Di tengah dunia yang sibuk mengejar kepentingan pribadi, itsar tampak seperti legenda. Padahal dalam Islam, mendahulukan orang lain adalah puncak iman sosial dan fondasi peradaban yang beradab.
Di tengah dunia Islam yang kian terbelah oleh politik, tafsir, dan ambisi, pesan lama Rasulullah tentang ukhuwah kembali menggema: manusia bukan musuh bagi sesamanya, melainkan saudara seiman dan sekemanusiaan.
Islam jauh sebelum Revolusi Prancis telah menegaskan kebebasan: beragama, berpikir, dan bermasyarakat. Kebebasan yang membebaskan, berakar pada tauhid, dan menolak segala bentuk penindasan.
Dari jihad politik di Sudan, persatuan umat ala al-Afghani, hingga kebebasan akal menurut Abduh, fiqh prioritas para pembaru lahir dari konteks zamannya. Kini, umat dihadapkan pada tantangan baru.
Di masjid kecil Ismailiyah, Hasan al-Banna menolak perdebatan remeh dan menanamkan skala prioritas: persatuan umat, politik sebagai ibadah, serta Islam sebagai jalan hidup menyeluruh.
Dari seruan tauhid Muhammad bin Abd al-Wahhab hingga gagasan moderasi Yusuf al-Qaradawi, fiqh prioritas selalu berubah mengikuti konteks zaman. Pertanyaan kini: apa yang paling urgen bagi umat?
Imam al-Ghazali mengingatkan: haji sunnah berulang bisa menjerumuskan pada kesalehan semu. Lebih utama menolong tetangga lapar daripada menambah hitungan perjalanan suci.
Rajin beribadah, tapi pelit berbagi. Bagi Imam al-Ghazali, itulah kesalehan yang tertipu: tampak taat, namun gagal menunaikan amanah sosial. Begini penjelasannya.
Dalam Ihya Ulum al-Din, al-Ghazali menulis bahwa memberi makan orang lapar lebih utama daripada berpuasa panjang. Sebuah kritik sosial yang terasa segar hingga kini.
Fiqh prioritas mengingatkan: jangan sibuk soal kecil, lalai pada perkara besar. Dari syair Ibn al-Mubarak hingga tafsir al-Qardhawi, warisan klasik ini tetap relevan bagi umat kini.
Qardhawi menekankan prioritas meluruskan pemikiran umat sebelum gerakan fisik. Empat arus: khurafat, literal, reaktif, moderatjalan tengah jadi kunci peradaban Qurani.
Islam menempatkan pendidikan dan pembentukan pribadi sebagai fondasi sebelum jihad bersenjata. Dari Makkah hingga pemikiran modern, jihad awal adalah perang melawan diri sendiri.