Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 26 Oktober 2025
home masjid detail berita

Merawat Persaudaraan di Tengah Perbedaan Menurut Quraish Shihab

miftah yusufpati Ahad, 26 Oktober 2025 - 05:45 WIB
Merawat Persaudaraan di Tengah Perbedaan Menurut Quraish Shihab
Prof Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID- Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi—antara keyakinan dan ideologi, agama dan kepentingan—Al-Qur’an ternyata menyimpan panduan abadi: bahwa perbedaan bukan alasan untuk berpecah, tetapi ruang untuk berlomba dalam kebajikan.

Pandangan ini ditegaskan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam karyanya "Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Mizan). Dalam salah satu bab bertajuk Faktor Penunjang Persaudaraan, Quraish Shihab menulis, “Semakin banyak persamaan, semakin kokoh pula persaudaraan. Namun, perbedaan bukanlah musuh—melainkan bagian dari kehendak Ilahi.”

Menurut Quraish Shihab, fondasi persaudaraan lahir dari persamaan rasa dan cita, yakni kemampuan seseorang untuk merasakan derita saudaranya sebelum diminta. Ia mengutip ayat Al-Qur’an: “Mengutamakan orang lain atas diri mereka, walau diri mereka sendiri kekurangan.” (QS Al-Hasyr [59]: 9)

Ayat itu, dalam tafsir Quraish, menggambarkan puncak keikhlasan sosial: manusia yang mencintai saudaranya bukan karena transaksi “take and give”, tetapi karena kesadaran fitri bahwa mereka saling terkait.

Dalam pandangan Al-Qur’an, manusia memang diciptakan sebagai makhluk sosial. Ia menemukan ketenangan bukan dalam kesendirian, melainkan ketika hidup di tengah sesamanya. Maka dorongan ekonomi, kebutuhan emosional, dan naluri sosial semuanya berpadu menjadi faktor yang menumbuhkan ukhuwah, persaudaraan sejati.

Mengakui Perbedaan Sebagai Kehendak Tuhan

Namun, Al-Qur’an juga menegaskan bahwa perbedaan adalah hukum kehidupan. Dalam QS Al-Ma’idah [5]:48, disebutkan: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu mengenai pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”

Ayat ini menjadi kunci tafsir Quraish Shihab: keseragaman bukan tujuan penciptaan manusia. Tuhan sengaja menghadirkan keragaman agar setiap individu dan kelompok berlomba dalam kebaikan, bukan dalam menegakkan klaim kebenaran tunggal.

Ia menulis, “Seandainya Tuhan menghendaki kesatuan pendapat, niscaya manusia diciptakan tanpa akal, seperti benda mati yang tak punya kemampuan memilih.”

Artinya, **perbedaan bukan kesalahan**, melainkan ekspresi kebebasan yang diberikan Tuhan.

Toleransi sebagai Wujud Persaudaraan

Bagi Quraish Shihab, persaudaraan sejati tidak berhenti pada sesama Muslim. Al-Qur’an justru mendorong agar titik temu (kalimatun sawa’) dicari bersama pemeluk agama lain. “Wahai Ahlul Kitab, marilah kepada satu kalimat kesepakatan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah…” (QS Ali ‘Imran [3]: 64)

Di sini, tafsirnya tegas: Islam bukan sekadar menyeru pada kesatuan iman, tapi juga pada **pengakuan timbal-balik terhadap eksistensi dan hak orang lain.** Bila persamaan tidak ditemukan, Al-Qur’an memerintahkan untuk tetap mengakui keberadaan pihak lain dengan lapang dada.

Lebih jauh, Al-Qur’an memerintahkan agar umat Islam berlaku adil bahkan terhadap non-Muslim: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 8)

Quraish mengingatkan, ketika sebagian sahabat Nabi enggan memberi bantuan kepada non-Muslim, Al-Qur’an justru menegur: “Bukan kewajibanmu menjadikan mereka memperoleh hidayah…” (QS Al-Baqarah [2]: 272)

Dengan demikian, **persaudaraan lintas iman bukan kompromi akidah**, melainkan ekspresi kemanusiaan yang diilhami oleh ajaran ilahi.

Ukhuwah Seiman: Menjaga dari dalam

Setelah menguraikan ukhuwah lintas manusia, Quraish Shihab beralih pada persaudaraan internal umat Islam. Ia menegaskan, dasar ukhuwah ini bukan pada keseragaman mazhab, tapi pada pengendalian diri dari hal-hal yang mengeruhkan hubungan.

Al-Qur’an, dalam surah Al-Hujurat [49]:11–12, menegur keras perilaku yang merusak ukhuwah: mengolok-olok, berprasangka buruk, mencari kesalahan, dan bergunjing.

“Janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar buruk…”
“Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah kamu menggunjing satu sama lain…”

Menurut Quraish Shihab, ayat ini bukan sekadar etika sosial, melainkan metode spiritual untuk membangun masyarakat beradab. Sebab, kata beliau, “sikap batiniah itulah yang melahirkan tindakan lahiriah.”

“Hindarilah prasangka buruk… Jangan saling iri, membenci, dan membelakangi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Quraish menjelaskan, Al-Qur’an tidak mendefinisikan ukhuwah secara teoritis, melainkan menunjukkan contoh-contoh praktis. Ukhuwah lahir bukan dari konsep, tapi dari perilaku—dari keseharian yang menolak prasangka dan membangun kasih sayang.

Khalifah: Tanggung Jawab Universal

Dalam tafsirnya, Quraish juga menyinggung konsep khalifah, yang menurutnya menjadi dasar persaudaraan universal. Manusia ditunjuk Allah sebagai pengelola bumi, bukan penakluknya. “Mahasuci Allah yang menundukkan ini untuk kami, sedang kami sendiri tak berkuasa menundukkannya.” (QS Az-Zukhruf [43]:13)

Karena itu, Nabi Muhammad SAW melarang manusia merusak alam sebelum waktunya—memetik buah sebelum masak, atau membunuh hewan yang masih kecil. Persaudaraan, dalam pandangan ini, tidak hanya antar manusia, tapi juga dengan seluruh makhluk ciptaan.

Ukhuwah ekologis, istilah Quraish Shihab, adalah kelanjutan dari ukhuwah insaniyah.

Quraish Shihab menutup tafsirnya dengan peringatan lembut. Dalam urusan perbedaan pandangan keagamaan, Al-Qur’an memberi panduan yang menenangkan: “Apabila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul…” (QS An-Nisa’ [4]:59)

Artinya, perbedaan tak harus berakhir dengan perpecahan. Yang lebih penting adalah semangat untuk kembali pada **jiwa ajaran Ilahi**—bukan sekadar teks, melainkan nilai.

Di tengah masyarakat yang sering terbelah antara paham, mazhab, dan ideologi, pandangan Quraish Shihab menawarkan jalan tengah yang mencerahkan. Persaudaraan, dalam tafsirnya, bukan hasil dari keseragaman, tetapi buah dari **kesadaran spiritual bahwa semua berasal dari Tuhan yang satu. “Perbedaan adalah ujian, bukan ancaman,” tulis Quraish.

Dan mungkin di situlah letak kemodernan Al-Qur’an — ketika kitab suci itu mengajarkan pluralisme spiritual jauh sebelum dunia mengenal istilahnya.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 26 Oktober 2025
Imsak
04:01
Shubuh
04:11
Dhuhur
11:40
Ashar
14:52
Maghrib
17:49
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan