LANGIT7.ID - Media sosial memberi kemudahan dalam berbagai aktivitas. Demikian pula mengirim doa yang kerap ditemukan di grup-grup WhatsApp dan platform media sosial lain.
Sering ditemukan jika ada kabar duka seseorang meninggal dunia di grup whatsapp, dalam hitungan detik setelah kabar duka muncul, langsung disambut balasan kalimat istirja, doa dan Al-Fatihah dalam bentuk stiker atau teks yang sepertinya sudah disimpan dan tinggal salin-tempel saja.
Masalah kemudian muncul jika stiker atau teks doa itu tidak dibaca. Lalu, apakah takziah dengan cara seperti itu sudah cukup? Apakah doa dengan hanya membagikan stiker tanpa mengucapkannya lagi sudah mencukupi?
Dilansir dari Tebuireng Online, mengutip Lembaga Bahtsul Masail Ikatan Alumni Hidayah Thullab (IKAHT) dan pendapat KH Zaenal Arifin dari Pesantren Denanyar Jombang, berikut beberapa hukum dalam mengirim stiker doa, salin-tempel teks surah Al-Fatihah, hingga istirja dan doa-doa untuk orang yang sudah meninggal.
Pertama, takziah dengan cara mengirim stiker kalimat istirja yakni
“Inna lillahi wainna ilaihi roji’un” atau ucapan belasungkawa maupun Al-fatihah dan doa untuk orang yang sudah meninggal dunia adalah sudah mencukupi dan mendapatkan kesunnahan takziah. Karena sudah mengandung unsur belasungkawa.
Kedua, doa yang dikirim untuk orang yang sudah meninggal pada hakekatnya bisa sampai dan bermanfaat untuk jenazah.
Ketiga, adapun doa-doa yang hanya berbentuk stiker atau teks bacaan Al-fatihah dan doa lainnya tanpa diucapkan terlebih dahulu sebelum dibagikan, tidak dikatakan doa dan tidak ada manfaatnya bagi jenazah.
Keempat, doa-doa tersebut harus dilafazkan (diucapkan) secara lengkap terlebih dahulu, sebelum dibagikan di media sosial.
Hukum tersebut bersumber dari referensi dari kitab
al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam al-Nawawi halaman 150. Kemudian kitab
al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam al-Nawawi halaman 16.
Dalam kitab itu disebutkan "Ketahuilah bahwa dzikir yang disyariatkan dalam shalat dan ibadah lainnya, baik yang wajib maupun sunnah tidak dihitung dan tidak dianggap kecuali diucapkan, sekiranya ia dapat mendengar yang diucapkannya sendiri apabila pendengarannya sehat dan dalam keadaan normal (tidak sedang bising dan sebagainya).”
Sementara dalam kitab
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah (21/249) yang berbunyi, “zikir yang wajib atau sunnah, di dalam shalat atau yang lain, tidak bisa mendapatkan pahala kecuali dilafazkan orang yang berzikir tersebut dan (suaranya) terdengar, jika pendengarannya normal.”
(jqf)