LANGIT7.ID–Depok; Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) tengah mempersiapkan hajatan intelektual berskala global: Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025. Ajang ini bukan sekadar konferensi akademik, tetapi sebuah gerakan yang ingin menegaskan peran Islam dalam menuntun arah sains dan kemanusiaan modern.
Bertempat di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, AICIS+ 2025 mencatat rekor luar biasa: sebanyak 2.434 abstrak dari 31 negara dikirimkan untuk diseleksi. Tahun ini, forum tersebut mengusung tema “Islam, Ekoteologi, dan Transformasi Teknologi: Inovasi Multidisipliner untuk Masa Depan yang Adil dan Berkelanjutan.”
Isu-isu seperti krisis iklim, etika kecerdasan buatan (AI), hingga keadilan sosial akan menjadi pusat perdebatan dari perspektif keislaman yang terbuka dan ilmiah.
Islam Menjawab Krisis ZamanDirektur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menilai bahwa AICIS+ merupakan langkah strategis untuk menunjukkan kontribusi Islam dalam menjawab dua tantangan terbesar abad ini: degradasi spiritual dan kehancuran ekologis.
“Kita tengah menghadapi dua krisis besar dunia sekaligus: krisis spiritual dan krisis ekologis. Melalui AICIS+, Kemenag ingin menunjukkan bahwa Islam dapat hadir dengan solusi yang rasional, berkeadaban, dan selaras dengan nilai kemanusiaan universal,” ujar Amien Suyitno dalam keterangannya, dikutip Jumat (24/10/2025).
Menurutnya, Islam memiliki dasar pengetahuan yang kokoh untuk menghadapi perubahan zaman, baik melalui nilai-nilai ekoteologi yang menegaskan tanggung jawab manusia terhadap alam maupun etika teknologi yang menjamin kemajuan digital tetap berpihak pada kemaslahatan.
“Islam bukan hanya ajaran spiritual, tetapi juga panduan peradaban. Ia menuntun arah kemajuan ilmu dan teknologi agar tidak kehilangan dimensi moral dan ekologis,” tambahnya.
PTKI Jadi Cermin Islam InklusifMomentum AICIS+ tahun ini juga diharapkan menjadi panggung bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) untuk memperlihatkan wajah Islam Indonesia yang terbuka, modern, dan berbasis ilmu pengetahuan.
Melalui AICIS+, PTKI tidak hanya berbicara dalam ruang teologi, tetapi juga dalam wacana global tentang sains, kemanusiaan, dan lingkungan hidup.
“Melalui AICIS+, PTKI menunjukkan kapasitas akademik sekaligus spiritual dalam merespons isu-isu dunia. Dunia harus melihat Islam Indonesia sebagai kekuatan moral dan intelektual yang terbuka terhadap dialog peradaban,” jelas Amien.
Sebanyak 12 pemikir lintas disiplin internasional dijadwalkan hadir berdiskusi bersama akademisi Indonesia. Tema yang diangkat mencakup ekoteologi, feminisme ekologis, ekonomi berkeadilan, serta etika kecerdasan buatan (AI ethics).
Dari Studi Teks ke Gerakan Intelektual GlobalSejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000, AICIS dikenal sebagai konferensi ilmiah terbesar di lingkungan Kemenag. Namun mulai tahun ini, forum tersebut hadir dalam format baru dengan penambahan simbol “+” dan perubahan makna huruf terakhir — dari Studies menjadi Science, sementara huruf “S” tambahan dimaknai sebagai Society.
Transformasi ini menandai lahirnya AICIS+ sebagai wadah yang tidak hanya berfokus pada kajian keislaman tekstual, tetapi juga menjembatani dialog antara agama, ilmu pengetahuan, dan masyarakat modern.
“Kita ingin menggeser paradigma keislaman dari sekadar wacana normatif menjadi praksis yang menjawab kebutuhan zaman. Agama dan sains harus bersinergi untuk kemaslahatan bumi dan umat manusia,” tegas Amien.
Indonesia Siap Pimpin Dialog Islam DuniaMelalui partisipasi ribuan akademisi dari 31 negara, Indonesia kian memperkuat posisinya sebagai salah satu pusat peradaban Islam modern yang berpijak pada prinsip moderasi dan keberlanjutan.
AICIS+ diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis untuk memperkuat riset keislaman, kebijakan pendidikan, serta kolaborasi internasional dalam bidang ekoteologi dan teknologi etis.
“Indonesia memiliki kekayaan sosial dan keagamaan yang khas. Melalui AICIS+, kita ingin memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat peradaban Islam dunia yang moderat, ramah, dan berkomitmen terhadap keberlanjutan,” tutup Amien Suyitno.
(lam)