LANGIT7.ID, Jakarta -  Pemerintah berupaya membatasi kunjungan wisatawan ke 
Candi Borobudur dengan alasan konservasi. Beberapa di antaranya dengan pembatasan kuota dan menaikkan tarif masuk sebesar Rp750.000.
Pengamat Pariwisata, Muhammad Yusuf melihat upaya pengembangan kawasan wisata Borobudur sangat cepat. Bahkan, menurutnya terlalu cepat sehingga banyak unsur masyarakat yang tidak siap dengan perkembangan yang terlalu cepat tersebut.
Baca Juga: Naik Stupa Candi Borobudur Mahal, Mending Wisata ke Luar Negeri?Studi yang dilakukan Puspar UGM menunjukkan bahwa hampir semua inisiatif pembangunan di kawasan Borobudur adalah inisiatif Pemerintah Pusat. Pada sisi lain, sangat sedikit atau bahkan "tanpa" pelibatan masyarakat sekitar, termasuk para penggerak wisata. "Menjadi cukup wajar bila kemudian masyarakat tidak terlalu paham arah pengembangan di kawasan Borobudur, dan bahkan bingung harus melakukan apa," ujar Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM, seperti dilansir dari laman resmi UGM, Selasa (7/6/2022).
Angka kunjungan wisatawan domestik ke Borobudur cenderung membludak dan melebihi daya dukung kawasan. Data memperlihatkan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2018 sebanyak 3.855.285 meningkat jadi 5.016.839 pada 2019.
Berdasar kajian yang telah dilakukan selama ini, untuk mendukung konservasi maka seharusnya jumlah kunjungan ke candi tidak lebih dari 300 pengunjung per hari. Sedangkan keputusan 1.200 pengunjung per hari adalah untuk kawasan candi bukan untuk menaiki candi. "Karena banyak studi telah menunjukkan kelebihan pengunjung selama ini telah membuat kerusakan di candi, seperti permukaan candi yang terus menurun, dan batu candi yang mulai rusak," katanya.
Yusuf menyayangkan jika kebijakan mengenai konservasi dan pariwisata di Candi Borobudur ini sering kali tidak integratif. Menurutnya, hal ini bisa disebabkan karena ketidakjelasan pemangku kepentingan yang terlibat.
Baca Juga: Hindari Kerusakan Lebih Parah, Pemerintah Akan Batasi Kunjungan ke BorobudurKaitannya dengan kebijakan tarif masuk candi seharusnya ditentukan berdasarkan kajian yang mendalam dengan melibatkan seluruh stakholders yang terkait. Seperti halnya kebijakan pembangunan di sekitar kawasan candi. "Saya melihat penentuan tarif ini juga tanpa melakukan studi yang komprehensif sehingga banyak pihak yang tidak berkenan," ucapnya.
Selain menerapkan kebijakan menaikkan tarif masuk, lanjutnya, pemerintah dan pihak-pihak terkait mestinya berusaha memperluas dan memperbanyak atraksi di kawasan Kecamatan Borobudur. Dengan upaya semacam itu tentunya para wisatawan yang berkunjung nantinya tidak hanya fokus pada candi.
Yusuf meyakini dengan kebijakan tersebut akan berdampak cukup besar bagi masyarakat sekitar candi. Oleh karena itu, dia menyampaikan saran agar masyarakat lokal dan penggiat pariwisata untuk antisipatif terhadap setiap kebijakan pemerintah.
Dengan tarif baru yang ditetapkan, ia pun mengkhawatirkan jumlah kunjungan yang kemungkinan menurun drastis. Hal ini tentu berdampak kepada penghasilan para penggiat pariwisata, seperti 
tourguide, penjual makanan dan souvenir, homestay dan lain-lain.
"Situasi ini membuktikan bahwa perencanaan pengembangan wisata candi Borobudur tidak melalui kajian yang baik. Kalau pun ada kajian nampaknya hasil kajian tersebut tidak dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan," tuturnya.
Baca Juga: 
Tarif Bagi Pelajar ke Candi Borobudur Dipatok Rp5 Ribu, Ini Syaratnya
Tarif Candi Borobudur Naik, Trinity: Terlalu Mahal(asf)