LANGIT7.ID-, Jakarta - - Sekolah ataupun satuan pendidikan sejatinya menjadi "rumah kedua" bagi para murid. Layaknya sebuah rumah maka harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua, tanpa ada perasaan terancam oleh
tindak kekerasan.
Pemerintah sudah seharusnya menjamin keamanan di lingkungan sekolah mulai dari pencegahan hingga penanganan kekerasan. Jangan sampai hal-hal berbau perundungan atau
bullying yang tetap terjadi di sekolah, seperti misalnya peristawa yang belakangan ramai dibicarakan yakni kasus
bullying berujung maut di SMPN 19 Tangerang Selatan.
Kemendikdasmen menegaskan komitmennya menjadikan upaya pembangunan budaya sekolah aman dan nyaman sebagai gerakan bersama, selaras dengan arah kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa serta visi
Pendidikan Bermutu untuk Semua.
Oleh karena itu sebagai wujud nyata komitmen pemerintah dalam membangun budaya sekolah aman,
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melakukan evaluasi dan menyempurnakan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP), dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT).
"Kemendikdasmen menargetkan regulasi penyempurnaan ini dapat berlaku mulai semester II tahun pelajaran 2025–2026," ujar
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen),
Abdul Mu'ti, di Jakarta, dikutip Jumat (21/11/2025).
Baca juga: Maraknya Kasus Bullying di Sekolah, Ini Kata Menteri DikdasmenSelain diikuti jajaran internal Kemendikdasmen, diskusi ini menghadirkan perwakilan dari Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, Komnas HAM, Komisi Nasional Disabilitas, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Bappenas, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian PPPA, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko PMK, organisasi masyarakat sipil dan tenaga ahli, serta media massa.
Dalam arahannya, Mendikdasmen menegaskan perlunya penyempurnaan regulasi untuk memastikan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan berjalan lebih efektif dan berdampak nyata.
Ia menyoroti bahwa kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar kini tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga semakin marak di ruang digital. Tak hanya itu, menurutnya kekerasan di media sosial juga sering berlanjut ke kekerasan fisik di dunia nyata.
Menteri Mu'ti menyebut, lebih dari 81 juta penduduk Indonesia adalah kelompok usia sekolah, sehingga persoalan kekerasan di lingkungan pendidikan berkaitan langsung dengan masa depan bangsa. Karena itu, ia menekankan perlunya penanganan lintas sektor.
"Masa depan Indonesia ditentukan oleh peserta didik hari ini. Kita tidak dapat menyelesaikan persoalan ini sendiri. Diperlukan pendekatan kolaboratif dan partisipasi semesta," tegasnya.
Abdul Mu'ti mengungkapkan, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 memiliki semangat yang baik, namun implementasinya dinilai belum optimal karena struktur pelaksanaannya masih terlalu birokratis. Ia mendorong penyempurnaan regulasi dengan pendekatan yang lebih humanis dan komprehensif.
"Kita perlu menerbitkan Permen Dikdasmen yang fokus membangun budaya sekolah yang aman dan nyaman. Regulasi ini harus menekankan gerakan pendidikan karakter yang melibatkan semua pihak, bukan sekadar instrumen birokrasi," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan agar kebijakan ini nantinya terintegrasi dengan program pendidikan yang sudah berjalan, seperti
Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, pembelajaran berbasis
deep learning, serta penguatan kegiatan ekstrakurikuler seperti kepanduan, kerohanian, dan aktivitas pembentukan karakter lainnya.
Untuk itu, forum DKT yang berlangsung hingga Kamis (20/11) menyajikan sesi diskusi bersama lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, pelajar, serta Satgas dan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPK); guna menjaring berbagai aspirasi.
Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikdasmen, Rusprita Putri Utami, dalam laporannya menyampaikan bahwa forum ini juga membahas hasil evaluasi yang dilakukan Inspektorat Jenderal dan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (BSKAP).
"Kami berharap rangkaian kegiatan ini memberikan kontribusi nyata dalam mematangkan kebijakan yang berpihak pada peserta didik melalui pendekatan humanis, kultural, dan partisipatif," ujar Rusprita.
(lsi)