LANGIT7.ID -  
Transisi Gontor Lama ke Gontor BaruPondok Gontor Lama terus melanjutkan cita-cita Tegalsari. Pada saat Santoso Anom Besari wafat pada 1926, putra pertama beliau Rahma Sutarto berusaha melanjutkan perjuangan sang ayah. 
“Beliau mencoba untuk mengajarkan apa apa yang telah diajarkan. Tapi beliau juga seorang kepala desa, maka akan berbenturan kepentingan masyarakat maupun pekerjaan untuk membangun masyarakat dan membangun santri,” ujar Husnan Bey Fanani, cucu salah satu pendiri Gontor KH Zainuddin Fanani.
Saat Rahma Sutarto merasa tak sanggup membagi tugas, ia memanggil adik kelimanya, KH Ahmad Sahal. KH Ahmad Sahal diminta untuk meneruskan Pondok Gontor Lama yang pasang surut sepeninggal Santoso Anom Besari.
“Waktu itu pak Sahal baru berusia 25 tahun, karena beliau lahir pada 1901. Pak Zainuddin masih di Solo, di Jamsaren waktu itu, Beliau lahir 1905 berarti baru 21 tahun. Masih terlalu muda. Pak Imam Zarkasyi lebih muda lagi , beliau lahir 1910, berarti baru 16 tahun,” tutur Husnan.
Maka pada 1926, Pondok Gontor resmi dipegang oleh KH Ahmad Sahal. Dia menghidupkan kembali tarbiyatul athfal, tarbiyatul muta'allimin, tarbiyatul muallimin, sulamul atfal, sulamul mutaalimin, dan sulamul muallimin. 
“Hingga pada akhirnya tahun 1930, pondok itu memiliki cabang banyak, di Ngumpang ada tarbiyatul athfal, di Gandu, di Siman, di mana-mana ada muncul. Pak Mahfud memiliki madrasah. Pak Sirman memiliki madrasah. Banyak muncul sekali, sampai di Diponegoro,” kata Husan.
Pada Desember 1936, KH Ahmad Sahal memanggil adik-adiknya untuk pulang dan mengembangkan Pondok Gontor.
Pondok Modern Darussalam Gontor Didirikan oleh Trimurti“Pada 1936, mereka sepakat, Pak Sahal mengajak lagi dua adiknya untuk membangun kembali Gontor, membangun bangsa dan umat dari Gontor,” ucap Husnan.
Usia perjalanan panjang tersebut, Gontor diolah oleh generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kiai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor. Mereka adalah KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi yang kemudian disebut sebagai Trimurti pendiri Gontor. Mereka memperbarui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Pada saat itu, jenjang pendidikan dimulai dengan nama 
Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19 Desember 1936 didirikanlah 
Kulliyatu-l-Mu'allimin al-Islamiyah. Seiring waktu, berdiri perguruan tinggi bernama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) pada 17 November 1963. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD), yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Sejak 1996, ISID telah memiliki kampus sendiri di Demangan, Siman, Ponorogo. Dan hari ini menjadi Universitas Darussalam Gontor.
Para Trimurti mampu menggagas sebuah sistem pendidikan pesantren yang sangat maju pada masanya. “Intinya adalah satu abad Gontor melahirkan Indonesia Raya dan membangun karakter bangsa,” ujar Husnan.
Pada 1967, KH Zainuddin Fanani meninggal dunia. Kemudian disusul oleh KH Ahmad Sahal wafat pada 1977.  Pada 1985, KH Imam Zarkasyi pun pergi menghadap Ilahi menyusul kedua kakaknya. Kepemimpinan Gontor terus berganti dari waktu ke waktu dan hari ini dipimpin oleh KH Hasan Abdullah Sahal, KH. Prof. Dr Amal Fathullah Zarkasyi dan KH Akrim Mariyat.
Hingga hari ini, Pondok Modern Darussalam Gontor sebagai penerus dari Pesantren Tegalsari terus mengkader putra-putri terbaik bangsa untuk berkontribusi bagi umat dan bangsa Indonesia. Di antara para tokoh dan pemimpin yang merupakan alumni Gontor yaitu Mantan Ketua PBNU KH Idham Chalid dan KH Hasyim Muzadi, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Cendekiawan Nurcholis Madjid, Budayawan Emha Ainun Nadjib, Mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid hingga Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin dan masih banyak lagi.
(jqf)