Api, Panah, dan Iman: Kisah Pemuda yang Mengguncang Tirani
Miftah yusufpati
Sabtu, 27 September 2025 - 06:45 WIB
Riwayat Muslim tentang Ashabul Ukhdud menyingkap pengorbanan seorang pemuda yang memilih iman ketimbang tunduk pada tirani. . Ilustrasi: AI
LANGT7.ID-Di sebuah kerajaan jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad, ada seorang raja yang meyakini dirinya sebagai satu-satunya penguasa yang layak disembah. Ia memiliki tukang sihir, yang kelak menua dan meminta seorang penerus. Dari sinilah kisah seorang pemuda dimulai. Seorang remaja yang justru menemukan cahaya di jalan yang tak disangka.
Riwayat ini bersumber dari hadis sahih yang diriwayatkan Muslim (No. 146) melalui sahabat Shuhaib. Rasulullah saw. menceritakan bagaimana pemuda itu, dalam perjalanannya berguru kepada tukang sihir, justru tertarik dengan ajaran seorang pendeta. Dari pendeta itulah ia mengenal Allah, Tuhan yang sebenarnya.
Pemuda itu diuji. Ia berdoa agar Allah menunjukkan kebenaran. Seekor binatang besar yang menghalangi jalan orang banyak mati hanya dengan lemparan batu setelah ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Pendeta pun mengingatkan: “Hari ini engkau lebih mulia dariku, tetapi kelak engkau akan diuji.”
Ujian itu datang silih berganti. Pemuda diberi kemampuan menyembuhkan orang buta, kusta, dan berbagai penyakit—bukan dengan kekuatannya, melainkan doa kepada Allah. Seorang menteri kerajaan yang buta akhirnya beriman setelah sembuh. Berita itu sampai ke telinga sang raja. Murka pun membara. Pendeta digergaji hingga tewas. Menteri pun bernasib sama.
Pemuda tak luput. Ia digiring ke gunung, hendak dilempar. Ia berdoa, gunung bergetar, para algojo tewas. Ia dibawa ke laut, hendak ditenggelamkan. Ia berdoa, perahu karam, para algojo tenggelam. Setiap kali, ia kembali ke hadapan raja, menegaskan: Allah-lah yang melindungi.
Akhirnya, pemuda itu menawarkan satu cara untuk mengakhiri segalanya. Ia berkata kepada raja: “Engkau tidak dapat membunuhku kecuali dengan cara ini: kumpulkanlah orang-orang, saliblah aku, ambil panah dari tempatku, ucapkan bismillahi rabbil ghulam—dengan nama Allah, Tuhan pemuda ini—lalu panahlah aku.”
Raja menurut. Panah menembus pelipis sang pemuda. Ia wafat. Namun kematiannya justru melahirkan kehidupan baru. Orang banyak serentak berkata: “Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu, kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu.”
Riwayat ini bersumber dari hadis sahih yang diriwayatkan Muslim (No. 146) melalui sahabat Shuhaib. Rasulullah saw. menceritakan bagaimana pemuda itu, dalam perjalanannya berguru kepada tukang sihir, justru tertarik dengan ajaran seorang pendeta. Dari pendeta itulah ia mengenal Allah, Tuhan yang sebenarnya.
Pemuda itu diuji. Ia berdoa agar Allah menunjukkan kebenaran. Seekor binatang besar yang menghalangi jalan orang banyak mati hanya dengan lemparan batu setelah ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Pendeta pun mengingatkan: “Hari ini engkau lebih mulia dariku, tetapi kelak engkau akan diuji.”
Ujian itu datang silih berganti. Pemuda diberi kemampuan menyembuhkan orang buta, kusta, dan berbagai penyakit—bukan dengan kekuatannya, melainkan doa kepada Allah. Seorang menteri kerajaan yang buta akhirnya beriman setelah sembuh. Berita itu sampai ke telinga sang raja. Murka pun membara. Pendeta digergaji hingga tewas. Menteri pun bernasib sama.
Pemuda tak luput. Ia digiring ke gunung, hendak dilempar. Ia berdoa, gunung bergetar, para algojo tewas. Ia dibawa ke laut, hendak ditenggelamkan. Ia berdoa, perahu karam, para algojo tenggelam. Setiap kali, ia kembali ke hadapan raja, menegaskan: Allah-lah yang melindungi.
Akhirnya, pemuda itu menawarkan satu cara untuk mengakhiri segalanya. Ia berkata kepada raja: “Engkau tidak dapat membunuhku kecuali dengan cara ini: kumpulkanlah orang-orang, saliblah aku, ambil panah dari tempatku, ucapkan bismillahi rabbil ghulam—dengan nama Allah, Tuhan pemuda ini—lalu panahlah aku.”
Raja menurut. Panah menembus pelipis sang pemuda. Ia wafat. Namun kematiannya justru melahirkan kehidupan baru. Orang banyak serentak berkata: “Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu, kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu.”