LANGIT7.ID, Jakarta - Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Oni Sahroni, menjelaskan tuntunan umum seputar Non-Fungible Token (NFT) menurut syari'at. NFT merupakan aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti karya seni, musik, item dalam gim, foto, GIF, dan video.
NFT tidak bisa dijadikan alat tukar, tetapi bisa diperjualbelikan seperti aset fisik.
Opensea.io merupakan salah satu marketplace tempat jual beli NFT. Lalu, Etherium (ETH) merupakan mata uang kripto atau
cryptocurrency yang digunakan sebagai alat bayar.
Menurut Oni, ada beberapa tuntunan yang dapat menjadi pijakan transaksi NFT. Pertama, tahap kepemilikan karya cipta. Di antara hasil karya yang dijual itu didapatkan dengan cara halal, bukan plagiat atau sejenisnya, dimiliki secara sempurna, dan tidak mengandung konten negatif seperti pornografi.
Kedua, tahap proses NFT di antaranya memastikan bahwa NFT dapat dijadikan bukti kepemilikan yang sah dan riil. Ketiga, tahap pejualan NFT ke
Opensea.io di antaranya harus jelas dan disepakati nilainya, kriteria, alat bayar, di mana, kapan diserahterimakan.
Keempat, tahap jual beli NFT oleh sesama investor di antaranya memastikan bahwa ada aset digital yang menjadi
underlying asset, terjadi perpindahan riil NFT dan alat bayarnya. Kelima, hak dan kewajiban antara pihak jelas diketahui, hak-hak para pihak terjamin, memitigasi risiko, serta terhindar dari penyalahgunaan transaksi seperti untuk maksiat, menzalimi, atau merugikan.
"Pendapat ulama salaf dan khalaf, mayoritas ulama mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat adalah harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara
syara'," kata Oni, dikutip
Konsultasi Syariah Republika, Jum'at (21/1/2022).
Kemudian, keputusan Lembaga Fikih Organisasi Konferensi Islam menyebutkan, nama dagang, alamat, dan mereknya, serta hasil ciptaan dan hasil kreasi adalah hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya.
Lalu, keputusan Komisi Fatwa MUI menyebutkan, HKI dipandang sebagai salah satu hak kekayaan yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana kekayaan selama tidak bertentangan dengan hukum Islam.
"HKI dapat dijadikan objek akad, baik akad komersial maupun akad non-komersial, serta dapat diwakafkan dan diwariskan," kata Oni mengutip keputusan Komisi Fatwa MUI.
Salah satu
muqtadha (tujuan) setiap perjanjian yang telah disepakati itu adalah perpindahan kepemilikan. Pembeli memiliki NFT atau barang sedangkan si penjual memiliki ETH (uang kripto) sesuai kesepakatan.Ketentuan dalam jual beli dalam syari'ah seperti kriteria barang alat bayar yang harus wujud, halal, jelas, bisa diserahterimakan, serta peruntukannya halal. Oni memandang perlu mitigasi risiko menjadi kewajiban.
"Bahkan, saat rugi karena abai terhadap mitigasi risiko itu menjadi maksiat. Sebagaimana firman Allah, 'Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.' (QS Al-Baqarah: 195)." kutip Oni.
(jqf)