Membaca Ulang Motto Jahiliyah di Era Polarisasi Digital
Miftah yusufpati
Senin, 25 Agustus 2025 - 05:45 WIB
Islam mengguncang fondasi kesetiaan jahiliyah: dari loyalitas sempit pada kabilah menuju ikatan universal bersama umat. Ilustrasi: AI
LANGIT7.ID-Di sebuah majelis kecil di Madinah, Nabi Muhammad menyampaikan kalimat yang menggetarkan akar budaya Arab: “Tolonglah saudaramu, baik dia zalim atau dizalimi.” Para sahabat tertegun. Di telinga mereka, ungkapan itu akrab—motto kuno masyarakat jahiliyah yang menjadi semboyan kesetiaan buta terhadap kabilah. Bedanya, kali ini ada tafsir baru yang memutar balik maknanya. “Cegahlah dia untuk tidak melakukan kezaliman,” sabda Nabi, “karena itu adalah pertolongan baginya.”
Sebuah konsep lama diberi jiwa baru. Dalam masyarakat pra-Islam, loyalitas atau wala’ adalah tiang utama. Ia mutlak untuk kabilah. Perlindungan diberikan tanpa syarat: benar atau salah. Bahkan, seorang penyair jahiliyah pernah mengabadikannya:
“Mereka tidak bertanya lebih dulu kepada saudara mereka ketika jatuh ke dalam perkara; jawaban mereka adalah bukti.”
Tak heran jika semboyan yang terkenal kala itu berbunyi, “Tolonglah saudaramu, baik dia zalim atau dizalimi.” Bedanya, bila dulu semboyan itu bermakna melindungi tanpa pandang bulu, Islam datang memurnikannya: menolong yang terzalimi, dan menghentikan yang menzalimi.
Baca juga: Hunafa: Para Pencari Tuhan di Tengah Berhala Arab Jahiliyah
Revolusi Loyalitas
Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Fiqh Prioritas (1996) menulis, “Islam menghapus individualisme, fanatisme kelompok, dan pemisahan dari jamaah Islam.” Dalam pandangan Qur’ani, ikatan emosional tertinggi bukan untuk keluarga, suku, atau kelompok, melainkan untuk umat.
Sebuah konsep lama diberi jiwa baru. Dalam masyarakat pra-Islam, loyalitas atau wala’ adalah tiang utama. Ia mutlak untuk kabilah. Perlindungan diberikan tanpa syarat: benar atau salah. Bahkan, seorang penyair jahiliyah pernah mengabadikannya:
“Mereka tidak bertanya lebih dulu kepada saudara mereka ketika jatuh ke dalam perkara; jawaban mereka adalah bukti.”
Tak heran jika semboyan yang terkenal kala itu berbunyi, “Tolonglah saudaramu, baik dia zalim atau dizalimi.” Bedanya, bila dulu semboyan itu bermakna melindungi tanpa pandang bulu, Islam datang memurnikannya: menolong yang terzalimi, dan menghentikan yang menzalimi.
Baca juga: Hunafa: Para Pencari Tuhan di Tengah Berhala Arab Jahiliyah
Revolusi Loyalitas
Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Fiqh Prioritas (1996) menulis, “Islam menghapus individualisme, fanatisme kelompok, dan pemisahan dari jamaah Islam.” Dalam pandangan Qur’ani, ikatan emosional tertinggi bukan untuk keluarga, suku, atau kelompok, melainkan untuk umat.