Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, Pelopor Sekolah Islam Modern di Indonesia
Muhajirin
            Senin, 08 November 2021 - 19:41 WIB
            Masjid Agung Al Azhar dan Komplek Sekolah Al Azhar di Jakarta (foto: alazharmemorialgarden.co)
            Pada 7 April 1952, 14 tokoh muslim bermusyawarah dan bersepakat mendirikan Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar. Kini, YPI telah mendirikan sejumlah sekolah Islam modern yang tersebar di kota-kota besar Indonesia seperti Yogyakarta, Pontianak, Makassar, hingga Semarang.
Salah seorang pencetus gagasan pendirian yayasan ini adalah dr Syamsuddin (Menteri Sosial RI kala itu) yang didukung Sjamsurijal (Walikota Jakarta Raya). Sementara pendiri lain di antaranya Soedirjo, Tan In Hok, Gazali Syahlan, H. Sjuaib Sastradiwirja, Abdullah Salim, Rais Chamis, Ganda, Kartapradja, Sardjono, H. Sulaiman Rasjid, Faray Martak, Jacub Rasjid, Hasan Argubie, dan Hariri Hady.
Setelah sepakat, para tokoh tersebut memperoleh sebidang tanah di Kebayoran, yang kala itu menjadi daerah sentral di Ibukota Jakarta. Pada 1953, mereka mulai membangun sebuah masjid besar dan rampung pada 1958, yang kemudian diberi nama Masjid Agung Kebayoran.
Pada 1961, saat Mahmoud Syaltout, Grand Syekh Al-Azhar Cairo berkunjung ke Tanah Air ia menyempatkan diri mampir di Masjid Agung Kebayoran. Ia disambut sang sahabat, Prof. Dr. H. Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka) yang kala itu menjadi Imam Masjid Agung Kebayoran.
Dalam kunjungan tersebut, Syekh Mahmoud berkenan memberikan nama Al-Azhar untuk masjid tersebut, sehingga namanya pun diubah menjadi Masjid Agung Al-Azhar.
Seiring waktu, aktivitas di masjid tersebut kian padat. Awalnya hanya masyarakat sekitar yang beribadah dan mengikuti kegiatan majelis taklim di masjid itu, namun kini jamaah Masjid datang dari berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya umat Islam yang bermukim di kawasan elit Kebayoran Baru, namun ada pula dari Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dan lain-lain.
Kegiatan dakwah di masjid itu tidak bisa dilepaskan dari peran Buya Hamka. Figur Buya Hamka sangat tersohor. Beliau seorang ulama, penulis, dan sastrawan. Sehingga kalimat-kalimat dari ceramahnya mengandung kesejukan dan santun. Ceramah beliau mengikat hati masyarakat Indonesia, terutama acara Kuliah Subuh yang disiarkan RRI.
            
            Salah seorang pencetus gagasan pendirian yayasan ini adalah dr Syamsuddin (Menteri Sosial RI kala itu) yang didukung Sjamsurijal (Walikota Jakarta Raya). Sementara pendiri lain di antaranya Soedirjo, Tan In Hok, Gazali Syahlan, H. Sjuaib Sastradiwirja, Abdullah Salim, Rais Chamis, Ganda, Kartapradja, Sardjono, H. Sulaiman Rasjid, Faray Martak, Jacub Rasjid, Hasan Argubie, dan Hariri Hady.
Setelah sepakat, para tokoh tersebut memperoleh sebidang tanah di Kebayoran, yang kala itu menjadi daerah sentral di Ibukota Jakarta. Pada 1953, mereka mulai membangun sebuah masjid besar dan rampung pada 1958, yang kemudian diberi nama Masjid Agung Kebayoran.
Pada 1961, saat Mahmoud Syaltout, Grand Syekh Al-Azhar Cairo berkunjung ke Tanah Air ia menyempatkan diri mampir di Masjid Agung Kebayoran. Ia disambut sang sahabat, Prof. Dr. H. Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka) yang kala itu menjadi Imam Masjid Agung Kebayoran.
Dalam kunjungan tersebut, Syekh Mahmoud berkenan memberikan nama Al-Azhar untuk masjid tersebut, sehingga namanya pun diubah menjadi Masjid Agung Al-Azhar.
Seiring waktu, aktivitas di masjid tersebut kian padat. Awalnya hanya masyarakat sekitar yang beribadah dan mengikuti kegiatan majelis taklim di masjid itu, namun kini jamaah Masjid datang dari berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya umat Islam yang bermukim di kawasan elit Kebayoran Baru, namun ada pula dari Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, dan lain-lain.
Kegiatan dakwah di masjid itu tidak bisa dilepaskan dari peran Buya Hamka. Figur Buya Hamka sangat tersohor. Beliau seorang ulama, penulis, dan sastrawan. Sehingga kalimat-kalimat dari ceramahnya mengandung kesejukan dan santun. Ceramah beliau mengikat hati masyarakat Indonesia, terutama acara Kuliah Subuh yang disiarkan RRI.