Qarun: Simbol Kapitalisme Rakus yang Berakhir Tragis
Miftah yusufpati
Senin, 06 Oktober 2025 - 05:15 WIB
Kisah Qarun bukan sekadar tentang orang kaya yang tamak, tapi tentang manusia yang lupa bahwa harta tanpa amanah adalah ujian. Ilustrasi: AI
LANGIT7.ID-Nama Qarun dalam Al-Qur’an muncul sebagai simbol klasik kerakusan. Ia bukan sekadar orang kaya: ia kaya raya sampai-sampai “kunci-kunci perbendaharaannya saja dipikul oleh orang-orang kuat” (QS al-Qashash: 76). Namun Al-Qur’an juga menegaskan, harta yang ditimbun tanpa amanah hanya berujung kehancuran.
Kisah Qarun ringkas, tapi gaungnya panjang. Ia digambarkan sebagai tokoh Bani Israil yang awalnya terhormat, lalu jatuh karena kesombongan. “Qarun berasal dari kaum Musa, tetapi ia berlaku zalim terhadap mereka,” demikian Al-Quran menyebut. Sejarawan klasik, al-Tabari, meriwayatkan bahwa Qarun dikenal pandai membaca Taurat, bahkan disebut sepupu Nabi Musa. Tetapi, harta membuatnya berbalik: dari alim menjadi angkuh.
Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhimmenulis, Qarun adalah orang pertama yang memperkenalkan “miizaan”—timbangan emas—di kalangan Bani Israil. Ia punya teknik mengolah harta yang membuat kekayaannya melimpah. Tapi kelebihannya dipakai untuk menimbun, bukan berbagi.
Sayyid Qutb dalam Fi Zhilal al-Qur’anmenafsirkan, tragedi Qarun adalah tragedi manusia yang memisahkan harta dari iman. Ia merasa “semua ini aku dapatkan karena ilmuku” (QS al-Qashash: 78). Baginya, kekayaan adalah hasil kecerdikan, bukan anugerah Tuhan. Itulah awal kesombongan.
Baca juga: Kisah Qarun Sang Crazy Rich Era Firaun yang Disinggung Cak Nun
Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an(1980) melihat Qarun sebagai cermin kapitalisme purba: harta dipakai untuk status sosial, menindas sesama, dan menolak solidaritas. “Qarunisme,” kata Rahman, “adalah ketika kekayaan membuat manusia buta, hingga lupa fungsi sosial harta.”
Al-Qur’an merekam, orang-orang saleh mengingatkan Qarun: jangan sombong, gunakan hartamu untuk akhirat, jangan lupakan bagian dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik padamu (QS al-Qashash: 77). Tapi Qarun menolak. Ia pamer kemewahan di depan rakyat. Sebagian orang tergoda: “Andai kita punya seperti Qarun.”
Kisah Qarun ringkas, tapi gaungnya panjang. Ia digambarkan sebagai tokoh Bani Israil yang awalnya terhormat, lalu jatuh karena kesombongan. “Qarun berasal dari kaum Musa, tetapi ia berlaku zalim terhadap mereka,” demikian Al-Quran menyebut. Sejarawan klasik, al-Tabari, meriwayatkan bahwa Qarun dikenal pandai membaca Taurat, bahkan disebut sepupu Nabi Musa. Tetapi, harta membuatnya berbalik: dari alim menjadi angkuh.
Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhimmenulis, Qarun adalah orang pertama yang memperkenalkan “miizaan”—timbangan emas—di kalangan Bani Israil. Ia punya teknik mengolah harta yang membuat kekayaannya melimpah. Tapi kelebihannya dipakai untuk menimbun, bukan berbagi.
Sayyid Qutb dalam Fi Zhilal al-Qur’anmenafsirkan, tragedi Qarun adalah tragedi manusia yang memisahkan harta dari iman. Ia merasa “semua ini aku dapatkan karena ilmuku” (QS al-Qashash: 78). Baginya, kekayaan adalah hasil kecerdikan, bukan anugerah Tuhan. Itulah awal kesombongan.
Baca juga: Kisah Qarun Sang Crazy Rich Era Firaun yang Disinggung Cak Nun
Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an(1980) melihat Qarun sebagai cermin kapitalisme purba: harta dipakai untuk status sosial, menindas sesama, dan menolak solidaritas. “Qarunisme,” kata Rahman, “adalah ketika kekayaan membuat manusia buta, hingga lupa fungsi sosial harta.”
Al-Qur’an merekam, orang-orang saleh mengingatkan Qarun: jangan sombong, gunakan hartamu untuk akhirat, jangan lupakan bagian dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik padamu (QS al-Qashash: 77). Tapi Qarun menolak. Ia pamer kemewahan di depan rakyat. Sebagian orang tergoda: “Andai kita punya seperti Qarun.”