Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Jum'at, 17 Mei 2024
home sosok muslim detail berita

AR Sutan Mansur, Imam Muhammadiyah Guru Bung Karno

Muhajirin Kamis, 20 Januari 2022 - 20:02 WIB
AR Sutan Mansur, Imam Muhammadiyah Guru Bung Karno
AR Sutan Mansur (foto: pwmu.co)
skyscraper (Desktop - langit7.id)
LANGIT7.ID, Jakarta - Ahmad Rasyid Sutan Mansur (Buya AR Sutan Mansur) lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada 26 Jumadil Akhir 1313 H/15 Desember 1895 M. Ia putra dari ulama terkenal di Maninjau yakni Abdul Somad al-Kusaji dan sang ibu, Siti Abbasiyah (Uncu Lampur). Keduanya merupakan tokoh dan guru agama di kampung Ai Angek (Air Hangat), Maninjau.

Buya AR Sutan Mansur tumbuh dengan pendidikan agama yang kuat. Itu menjadi salah satu alasan karakter anti penjajahan melekat pada kakak Ipar Buya Hamka tersebut. Ia menikahi putri sang guru, Dr Karim Amrullah yang bernama Fatimah serta diberi gelar Sutan Mansur pada 1917.

Setelah itu, ia dikirim ke Kuala Simpang, Aceh untuk mengajar. Setelah dua tahun di sana (1918-1919) ia kembali ke Maninjau. Ia sebenarnya hendak melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar Mesir, namun terjadi pemberontakan melawan Inggris. Ia pun tak diizinkan berangkat oleh pemerintah kolonial Belanda.

Jadi Imam Muhammadiyah di Sumatera

Setelah gagal ke Al-Azhar, AR Sutan Mansur berangkat ke Pekalongan untuk berdagang dan menjadi guru agama di daerah itu. Ia sering dilanda kegelisahan karena menginginkan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam.

Dari situ, ia berinteraksi dengan KH Ahmad Dahlan di Pekalongan. Interaksi tersebut membuat ia tertarik bergabung ke Persyarikatan Muhammadiyah pada 1922. Ia lalu mendirikan Perkumpulan Nurul Islam bersama para pedagang dari Sungai Batang, Maninjau yang telah bergabung Muhammadiyah di Pekalongan.

AR Sutan Mansur tertarik masuk ke Muhammadiyah karena memiliki kesamaan visi. Ia ingin membawa pembaharuan di Sumatera Barat agar umat Islam kembali ke ajaran tauhid dan membersihkan agama dari karat-karat adat-tradisi. Ia menilai adat-tradisi itu membuat umat Islam terbelakang dan tertinggal.

Pada 1923, Sutan Mansur menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan. Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan komunis di ranah Minang pada akhir 1925, ia diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah memimpin dan menata organisasi itu yang mulai tumbuh di Minangkabau.

Sutan Mansur memiliki cara berdakwah yang tidak frontal. Ia akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat. Itu yang membuat Muhammadiyah dapat diterima dengan baik dan mengalami perkembangan pesat.

Pada 1927 bersama Fakhruddin, Sutan Mansur melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Di daerah itu, ia berhasil mendirikan Muhammadiyah di Kotaraja, Sigli, dan Lhokseumawe. Pada 1929, ia juga berhasil mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas Mandawai, dan Amuntai. Alhasil, antara 1926-1929, Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau Jawa.

Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau (14-26 Maret 1930) memutuskan, di setiap keresidenan harus ada wakil Hoofdbestuur Muhammadiyah yang dinamakan Konsul Muhammadiyah.

Maka itu, pada 1931, ia dikukuhkan sebagai Konsul Muhammadiyah Daerah Minangkabau (Sumatera Barat) yang meliputi Tapanuli dan Riau. Ia menduduki posisi itu sampai 1944. Saat Jepang masuk ke Indonesia, ia sudah diangkat menjadi Konsul Besar Muhammadiyah untuk seluruh Sumatera akibat terputusnya hubungan Sumatera dan Jawa.

Saat menjabat Konsul Besar, ia membuka dan memimpin Kulliyatul al-Muballighin Muhammadiyah di Padang Panjang. Lembaga itu merupakan tempat kaderisasi mubaligh di tubuh Muhammadiyah di Sumatera Barat.

Sutan Mansur terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam dua kali periode kongres. Kongres Muhammadiyah ke-32 di Banyumas, Purwokerto pada 1953 mengukuhkannya menjadi Ketua PB Muhammadiyah periode 1953-1956. Maka itu, ia pindah ke Yogyakarta.

Pada Kongres Muhammadiyah ke-33 di Palembang, ia terpilih kembali menjadi Ketua PBB periode 1956-1959.

Menjadi Guru Bung Karno

Ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu pada 1938, Sutan Mansur menjadi penasehat agama bagi Bung Karno. Pada masa pendudukan Jepang, ia ditangkap oleh pemerintah Jepang menjadi salah seorang anggota Tsuo Sangi Kai dan Tsuo Sangi In (semacam DPR dan DPRD) mewakili Sumatera Barat.

Setelah itu, sejak 1947 sampai 1949, ia diangkat menjadi Imam atau Guru Agama Islam buat Tentara Nasional Indonesia Komandemen Sumatera, berkedudukan di Bukittinggi, dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler.

Setelah pengakuan kedaulatan 1950, ia diminta menjadi penasehat TNI Angkatan Darat. Namun ia menilai karena harus berkeliling ke semua daerah di Sumatera Barat untuk berdakwah. Permintaan menjadi penasehat presiden juga ia tolak dengan alasan sama. Ia hanya bersedia menjadi penasehat tidak resmi, sehingga tidak harus pindah ke Jakarta.

Tahun-tahun berikutnya, Sutan Mansur banyak menduduki jabatan penting seperti Wakil Ketua Masyumi dan bergabung di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

(jqf)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Jum'at 17 Mei 2024
Imsak
04:25
Shubuh
04:35
Dhuhur
11:53
Ashar
15:14
Maghrib
17:47
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.
QS. Al-Isra':1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan