semakin luasnya jangkauan dan semangat festival ini.
Turut hadir dalam gelar wicara ini, di antaranya Forum Dai dan Mubalig Azhari Indonesia, Fahmi Salim; Ketua Umum Persatuan Islam, Jeje Zainudin; perwakilan pesantren, sineas, dan para santri. Mendampingi Menteri Kebudayaan, hadir pula Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, dan Direktur Film, Musik, Seni, Syaifullah Agam.
Program SANFFEST 2025 akan berlangsung hingga 21 Desember 2025 dengan beragam rangkaian acara, di antaranya lokakarya produksi film santri, produksi film yang menampilkan beragam karya film santri dari seluruh Indonesia, diskusi panel, dan penghargaan serta pemutaran film terbaik.
Sebagai penutup, Menbud Fadli menyampaikan harapan besar agar SANFFEST dapat membuka ruang baru bagi para santri dalam mengartikulasikan nilai-nilai Islam, budaya lokal, serta semangat kebangsaan.
“Mari kita jadikan SANFFEST 2025 sebagai tonggak kebangkitan perfilman santri. Mari kita jadikan film bukan hanya sebagai karya seni, tetapi sebagai media dakwah, sarana pendidikan, dan alat perdamaian dunia. Santri adalah aset bangsa. Dengan jumlah yang besar, tradisi yang kuat, dan semangat yang tinggi, santri mampu menjadi motor penggerak peradaban baru,” tutupnya.
(lam)