LANGIT7.ID-Ketika sebagian umat menuntut perubahan instan, dari hukum hingga moral publik, Syaikh Yusuf Qardhawi menulis sebuah renungan panjang dalam
Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an dan Sunnah (Citra Islami Press, 1997): “Sesungguhnya
tadarruj (tahapan) itu merupakan Sunnah Allah yang berlaku pada seluruh makhluk-Nya.”
Bagi Qardhawi, gagasan tahapan bukan bentuk kelemahan. Ia adalah hukum alam atau sunnatullah. Tuhan tidak menciptakan dunia sekejap. Manusia pun dibentuk melalui proses yang panjang: dari darah, menjadi daging, lalu tulang. Begitu pula penerapan hukum Islam, katanya, mesti disiapkan secara bertahap agar tidak memecah masyarakat yang belum siap.
Qardhawi menegaskan, meski syariat telah sempurna, penerapannya tidak bisa dilakukan dengan logika kejut. “Masyarakat yang lama tenggelam dalam kehidupan kebarat-baratan,” tulisnya, “memerlukan pengkondisian agar kembali kepada Islam yang shahih.”
Ia memberi contoh Umar bin Abdul Aziz, khalifah Umayyah yang terkenal adil. Ketika anaknya menuntut agar sang ayah segera menghukum para pelaku bid’ah, Umar menjawab lembut: “Jangan tergesa-gesa, wahai anakku. Allah mengharamkan khamr secara bertahap. Aku khawatir bila membawa kebenaran secara spontan, mereka pun akan menolaknya secara spontan.”
Kalimat itu, kata Qardhawi, menggambarkan keluasan pandangan seorang pemimpin. Umar bukan menunda hukum, tapi menyiapkan masyarakat agar bisa menerima kebenaran tanpa kekerasan.
Tahapan sebagai Kasih SayangQardhawi melihat tadarruj sebagai wujud kasih sayang Tuhan kepada manusia. “Allah mencintai kelembutan dalam segala sesuatu,” tulisnya mengutip hadis Nabi. Ia menolak pandangan ekstrem yang ingin memaksakan syariat dengan cara revolusioner.
Ia menegaskan, bertahap bukan berarti menunda selamanya. Justru, tadarruj adalah seni menyeimbangkan antara prinsip dan realitas—antara ideal dan kesiapan sosial. “Yang wajib,” tulisnya, “adalah jangan lewat satu hari kecuali sebuah bid’ah mati dan sebuah sunnah hidup.”
Qardhawi menempatkan
tadarruj bukan sekadar strategi politik, melainkan metode pendidikan dan sosial. Ia menyerukan umat Islam untuk membuat perencanaan matang dalam perubahan—baik di bidang pendidikan, media, maupun sosial. “Mulailah dari hal-hal yang tidak memerlukan tahapan, dengan orientasi yang benar dan tekad yang kuat,” tulisnya.
Pesan itu terasa relevan di masa kini, ketika banyak kelompok tergoda oleh romantika “Islam segera ditegakkan” tanpa mempersiapkan masyarakatnya. Qardhawi seolah mengingatkan: perubahan sejati tidak bisa lahir dari teriakan, tapi dari proses yang matang dan manusiawi.
(mif)