home edukasi & pesantren

Kalkulasi Kehidupan

Rabu, 02 Agustus 2023 - 05:43 WIB
Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali.Foto/ist
Mungkin saja ada yang salah paham. Seolah yang saya maksud menghitung-hitung (kalkulasi) kehidupan sama dengan kritikan Al-Qur’an “yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya”. Iya ini tentunya realita. Begitu banyak manusia yang kecenderungan hidupnya hanyalah “jama’a maalan” (mengakumulasi kekayaan) dan “‘addadah” (menghitung-hitungnya).

Selain realita di atas, ada lagi satu peringatan penting tentang kalkulasi dan menghitung-hitung ini yang manusia harus ingat. Itulah yang diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “orang bijak (berakal) itu adalah yang selalu melakukan kalkulasi pada dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematiannya”.

Jika pada ayat Al-Qur’an dipakai kata “addada”, dari kata ‘adad atau bilangan, pada hadits ini yang terpakai adalah kata “daana” atau melakukan kalkulasi yang dilandasi oleh kesadaran tanggung jawab. “Daana” yang menghasilkan kata “diin” dimaknai sebagai perhitungan dengan pertimbangan penuh akan tanggung jawab. Makanya hari pertanggung jawaban (youmul hisaab) juga dinamai, salah satunya, dengan “yaum ad-diin”.

Merujuk kepada makna kalkulasi pada hadits ini tentu banyak yang harus menjadi konsideran manusia. Salah satu di antaranya adalah perjalanan waktu dalam kehidupan manusia. Dalam perspektif Islam waktu adalah kehidupan. Dengan demikian perjalanan waktu atau berlalunya waktu juga dimaknai sebagai perjalanan dan berlalunya kehidupan. Setiap saat yang berjalan dan berlalu sekaligus bermakna jatah kehidupan yang berjalan dan berlalu.

Pada titik inilah sesungguhnya yang harus menjadi perhatian serius setiap orang. Jatah hidup kita telah pasti dan telah ditentukan (alladzi khalaqa fasawwa walladzi qaddara fahadaa). Secara umum manusia memiliki jatah yang berbeda-beda. Ada yang lama (panjang umur). Ada pula yang sebentar (berumur pendek). Panjang atau pendeknya umur manusia itu yang disebut “ajal”. Dan ajal ini memang telah ditentukan (ajalan musammaa).

Kalkulasi-kalkulasi kehidupan ini akan mengantar kepada pertanyaan-pertanyaan mendasar. Salah satu di antaranya kira-kira berapa jatah kehidupan kita? Pertanyaan ini mustahil untuk terjawab karena memang “laa tadri nafsun maadza taksibu ghoda” (tidak ada yang tahu akan hari esok, termasuk berakhirnya ajal). Yang tahu ajal manusia hanya Dia yang maha tahu dan menentukan.

Namun demikian manusia dengan kesadaran kalkulasi tadi dapat mengira-ngira berdasarkan tanda-tanda alam. Tanda-tanda alam itu banyak. Persendian semakin rapuh, mata menjadi tahun, bahkan keterbatasan dalam menikmati dunia di saat nafsu masih membara. Rasulullah misalnya memperkirakan umur umatnya di kisaran 65 tahun. Mungkin ada yang dapat bonus “10 tahun” menjadi “75 tahun”. Bahkan mungkin saja bonusnya “15 tahun” menjadi “80 tahun”.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Topik Terkait :
kehidupan opini imam shamsi ali
Berita Terkait
Berita Lainnya
berita lainnya